maduraindepth.com – Harga garam terus merosot. Pundi-pundi rupiah dari hasil garam tak semanis dulu. Seperti halnya rasa garam, harga garam semakin asin. Akibatnya, 2.106 petani garam di Sumenep harus merugi.
Data yang diterima maduraindepth.com menunjukkan, selama semester pertama di 2019 terjadi enam kali penurunan harga garam. Artinya, setiap bulan harga garam terus merosot. Dinas Perikanan Kabupaten Sumenep merilis, pada Januari lalu harga garam bertengger di angka Rp 1.100 per kilogram.
Seiring berjalannya waktu, harga garam terus mengalami penurunan. Pada kurun Februari dan Maret harga garam turun Rp 100 menjadi Rp 1.000 per kilogram. Bukannya membaik, bulan berikutnya turun lagi menjadi Rp. 900 per kilogram.
Penurunan harga garam kembali terjadi di Bulan Mei. Garam yang sebelumnya Rp 900 per kilogram turun menjadi Rp 800 per kilogram. Ribuan petani semakin dirugikan ketiga memasuki bulan Juni. Dimana harga garam di bulan ini terjun bebas dari Rp 800 per kilogram menjadi Rp 500 kilogram.
Hingga di akhir semester pertama, puncak kehancuran garam terjadi. Garam rakyat hanya dihargai Rp 400 per kilogram. “Harga saat ini adalah yang terendah sejak dua tahun terakhir,” ucap Ubet (39), salah satu petani garam yang ditemui maduraindepth.com, Kamis (18/7) lalu.
Petani Merasa Dibina Lalu Dibinasakan
Reaksi atas turunnya harga garam bermunculan. Di Pamekasan, sejumlah petani garam dari kecamatan Galis, menggelar aksi demonstrasi di depan kantor PT Garam Persero Pamekasan pada Jumat (12/7) lalu. Sementara itu, mahasiswa di Sumenep menaburkan garam di halaman gedung DPRD Sumenep di Jalan Trunojoyo sebagai bentuk terhadap anjloknya harga garam pada Jumat (19/7).
Berbeda dengan Pamekasan dan Sumenep, reaksi petani garam di Sampang terhadap anjloknya harga garam dilakukan dalam bentuk doa bersama. Aksi ini dilakukan pada Rabu (24/7) di Kecamatan Pangarengan. Dalam aksi tersebut sejumlah banner dipasang.
Beberapa banner tampak menunjukkan tulisan-tulisan bernada protes kepada pemerintah. Salah satunya berisi tulisan “Bu Susi kenapa kami dibina kalau pada akhirnya kami dibinasakan”. Selain itu ada pula banner yang ditujukan ke aparat kepolisian “Bareskrim polri jangan pengusaha garam saja yang kau tangkap. Tangkap juga pembuat kebijakan garam impor.”
Protes petani kepada pemerintah bukan tanpa alasan. Petani menganggap turunnya harga garam akibat kesalahan pemerintah dalam mengambil kebijakan. Khususnya terkait kebijakan impor garam.
“Kami berharap ada perhatian dari pemerintah untuk menstabilkan harga dan memperhatikan nasib petani garam. Salah satunya Pemerintah harus mengurangi dan membatasi impor garam,” pinta Ubet selaku petani asal Sumenep.
Selain faktor kebijakan impor garam, jatuhnya harga garam tak terlepas dari permainan pengepul. Hal itu disampaikan petani garam asal Sampang, Aufa (30). Menurut dia, para pengepul garam sering mempermainkan petani dengan menyebar isu harga garam yang sangat murah.
”Tengkulak yang hanya modal omongan, memiliki untung lebih besar. Saya kira ini dampak dari beredarnya harga dari PT. Garam yg mematok Rp 700 per kilogram, sehingga harga tersebut menjadi patokan buat pabrik lain yang biasa dikirim oleh para tengkulak, jadi pabrik lain akan mensiasati untuk memberikan harga sama atau lebih rendah dari PT Garam,” ungkapnya.
