Garam Rakyat “Dirusak” PT Garam

Garam Rakyat
Petani melakukan proses produksi garam di bawah terik matahari. (Foto: AW/MI)

maduraindepth.com – Sejak masa panen tahun 2019 lalu, harga garam masih jauh di bawah biaya produksi. Bahkan, sejumlah petambak garam berhenti memproduksi dan beralih profesi. Beberapa faktor menjadi penyebab, salah satunya justru persaingan pasar dengan PT Garam.

Seperti yang dialami H. Hafiuddin (62) Warga Desa Aeng Sareh, Kecamatan/Kabupaten Sampang. Dia mengaku terpaksa menghentikan produksi garam lantaran harganya sudah tidak berpihak kepada petambak.

“Dalam kurun waktu sepuluh tahun, saat ini harga garam yang paling rendah,” ucapnya, Rabu (16/09).

Menurut dia, saat ini garam miliknya oleh pedagang hanya dihargai Rp 200 ribu sampai Rp 250 ribu per ton, jauh di bawah biaya produksi.

“Mau gimana lagi, lebih baik saya biarkan saja lahan pegaraman ini kosong,” katanya sambil menunjuk lahan garam miliknya yang mengering.

Hafiudin mengaku masih menyimpan garam hasil panen tahun lalu. Dia berharap harga garam akan mengalami kenaikan seperti tahun 2017-2018. Namun, hingga saat ini harapannya pupus seiring harga garam yang semakin turun ke titik terendah.

“Sekitar 100 ton garam hasil panen tahun kemarin masih saya simpan di gudang,” imbuhnya.

Menurut dia, murahnya harga garam musim ini membuat sejumlah petambak garam di Sampang mulai berhenti memproduksi dan beralih ke pekerjaan lain yang lebih menguntungkan. Meskipun, lanjut dia, ada sebagian petambak garam yang masih melakukan aktivitas produksi.

“Karena jika dipaksakan produksi garam, maka yang terjadi malah akan rugi karena lebih besar biaya produksinya,” tuturnya.

Sebagai petambak garam asli Sampang, Hafiuddin berharap kepada pemerintah agar memperhatikan kondisi para petani. “Saya mohon perhatikan nasib para petambak garam miniml bisa makan dari hasil produksi garam,” harapnya.

Baca juga:  Soal Rumdin Guru di Sampang yang Akan Dibongkar Pemerintah, Penghuni Rugi Puluhan Juta

Harga Ditentukan Pasar

Kabid Perikanan dan Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sampang, Mahfud. (Foto: AW/MI)

Sementara itu, ditemui maduraindepth.com di kantornya, Kamis (17/9), Kabid Perikanan dan Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sampang, Mahfud, mengungkapkan bahwa anjloknya harga garam ditengarai stok garam perusahaan yang melimpah. Perusahaan, kata Mahfud, tidak hanya membeli garam rakyat tapi juga garam produksi PT Garam. “Sehingga hukum supply-demand berlaku,” ucapnya.

Dijelaskan Mahfud, harga garam juga ditentukan oleh pasar dan tidak ada patokan harga dari perusahaan yang membeli garam rakyat. Pihaknya mengaku sudah banyak melakukan upaya agar harga garam tidak anjlok. Namun, hingga saat ini hal itu belum berhasil.

“Kalau upaya sudah lama dilakukan termasuk Ibu Gubernur turun ke Sampang, Pak Bupati ikut Gubernur ke Jakarta, tapi kenyataannya tidak berhasil juga,” kata dia.

Dia sendiri mengaku bisa mengerti jika banyak petambak garam yang tidak memproduksi dan beralih profesi. Sebab kata dia, biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petambak garam untuk produksi memang lebih besar daripada harga jual. Untuk produksi 1 ton garam, petambak garam memerlukan dana sekitar Rp 700 ribu. Sedangkan harga jual garam hanya Rp 200 ribu – Rp 250 ribu per ton.

“Saat ini yang dilakukan DKP Sampang adalah memotivasi petambak agar tetap memproduksi garam,” tegasnya.

Lebih lanjut Mahfud mengungkapkan, akibat harga garam menurun drastis, jumlah produksi garam di Kabupaten Sampang mengalami penurunan. Dari total 2.814 hektar luas lahan garam produktif di Kabupaten Sampang, jelas Mahfud, produksi garam pada tahun lalu mencapai 307.000 ton, menurun dibanding tahun 2018 sebesar 344.000 ton.

“Ada penurunan. Salah satu faktornya adalah harga jual yang menurun,” ucapnya.

