Kuasa Hukum Nenek Bahriyah Klaim Kantongi Bukti Lengkap, Kasus Sengketa Tanah – Bagian 1

sengketa tanah gladak anyar pamekasan nenek bahriyah
Kuasa Hukum Nenek Bahriyah, Ach Supyadi. (Foto: IST)

maduraindepth.com – Kasus sengketa tanah antara Nenek Bahriyah asal Kabupaten Pamekasan dengan keponakannya, Sri Suhartatik, terus bergulir di meja hijau. Kedua perempuan tersebut, merupakan warga Kelurahan Gladak Anyar, Kecamatan/Kabupaten Pamekasan.

Kasus ini, sudah berlangsung cukup lama. Hanya, sampai sekarang belum terselesaikan. Bahkan, berdasar informasi yang dihimpun maduraindepth.com, masalah tersebut diseret menjadi dua kasus hukum. Yaitu, perkara pidana dan perdata.

Terkait kasus perkara pidana, berkaitan tentang dugaan pemalsuan surat tanah. Laporan tersebut, dilayangkan oleh Sri Suhartatik alias Titik ke Polres Pamekasan, pada tanggal 30 Agustus 2022. Sedangkan, terlapor dalam kasus ini adalah Bahriyah.

Atas kasus perkara pidana ini, Polres Pamekasan sudah menetapkan Bahriyah sebagai tersangka. Namun, sampai sekarang, kasus pidana belum bisa dilanjutkan alias ditangguhkan.

Hal itu, dikarenakan tersangka Bahriyah mengajukan gugatan perkara perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Pamekasan tanggal 5 Januari 2024. Dalam perkara ini, Bahriyah menggugat Sri Suhartatik atas dugaan perbuatan melawan hukum (PMH).

Kuasa Hukum Nenek Bahriyah, Ach. Supyadi mengungkapkan, bidang tanah di Kelurahan Gladak Anyar, Pamekasan yang menjadi sengketa adalah hak milik kliennya. Hal tersebut, dikuatkan dengan berbagai dokumen yang menjadi dasar sekaligus bukti dalam proses penerbitan sertifikar hak milik (SHM) atas nama Bahriyah.

“SHM milik klien saya, jelas dasarnya. Tanah itu, dihibahkan atau diwariskan oleh Pak Butum kepada Nenek Bahriyah sebagai anaknya,” ungkapnya.

Kuasa Hukum Membeberkan Dokumen Dasar Kepemilikan Tanah Nenek Bahriyah

Kasus sengketa tanah yang melibatkan Nenek Bahriyah dan Sri Suhartatik sudah bergulir hampir dua tahun. Sampai sekarang, proses hukum atas kasus tersebut sedang berjalan sidang pembuktian perkara perdata di PN Pamekasan.

Ach. Supyadi sebagai kuasa hukum Nenek Bahriyah membeberkan berbagai dokumen yang menjadi dasar dalam proses penerbitan SHM milik kliennya. Bahkan, sejumlah dokumen itu dijadikan barang bukti dalam proses persidangan perkara perdata di PN Pamekasan.

Baca juga:  Pemkab Pamekasan Sediakan Mobil Operasional UMKM Bagi Masyarakat

Dijelaskan, pemilik asal atas tanah yang sedang disengketakan itu adalah Pak Butum. Hal tersebut, dibuktikan dengan dokumen Letter C, nomor 1371, atas nama Pak Butum. Kemudian, tanah itu dihibahkan kepada Ibu Hasyim bin Pak Butum alias Bahriyah.

Pengalihan hak milik atas tanah waris ini, kata Supyadi, juga memiliki dasar kuat. Yakni merujuk pada Letter C, nomor 2208, atas nama Ibu Bahriyah bin Pak Butum. Dokumen tersebut, tertanggal 17 Juli 1975.

“Dalam Leter C, nomor 2208, ada keterangan hasil hibah dari Leter C, nomor 1371. Jadi, datanya sinkron,” kata Supyadi.

Selain merujuk pada dua dokumen yang disebutkan, juga ada surat ketetapan iuran pembangunan daerah (Ipeda) dari Letter C, nomor 2208. Dalam dokumen Ipeda ini, pemilik Letter C, nomor 2208, tercantum atas nama Ibu Hasyim bin Pak Butum. Bahkan, dilengkapi dengan keterangan hibah dari Letter C, nomor 1371, atas nama Pak Butum, pada tahun 1975.

“Ibu Hasyim bin Pak Butum dengan Bahriyah, adalah orang yang sama. Itu sudah ada surat pernyataannya. Jadi, Bahriyah ini memiliki anak pertama bernama Hasyim, makanya disebut Ibu Hasyim,” jelasnya.

Mengenai data Letter C atas tanah yang terletak di Kelurahan Gladak Anyar itu, lanjut Supyadi, mulai tahun 1975 tidak pernah terjadi perubahan. Yaitu selalu dikuasai atau dimiliki oleh kliennya, Bahriyah.

“Sudah ada keterangan dari Lurah. Termasuk juga, surat penguasaan fisik tanah yang dikuatkan dengan tanda tangan mengetahui ketua RT dan Ketua RW. Batas tanahnya juga jelas,” ujarnya.

