Curiga Ada Pengondisian, Rofi’ie Akui Tak Baca Surat Pernyataan dari Kejari Sumenep

Surat pernyataan kejari sumenep dugaan pemerasan oknum jaksa
Kuasa hukum terdakwa Zainol Hayat dari Pos Bakum PN Sumenep Jakfar Faruq Abdillah. (Foto: IST)

maduraindepth.com – Dugaan kasus pemerasan oleh oknum jaksa Kejari Sumenep terus bergulir. Teranyar, kejaksaan dicurigai melakukan pengondisian terhadap keluarga almarhum Zainol Hayat. Bahkan, dugaan pengondisian itu, juga menyeret nama Kepala Desa (Kades) Prenduan, Eko Wahyudi.

Diberitakan sebelumnya, perwakilan Kejari Sumenep menemui Moh Rofi’ie, ayah almarhum Zainol Hayat, pada Jumat (7/6). Dalam pertemuan yang berlangsung di Balai Desa Prenduan, Kecamatan Pragaan itu, Rofi’ie diminta menandatangani surat pernyataan bermeterai.

Sedangkan, isi dalam surat pernyataan yang dimaksud, tertulis bahwa tidak ada uang sama sekali yang mengalir ke Kejari Sumenep. Khususnya, mengenai uang hasil dugaan pemerasan oleh oknum jaksa bernama Hanis Aristya Hermawan.

“Isi dari surat pernyataan, uang itu ada di keluarga, di rumahnya. Tidak pernah sampai ke sini (Kejari, Red),” ungkap Kasi Intel Kejari Sumenep Moch Indra Subrata, saat dikonfirmasi awak media di kantornya, Senin (10/6).

Untuk mendalami informasi tersebut, maduraindepth.com mengkonfirmasi Moh Rofi’ie pada hari yang sama. Dia membenarkan, bahwa telah menandatangani surat pernyataan dari Kejari Sumenep. Hal tersebut, disaksikan langsung oleh Kades Prenduan Eko Wahyudi.

Menurut Rofi’ie, dia tidak membaca isi surat pernyataan yang ditandatangani. Saat itu, perwakilan dari Kejari Sumenep hanya bertanya, mengenai uang sebesar Rp 22 juta sudah dikembalikan atau tidak.

Baca juga:  Peringatan Hardiknas, Tampilkan Kualitas Pendidikan dan Budaya

“Hanya bertanya, uang itu dikembalikan atau tidak. Saya sudah memberitahukan bahwa uangnya dikembalikan,” tuturnya.

Sedangkan, mengenai alasan Rofi’ie tidak membaca terlebih dahulu terhadap isi surat pernyataan, dia mengaku karena sudah mempercayakan penuh soal kasus dugaan pemerasan tersebut kepada Kades Eko. Maka dari itu, dia tidak ingin lagi terlibat dalam proses kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Jaksa Hanis terhadap dirinya.

“Saya tidak membaca (Isi surat pernyataan, Red). Karena, sudah mempercayakan kepada Kades. Saya pasrah kepada Kades,” ucapnya.

Rofi’ie menyebut, jika ke depan terdapat tindak lanjut mengenai kasus dugaan pemerasan itu, dia meminta agar langsung mengkonfirmasi Kades Prenduan. Sedangkan, dia memilih untuk melupakan peristiwa yang terjadi demi ketenangan anaknya di dalam kubur.

“Mulai sekarang, jika ada apa-apa, silakan ke Kades. Sekarang, saya tidak mau apa-apa lagi. Jika ada sesuatu, langsung ke Kades,” katanya.

Terpenting, bagi Rofi’ie, uang sebesar Rp 22 juta yang sempat diserahkan kepada Jaksa Hanis, telah dikembalikan. Sekarang, uang tersebut sudah berada di tangan Rofi’ie dan disimpan di rumahnya.

“Saya juga sudah sampaikan seperti itu. (Uang sudah dikembalikan, Red),” ujarnya.

Mengenai persoalan itu, awak media berupaya mengkonfirmasi Kades Prenduan Eko Wahyudi. Tujuannya, untuk memastikan tentang dugaan keterlibatannya dalam proses penandatanganan surat pernyataan terkait kasus pemerasan oknum jaksa Kejari Sumenep.

Baca juga:  Rapat Lanjutan, WF dan Diskopindag Sosialisasikan Teknis Pelaksanaan Bazar

Hanya, yang bersangkutan tidak merespons saat dihubungi melalui sambungan telepon. Sementara itu, dia membalas pesan whatsApp dengan memberitahukan bahwa sedang dalam acara.

“Masih di kondangan, mas,” tulisnya, Selasa (11/6). Upaya menelpon Kades Eko kembali dilakukan satu jam kemudian. Namun, yang bersangkutan tidak memberikan jawaban.

Kuasa hukum terdakwa almarhum Zainol Hayat dari Pos Bantuan Hukum (Pos Bakum) Pengadilan Negeri (PN) Sumenep Jakfar Faruq Abdillah menyampaikan kecurigaannya terkait dugaan kasus pemerasan yang menyeret keluarga kliennya. Kata dia, dalam proses penandatanganan surat pernyataan yang dilakukan Rofi’ie, diduga terjadi pengondisian.

“Kalau memang penandatanganan itu tidak tahu jelas isinya, apalagi orang awam, bisa saja diduga pengondisian,” tegasnya.

Dalam prosedur notariat, lanjut dia, seharusnya melalui proses kenotariatan. Dengan artian, pihak yang bertanda tangan harus dipastikan mengerti dan paham terhadap maksud dan tujuan isi surat pernyataan yang akan ditandatangani.

“Bahkan, harus dihadiri para pihak yang ada sangkut pautnya dalam kasus tersebut. Kalau kepala desa, tidak masuk sebagai para pihak, lalu kenapa ikut cawe-cawe,” tegasnya.

Seharusnya, kata Fafuq, Kades Prenduan tidak ikut melibatkan diri dalam penyelesaian kasus ini. Apalagi, sampai meminta pihak keluarga untuk menandatangani surat pernyataan.

“Biarlah kejaksaan yang mengurus. Karena, fokus yang menjadi persoalan adalah kejaksaan. Kepala desa harus sadar, bahwa ini menyangkut tegaknya keadilan,” pungkasnya. (bus/*)

Baca juga:  Bea Materai Lama Masih Berlaku Satu Tahun, Ini Penjelasannya

Baca Berita Menarik Lainnya DI SINI atau Ikuti Kami di Saluran Whatsapp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *