Mediasi Sebagai Jalan Penyelesaian Sengketa Hak Asuh Anak

Nor Faisal
Nor Faisal
Oleh: Nor Faisal*

maduraindepth.com – Jika ditelusuri secara komprehensif, mediasi atau menyelesaikan persengkataan malalui jalur perdamaian sejatinya telah semenjak dahulu telah dilaklukan di indonesia. Pada umumnya, penyelesaian sengkata dilakukan dan diketuai oleh kepala adat/suku sebagai tokoh dan figur yang berperan dalam kelompok tersebut, dan dianggap mampu dan bisa menyelesaikan sengketa di internal warganya merupakan fakta sejarah (the fact history) yang tidak bisa dipungkiri. Disamping secara adat Islam juga diajarkan pula hal ihwal bagaimana cara yang dilakukan dalam melakukan perdamaian.

Dalam ajaran Islam dikenal dengan istilah al-shulh atau dalam istilah fiqih disebut sebagai al-Aqdu/perjanjian yang dilakukan dalam upaya mencari solusi dari persoalan atau persengkataan yang muncul dari 2 atau lebih pihak. Hal tersebut dilakukan dalam rangka mencari solusi dengan didasarkan pada prinsip kesuka relaan dan dilakukan dengan syarat adanya ijab dab qobul dari pihak-pihak yang bersengketa. Begitupun perdamaian dalam tradisi china di Indonesia dikenal dengan istilah Confucius yang menekankan pada aspek keharmonisan antara seorang individu dengan individu yang lain serta seorang individu dengan alam atau lingkungannya. Artinya, dalam prespektif kelompok confucian bahwa menyelesaikan sengketa di luar Pengadilan dianggap lebih baik dalam konteks kekeluaragaan dari pada melalui jalur pengadilan sebab bagi mereka jalur pengadilan cenderung dilkaukan oleh orang jahat atau nakal.

Baca juga:  Kepanikan Masyarakat Terhadap Covid-19

Adapun bagi seorang anak yang masih dibawah umur 12 tahun (belum tamyiz), hak asuhnya diberikan kepada seorang ibu, sebagaimana dijelskan dalam KHI, namun hak tersebut bisa diminta (dialihkan) kepada seorang ayah (mantan suami) melalui mediasi oleh seorang hakim maupun oleh seorang mediator non-hakim di luar pengadilan. Hal itu dilakukan dalam rangka penyelesaian suatu perkara (hak) yang disengketakan oleh pihak yang bersangkutan. Dalam implimentasinya, pihak yang bersengketa diberi keleluasaan untuk menentukan seorang mediator yang menengahi persengketaan tersebut.

Peraturan Mahkamah Agung No. 16 Tahun 2016 adalah peraturan internal yang dibuat dan diberlakukan untuk secara intern di setiap Badan Peradilan di bawah naungan Mahkamah Agung, baik Peradilan Umum maupun Peradilan Agama yang berkaitan dengan proses mediasi terhadap perkara yang disengketakan oleh para pihak.

Dalam Perma tersebut diatur secara detail tentang proses mediasi, termasuk di dalamnya limit waktu yang diberikan kepada para pihak yang bersengketa agar benar-benar memanfaatkan mediasi sebagai jalan tengah (middle process) yang disertai iktikad baik dari masing-masing pihak yang berperkara guna mencapai kesepakatan bersama yang saling menguntungkan tidak hanya bagi para pihak, tetapi juga untuk progresifitas hak asuh anak (hadhanah) yang berdampak terhadap masa depan anak di kemudian hari. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner auto