Nenek Bahriyah Mengajukan Penerbitan SHM Tahun 2016

Nenek Bahriyah melalui Kuasa hukumnya, Ach. Supyadi, mengkalim sudah menerima hibah tanah dari Pak Butum pada tahun 1975. Namun demikian, Bahriyah baru mengajukan penerbitan SHM pada Januari 2016.

Baca juga:  Korban Penipuan Uang Senilai 8 Miliar Blokade Bank BRI Cabang Pamekasan

Kemudian, permohonan penerbitan SHM itu, baru masuk daftar isian di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pamekasan, pada tanggal 17 Mei 2016. Selanjutnya, SHM nomor 2988 atas nama Bahriyah resmi diterbitkan tanggal 28 Februari 2017.

“Keterangan dalam SHM itu, bahwa asal muasal tanah adalah dari Leter C, nomor 2208,” sebut Supyadi sambil menunjukkan SHM atas nama Bahriyah.

Tidak disangka, kliennya dikejutkan dengan munculnya SHM nomor 1817, atas nama Fathollah Anwar yang diterbitkan pada tahun 1999. Sebab, dasar penerbitan SHM tersebut juga merujuk pada Letter C, nomor 2208, yang diketahui atas nama Ibu Hasyim bin Pak Butum alias Bahriyah.

“Padahal, sebelumnya tidak ada transaksi jual beli atau bahkan hibah. Namun, tiba-tiba dicatut dalam penerbitan SHM tersebut,” terangnya.

Sementara itu, surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) tahun 1975-2015, di objek tanah yang dimaksud, tercantum atas nama Bahriyah alias Ibu Hasyim. Sedangkan, SPPT tahun 2016-2019, berubah menjadi atas nama Titik alias Sri Suhartatik.

“Kebetulan, Titik ini yang memegang SHM atas nama Fathollah Anwar. Jadi, Titik ini adalah anak dari Fathollah Anwar,” jelasnya.

Kemudian, SPPT pada tahun 2020-2024, berubah kembali menjadi atas nama Bahriyah alias Ibu Hasyim. Atas kejadian ini, Supyadi menduga ada penyelewengan. Sebab, Fathollah Anwar dan Titik tidak pernah menguasai tanah secara fisik. Namun, tiba-tiba mengakui sebagai pemilik tanah.

Kata Supyadi, sebelumnya pihak Sri Suhartatik sempat menyebutkan bahwa Fathollah Anwar mendapatkan tanah yang sedang disengketakan itu dengan cara membeli. Sedangkan, dalam SHM tidak ada keterangan transaksi jual beli sama sekali.

Disampaikan, bahwa sebenarnya hubungan famili antara Fathollah Anwar dengan Bahriyah hanya sebatas ipar. Sebab, Fathollah Anwar menikahi Supatmi alias Hj. Qomariyah yang merupakan saudara kandung Nenek Bahriyah.

Baca juga:  Khofifah Sambut Baik Rencana Adopsi Teknologi Deteksi Ikan untuk Nelayan

“Kalau mau mengakui mendapatkan tanah itu dari hasil warisan, seharusnya atas nama Hj. Qomariyah, bukan Fathollah Anwar. Karena, yang merupakan anak Pak Butum adalah Nenek Bahriyah dan Hj. Qomariyah. Sekarang, Fathollah Anwar dan Hj. Qomariyah sudah meninggal,” ucapnya.

Kuasa Hukum Nenek Bahriyah Klaim Kantongi Bukti Kunci

Sebagai Kuasa hukum Nenek Bahriyah, Supyadi mengklaim sudah mengantongi bukti kunci dari BPN Pamekasan terkait kasus sengketa tanah tersebut. Bukti kunci yang dimaksud, berupa surat tugas pencarian warkah dasar penerbitan SHM nomor 1817, atas nama Fathollah Anwar dan SHM nomor 2988 atas nama Bahriyah.

Surat tugas yang dikeluarkan BPN Pamekasan itu, ditunjukkan langsung oleh Supyadi kepada maduraindepth.com. Pada surat tersebut, tercantum dua nama karyawan instansi setempat yang ditunjuk. Mereka adalah Mohammad Regan Imawan dan Mohammad Sasuddin.

Berdasar hasil berita acara pencarian warkah, dokumen penerbitan SHM nomor 1817 atas nama Fathollah Anwar tidak ditemukan. Sedangkan, warkah dokumen dasar penerbitan SHM nomor 2988 atas nama Bahriyah, sudah ditemukan.

“Dasarnya mengacu pada Leter C, nomor 2208, atas nama Ibu Hasyim bin Pak Butum dan Leter C, nomor 1371, atas nama Pak Butum,” sebut Supyadi sambil menunjukkan hasil berita acara pencarian warkah.

Menurutnya, proses hukum atas kasus sengketa tanah Nenek Bahriyah ini masih terus berlanjut. Hingga sekarang, sidang pembuktian surat tanah belum selesai. Meskipun begitu, Supyadi menilai bahwa tindakan yang dilakukan Fathollah Anwar atau anaknya, Sri Suhartatik, adalah upaya pengambilan hak atas tanah secara ilegal.

“Karena, sudah ada pengakuan hak yang menggunakan data orang lain. Sehingga diduga kuat, pemohon mengajukan penerbitan SHM namun tidak memakai data yang benar,” pungkasnya. (bus/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner auto