PT Garam Persero Merasa Jadi Korban
Direktur Produksi PT. Garam Persero, Edward Hariandja, saat ditemui Kamis (4/7) mengungkapkan pihaknya didesak petani untuk membuat penyesuaian harga garam. Padahal, lanjut dia, kebijkan impor garam bukan wewenang pihaknya. Menurut dia, pihaknya juga tidak bisa berbuat banyak mengenai permasalahan ini.
”Yang impor garam itu bukan kami. Tapi ketika harga garam turun, petani minta penyesuaian harga, lah gimana ceritanya,” katanya.
Di tempat lain, Direktur Utama (Dirut) PT Garam (Persero) Budi Sasongko juga mengaku belum menemukan solusi. Menurut dia, turunnya harga garam juga berdampak besar kepada PT Garam sendiri.
”Ini kan gejolak harga, bagaimanapun saya juga harus mengatasi persoalan ini. PT Garam ini kan tidak ada bedanya dengan rakyat, imbasnya (penurunan harga) juga luar biasa kepada PT Garam sendiri,” ungkapnya.
Sementara itu, usai mengunjungi petani garam di Sampang pada Senin (22/7), Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa langsung menggelar rapat koordinasi terbatas. Rapat tersebut membahas standar kualitas dan sustainability garam industri di wilayah Madura. Rapat tersebut dihadiri bupati dari empat Kabupaten se Madura dan akademisi hingga para petani dan perwakilan PT Garam.
Usai rapat Khofifah menjelaskan ada beberapa solusi strategis yang dihasilkan. Solusi pertama, pihaknya akan mengubah regulasi agar PT Garam bisa menjadi stabilator harga garam sekaligus buffer stock atau penyangga stok garam nasional.
“Selama sebulan ini ada aspirasi yang berkembang. Tidak hanya di Jatim tapi di semua daerah penghasil garam. Bahwa harga garam mengalami penurunan drastis. Yang membuat BEP produsen garam tidak terpenuhi,” kata Khofifah.
Ada Kartel dalam Bisnis Garam?
Harga garam bukan hanya persoalan petani Madura. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga ada kartel dalam bisnis garam. Kartel sendiri adalah kelompok produsen independen yang bertujuan untuk menetapkan harga serta membatasi suplai dan kompetisi. Kartel sendiri dilarang hampir di semua Negara.
KPPU saat ini sedang menyiapkan putusan dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 dalam Perdagangan Garam Industri Aneka Pangan di Indonesia. Adapun produsen terlapor berjumlah tujuh perusahaan. Yaitu, PT Garindo Sejahtera Abadi (GSA), PT Susanti Megah (SM), PT Niaga Garam Cemerlang (NGC), PT Unicem Candi Indonesia (UCI), PT Cheetam Garam Indonesia (CGI), PT Budiono Madura Bangun Persada (BMBP) dan PT Sumatraco Langgeng Madura (SLM).
Majelis Komisi Perkara Nomor 09/KPPU-I/2018 yang diketuai oleh Dinni Melanie dengan anggota Guntur Saragih dan Yudi Hidayat dijadwalkan akan membacakan putusan perkara a quo pada Senin (29/7) di Jakarta.
Kasus dugaan kartel garam ini merupakan inisiatif KPPU. Kasus tersebut masuk tahap Pemeriksaan Pendahuluan sejak 11 Desember 2018 lalu. Setelah Pemeriksaan Pendahuluan, kasus ditingkatkan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan.
Pada tahap Pemeriksaan Lanjutan, didalami 7 perusahaan yang diduga melakukan kartel dalam bentuk pengaturan pemasaran garam di Indonesia. Selain fokus untuk menyiapkan Putusan Dugaan Kartel Garam, KPPU melalui Kanwil IV telah menerjunkan tim ke lapangan.
Tim tersebut diterjunkan sejak 18 Juli 2019. Sampai saat ini tim dari KPPU masih mengumpulkan data dan informasi seputar rendahnya harga garam di tingkat petani garam. (MR/AJ)