maduraindepth.com – Selat Madura merupakan kawasan produktif dengan hasil tangkapan tertinggi di Jawa Timur (Jatim). Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019 menyebutkan, wilayah Lamongan, Bangkalan, Sidoarjo, Surabaya dan Gresik menyumbangkan 35 persen tangkapan ikan laut di Jatim 2019 sebesar 414.644 ton.
Namun disayangkan, sejumlah perairan tersebut terancam dengan adanya temuan mikroplastik. Kelompok studi operasi pengurangan plastik (OPTIK) mahasiswa semester V program studi (Prodi) Ilmu Kelautan, Universitas Trunojoyo Madura (UTM) melakukan penelitian Januari 2021 yang dilakukan di pesisir Lamongan, Pesisir Gresik dan Pesisir Kamal, Madura.
Hasilnya, usai diteliti dalam 100 liter air laut terdapat 15-50 partikel mikroplastik. Sedangkan dalam 40 gram sedimen ditemukan 8-101 partikel mikroplastik.
Kepada maduraindepth.com, Koordinator Komunitas OPTIK Dwi Syadina Putri menyampaikan, mikroplastik menurunkan pertumbuhan ikan. Mikroplastik pada perairan berbahaya bagi biota laut. Secara fisik, mikroplastik merupakan benda mikro berukuran 10 mikron hingga 5.000 mikron yang bergerak melayang-layang di kolom perairan dan terkadang mengendap pada dasar.
Tampilan fisik mikroplastik tersebut dapat mengecoh ikan. Ikan akan menganggap mikroplastik adalah plankton/makanan. Sehingga ikan akan memakan mikroplastik tersebut. Mikroplastik yang mengendap di dasar perairan juga akan berdampak buruk bagi biota yang tinggal di dasar perairan. Seperti kerang, kupang, rajungan dan cumi-cumi.
Biota jenis kerang-kerangan mencari makan pada sedimen yang mengendap. Air yang mengandung mikroplastik akan mengendap pada sedimen dan besar kemungkinan akan dimakan kerang, kupang, rajungan dan cumi-cumi.
“Mikroplastik masuk kedalam tubuh biota maupun manusia, berbahaya. Karena mikroplastik yang berukuran mikro akan menyumbat saluran pencernaan dan mengganggu sistem penyerapan nutrisi. Akibatnya, ikan ataupun manusia mengalami gangguan metabolisme,” ungkap Dwi.
Berikut Grafik Hasil Tangkapan Perikanan Laut Tertinggi di Jawa Timur Tahun 2019
Mahasiswi semester V Prodi Ilmu Kelautan UTM itu menjelaskan, dampak mikroplastik dalam tubuh biota akan menurunkan tingkat pertumbuhan, menyumbang produksi enzim dan komplikasi pada sistem reproduksi. Bahkan, bisa menimbulkan stres secara patologis.
Mengapa mikroplastik berbahaya? Dwi menyebut, mikroplastik berasal dari dua sumber. Sumber sekunder dari sampah plastik yang banyak ditemukan di sungai dan pesisir. Sampah plastik seperti tas kresek, sedotan, popok, bungkus, sachet, styrofoam yang terdegradasi oleh panas matahari atau gesekan fisik arus air.
Kemudian sumber primer yang berasal dari butiran-butiran sintetis dalam bahan kosmetik dan perawatan tubuh. Seperti sabun, sampho, lulur dan body scrub. Diterangkan, mikroplastik memiliki tiga sifat yang menyebabkan kandungan ini menjadi bahan berbahaya bagi lingkungan maupun makhluk hidup.
Salah satunya terbuat dari polimer polietilen, polipropilen, poliethilpropilen dan PVC serta tujuh bahan tambahan zat adiktif berbahaya. Di antaranya Bisphenols-A (BPA). BPA digunakan sebagai pengeras pada plastik.
Efek negatif BPA dapat mempengaruhi perkembangan otak, kanker, diabetes, dan lain sebagainya. Kemudian kandungan Phthalate yang menjadi bahan pelentur/elastisitas plastik. Phtalate menyebabkan terganggunya sistem hormon dalam tubuh yang mengakibatkan diabetes, disfungsi seksual dan menopause dini.
Selain itu, sifat lain dari mikroplastik yakni menjadi media tumbuh bakteri pathogen. Juga, Hidrofob yang memiliki ikatan terbuka, sehingga mudah mengikat senyawa polutan yang ada di perairan.
Dwi menambahkan, pesisir Utara Jatim diketahui menjadi muara dari polutan logam berat, pestisida, detergen, nitrat, nitrit, dan phospat yang berasal dari Sungai Brantas dan Bengawan Solo. “Keberadaan mikroplastik di Selat Madura akan mengikat polutan dan meningkatkan daya racun (toksisitas) polutan,” paparnya.
Air dan Sedimen Perairan Kamal Bangkalan Tercemar Mikroplastik Tertinggi
Pada penelitian yang dilakukan Komunitas OPTIK diketahui jika kelimpahan mikroplastik tertinggi pada air maupun sedimen berada di daerah Kamal-Bangkalan, Madura. Mikroplastik yang ditemukan pada sampel air di daerah itu dengan menggunakan 3 pengulangan ditemukan memiliki kandungan mikroplastik mencapai 50 partikel yang didominasi oleh jenis fiber.
Rata-rata, kata Dwi, 101 partikel dengan mikroplastik fragmen yang mendominasi. Daerah Kamal-Bangkalan memiliki tingkat kelimpahan mikroplastik yang tinggi karena banyaknya sampah di sepanjang pesisir Kamal.