Petambak Garam Banyak Alih Profesi

Garam Madura
Lahan petambak garam di Sampang, Madura, Jawa Timur. (Foto: AW/MI)

Akibat harga garam rakyat yang semakin anjlok karena tidak terserap perusahaan garam. Kini banyak petambak garam yang mulai beralih profesi dengan mencari mata pencarian lain.

Baca juga:  Deal-deal Begundal Makelar Pemilu Part-1 (Mengungkap Jual Beli Suara Pasca Pencoblosan)

Ketua Forum Petani Garam Madura (FPGM), Yanto menyatakan pihaknya masih berkomunikasi dengan para petani garam se-Madura, Provinsi dan Jakarta. Menurutnya, pada awal tahun petani garam yang melakukan produksi dan tidak, masih seimbang. Akan tetapi setelah masuk di pertengahan tahun para petani garam banyak yang berhenti berproduksi dan beralih profesi.

“Garam rakyat sekarang ada di angka Rp 200 ribu, Rp 250 ribu sampai Rp 325 ribu per ton, berkisar itu,” jelas Yanto, Jum’at (18/9).

Dia menyatakan bahwa, PT Garam telah menjual hasil produksinya kepada salah satu perusahaan pengolah garam dengan harga 350 ribu per ton.

“Hal ini yang menjadi patokan atau pedoman perusahaan pengolah garam lainnya, sebagai pedoman bahwa kalau garamnya PT Garam seperti itu maka jangan harap garam rakyat melebihi, yang jelas dibawah itu” tegasnya.

Lebih lanjut dia mengungkapkan bahwa PT Garam diberi penyertaan modal negara sebesar 65 miliar rupiah untuk pembuatan pabrik di Kecamatan Camplong, Kabupaten Sampang, akan tetapi sampai saat ini pabrik tersebut tidak terealisasi.

Baca juga : Harga Garam Semakin Asin, 2.106 Petani Menjerit

“Andai pabrik itu sudah berdiri, maka PT Garam bisa mengolah hasil produksinya sendiri sehingga tidak berebut pasar dengan rakyat,” ucapnya.

Oleh karena itu, lanjut Yanto, penyerapan garam milik PT Garam oleh pabrikan menjadi salah satu faktor mengapa garam rakyat tidak terserap.

Menurut dia, PT Garam masih mempunyai kewajiban untuk membeli garam rakyat melalui penyertaan modal. Sayangnya sampai saat ini PT Garam masih belum menyerap garam rakyat. Bahkan menurut Yanto, terakhir kali PT Garam menyerap garam rakyat adalah dua tahun lalu.

Baca juga:  Khofifah Urai Perencanaan Floodway untuk Bebas Banjir Sampang

Pihaknya berharap agar pemerintah hadir di tengah- tengah petani garam untuk mencari solusi. Usul dari Yanto pemerintah harus segera masukkan garam ini ke kelompok bahan pokok penting (Bapokting) sehingga pemerintah bisa menetapkan Harga Pokok Produksi (HPP).

“Petani garam ini tulang punggung ekonomi masyarakat, petani garam menghidupi anak istri,” katanya.

PT Garam Akui Garamnya Diserap Oleh Pabrikan

Humas PT Garam Sampang Miftah mengatakan jika saat ini stok garam di Kota Bahari melimpah. Sementara permintaan pasar menurun. Hal ini yang kemudian membuat harga garam rakyat anjlok.

PT Garam sendiri masih hitung-hitungan untuk menyerap garam rakyat. “Tahun ini harganya anjlok, kalau pun kita menyerap kan tidak sama seperti di awal,” ucap Miftah pada maduraindepth.com.

Miftah membenarkan jika pihak pabrikan juga menyerap garam yang diproduksi PT Garam. Tapi jumlahnya cuma 20 persen saja. Sementara 80 persennya diklaim milik rakyat.

Namun demikian, harga garam rakyat yang diserap tidak memihak kepada petambak. Nilainya terpaut jauh dari biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani.

Disisi lain menurut Miftah, garam rakyat tidak bisa dibandingkan dengan hasil produksi PT Garam. “Kalau kita punya SOP, mungkin di rakyat punya cara sendiri. Jadi (kualitasnya) tidak bisa dibandingkan secara apple to apple,” katanya.

Miftah mengatakan bahwa tidak terserapnya garam rakyat juga disebabkan oleh pandemi COVID-19. Sehingga banyak industri garam yang terkendala karena virus Corona. “Untuk mengambil serapan juga masih mikir-mikir,” pungkasnya. (AW/MH/AJ)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner auto