Dia menyampaikan, sampah-sampah itu berasal dari masyarakat sekitar dan buangan limbah industry. Termasuk sampah yang hanyut oleh air laut dan terdampar dipesisir Kamal. Di sisi lain, kelimpahan mikroplastik terendah pada daerah penelitian yakni di Socah–Bangkalan, Madura.
“Mikroplastik yang ditemukan pada sampel air di daerah ini dengan menggunakan 3 pengulangan memiliki kandungan mikroplastik mencapai 15 partikel yang didominasi oleh jenis fiber,” jelas Dwi.
Mikroplastik sedimen, kata dia, diuji dengan 3 kali pengulangan dan mendapatkan jumlah rata-rata 8 partikel dengan mikroplastik jenis fragmen yang mendominasi. Perbandingan kelimpahan tertinggi dan terendah pada lokasi penelitian dapat dilihat secara fisik air.
Daerah Kamal menurut dia memiliki fisik air yang keruh dengan banyak pencemaran. Sedangkan tingkat kekeruhan di wilayah Socah lebih rendah. Wilayah Socah menjadi lokasi penelitian dengan jumlah mikroplastik terendah juga dapat dikarenakan daerah tersebut tidak bersinggungan langsung dengan pemukiman atau industri dari Surabaya dan Gresik seperti daerah Kamal.
Selain itu, daerah pengambilan sampel pada lokasi Socah juga berdekatan dengan kawasan mangrove. “Sehingga sangat memungkinkan tingkat mikroplastik daerah tersebut rendah karena mikroplastik akan tersangkut oleh akar-akar mangrove,” paparnya.
Berdasarkan hasil penelitian, Perairan Selat Madura di pesisir Lamongan, Pesisir Gresik dan Pesisir Kamal, Madura ditemukan 15-50 partikel Mikroplastik dalam 100 liter air laut dan 8-101 partikel mikroplastik dalam 40 gram sedimen.
“Polutan mikroplastik di Pantai Socah dan Kamal berdasarkan sampel air dan sedimen yang diambil di dua lokasi tersebut jauh lebih tinggi dibanding Lamongan dan Gresik,” pungkasnya.
Penelitian Mikroplastik Pada Perairan dan Sedimen Menggunakan Metode Kering
Metode penelitian yang dilakukan Komunitas OPTIK UTM tentang mikroplastik pada perairan maupun sedimen di Selat Madura menggunakan metode kering. Yaitu dengan cara mengambil sampel air 100 liter dan disaring menggunakan saringan mesh ukuran T165.
Pada metode pengambilan data sedimen basah, diperlukan minimal 100 gr untuk mendapatkan sedimen kering 40 gr. Pengeringan sampel sedimen basah dilakukan menggunakan oven dengan suhu 100° celcius hingga kering.
Proses analisis mikroplastik yang pertama dilakukan penambahan larutan campuran H2SO4 dan H2O2 30% dengan perbandingan 3:1. Selanjutnya sampel diinkubasi selama 24 jam lalu sampel di stim bath selama 2 jam.
Setelah proses stim bath sampel disaring menggunakan saringan mesh ukuran T165 dan hasil saringan tersebut dibilas menggunakan natrium klorida (NaCl) jenuh hingga larut. Sampel yang dirasa terlalu keruh dapat di sentrifuge dengan kecepatan 3.000 rpm selama 15 menit, dan diidentifikasi dengan mikroskop yang dihubungkan dengan kamera DX230 dengan skala 1:40.
Mahasiswa Kelautan UTM Minta Pemerintah Kendalikan Sampah Plastik di Sungai dan Pesisir
Berdasarkan temuan itu, Komunitas OPTIK UTM khawatir terkait dampak lingkungan dan kesehatan akibat pencemaran mikroplastik. Jika tidak mendapat perhatian serius, lanjut Dwi, akan mengancam sumber perikanan bagi warga Jatim. Termasuk di Madura.
Oleh karena itu, pihaknya meminta agar pemerintah daerah membuat Perda larangan atau pengurangan penggunaan plastik sekali pakai. Tujuannya, untuk mengendalikan timbulnya sampah plastik di sungai dan pesisir. Kemudian meningkatkan koordinasi antar pemerintah daerah yang dilewati sungai dengan pemerintah kabupaten perihal pencemaran dan sampah di laut. Termasuk meningkatkan pengelolaan sampah.
Pihaknya juga meminta agar pemerintah terkait melakukan penelitian lebih lanjut terhadap distribusi mikroplastik yang ada di laut, sedimen maupun biota-biotanya. Mengingat seafood merupakan salah satu komoditas utama daerah Pesisir Utara Jatim dan Selat Madura.
Selain itu, pemerintah juga harus menjaga kualitas hasil laut dan perairan pada wilayah pesisir Utara Jatim dan Selat Madura dengan menetapkan zona tangkap aman dari mikroplastik.
Komunitas OPTIK Prodi Kelautan UTM juga mengajak masyarakat untuk lebih peduli dan sadar terhadap lingkungan dengan cara tidak membuang sampah dan limbah cair ke perairan sungai dan laut. Serta mengurangi pemakaian plastik sekali pakai seperti tas kresek, botol plastik air minum dalam kemasan, styrofoam, sedotan, sachet, popok dan pembalut sekali pakai.
“Laut bukanlah tempat sampah. Tetapi adalah habitat bagi banyak ikan dan biota laut,” tutup Dwi. (BAD/MH)
Jayalah UTM jaga pulau madura dari polusi plastik