Opini  

Mencetak Muslim Moderat Melalui Literasi Keislaman Dalam Dakwah Digital di Era Hoax

Dakwah Digital
Badrotin Nasuha. (Foto: AW/MI)
Oleh : Badrotin Nasuha*

maduraindepth.com – Indonesia adalah negara yang terlahir dari keberagaman agama, suku, ras dan Bahasa. Hal tersebut menjadi daya Tarik tersendiri. Dari perbedaan yang ada, negara ini mampu menyatukan segala bentuk perbedaan dengan asas Pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Toleransi sangat dijunjung tinggi demi terwujudnya negara yang damai tanpa perpecahan. Namun, dengan perkembangan zaman. Manusia semakin mudah dalam mengakses dan menerima informasi karena arus tekhnologi dan informasi yang tak mengenal jarak dan waktu.

Salah satu bukti dari perkembangan teknologi dan informasi adalah pesatnya media sosial di kalangan masyarakat. Dampak dari pesatnya teknologi dan informasi membuat manusia dituntut untuk melek media/teknologi khususnya kaum intelektual (Mahasiswa). Bentuk dari informasi yang ada bisa berupa informasi benar/fakta dan informasi salah/hoax.

Hoax adalah informasi yang bersifat salah atau bohong. Jenis informasi ini sangat berbahaya jika dikonsumsi, karena berakibat kesalahfahaman, konflik dan bahkan bisa menciptakan perpecahan.

Salah satu faktor masyarakat mudah termakan hoax adalah kurangnya pemahaman sedangkan penyebaran hoax terjadi karena mudahnya menyebar luaskan informasi tanpa dicek dan difilter terlebih dahulu.

Dalam hal ini Mahasiswa sebagai agent of change, control social dan of knowledge mampu memberikan pemahaman atau edukasi terhadap masyarakat supaya tidak mudah dalam menerima dan menyebarkan hoax.

Mahasiswa mampu menjadi da’i dalam menyuarakan kebenaran demi kesatuan bangsa. Maka pentingnya budaya literasi keagamaan (Islam) untuk generasi muda/muslim.

Baca juga:  Pendidikan di Tengah Pandemi Covid-19

Yang melatar belakangi penulis dalam menulis ini, karena maraknya penyebaran hoax di Indonesia khususnya dikalangan pemuda atau masyarakat biasa. Dengan literasi keislaman melalui dakwah digital bisa membangkitkan kesadaran sekaligus meminimalisir penyebaran hoax.

Sehingga masyarakat dapat menerapakan nilai-nilai keislaman dan menjadi manusia yang moderat dengan Islam Rahmatan lil alamin.

Menurut Purwo (2017). Literasi bukan hanya sekedar kegiatan membaca dan menulis, namun menuntut adanya keterampilan berpikir kritis dalam menilai sumber-sumber ilmu baik dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori yang diharapkan mampu mengembangkan sikap.

Seiring dengan perkembangan zaman, literasi bukan lagi bermakna tunggal melainkan mengandung beragam arti. Ada bermacam-macam literasi, salah satunya adalah literasi agama.

Kemudian menurut Diane L More (2017). Mendefinisikan literasi agama sebagai kemampuan untuk melihat dan menganalisis titik temu antara agama dan kehidupan sosial, politik, dan budaya dari beragam sudut pandang.

Orang yang melek agama akan memiliki pemahaman dasar mengenai sejarah teks-teks sentral, kepercayaan serta praktik tradisi keagamaan yang lahir dalam konteks sosial historis dan budaya tertentu. (Cucu Nurzakiyah, 2018).

Menurut Kirsch & Jungeblut dalam buku Literacy: Profile of America’s Young Adult mendefinisikan literasi sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan informasi untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Hal tersebut dapat menjadikan seseorang menjadi literat yang dibutuhkan bangsa agar Indonesia dapat bangkit dari keterpurukan bahkan bersaing dan hidup sejajar dengan bangsa lain.

Baca juga:  Video Viral Mobil di Sampang Tabrak Tiang Listrik Akibat Adu Tembak Ternyata Bohong

Menurut Wells (dalam Heryati, dkk (2010, hlm. 46) terdapat empat tingkatan literasi, yaitu performative, functional, informational, dan epistemic. Literasi tingkatan pertama adalah sekadar mampu membaca dan menulis.

Literasi tingkatan kedua adalah menunjukkan kemampuan menggunakan bahasa untuk keperluan hidup atau skill for survival (seperti membaca manual, mengisi formulir, dsb). Literasi tingkatan ketiga adalah menunjukkan kemampuan untuk mengakses pengetahuan. Literasi tingkatan keempat menunjukkan kemampuan mentransformasikan pengetahuan. (Putri Oviolanda Irianto dan Lifia Yola Febrianti: 2017)

Sedangkan dakwah merupakan seruan atau ajakan kepada keinsafan atau usaha mengubah situasi, kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Secara harfiah dakwah merupakan masdar dari fi’il (kata kerja) da’a dengan arti ajakan, seruan, panggilan, undangan.

Menurut Pendapat Syeikh Ali Makhfuz dalam kitabnya Hidayat al Mursyidin, bahwa dakwah mendorong manusia agar memperbuat kebaikan dan menurut petunjuk, menyeru mereka berbuat kebajikan dan melarang mereka dari perbuatan mungkar, agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Sedangkan Menurut Muhammad Nasir, dakwah adalah usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini, yang meliputi amar ma’ruf nahi munkar, dengan berbagai macam media dan cara yang diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannya dalam perikehidupan perseorangan, berumah tangga (usrah), bermasyarakat dan bernegara. (Nur Ahmad: 2014)

Baca juga:  3 Tahun Kepemimpinan, Kerja Ikhlas atau Kerja Terbatas?

Seiring berkembanganya zaman media untuk dijadikan dakwah adalah media digital yang melibatkan internet atau teknologi dalam berdakwah. Kerena masyarakat khususnya generasi muda tidak lepas dari konsumsi media.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa hoax paling banyak menyebar melalui media sosial. Satu sisi media sosial dapat meningkatkan hubungan pertemanan yang lebih erat, wadah bisnis online, dan lain sebagainya. Sisi lainnya media sosial sering menjadi pemicu beragam masalah seperti maraknya penyebaran hoax, ujaran kebencian, hasutan, caci maki, adu domba dan lainnnya yang bisa mengakibatkan perpecahan bangsa.

Sebagai muslim yang moderat sepantutnya di zaman sekarang ini mampu menjadi penyaring kebenaran dari sebuah informasi serta tidak mudah mengikuti tren yang sekiranya tidak searah dengan ajaran agama islam. Untuk masa sekarang masyarakat khususnya pemuda diberi peluang besar oleh perkembangan teknologi untuk bagaimana mampu menyuarakan kebenaran atau mengajak orang lain untuk berbuat baik. Contoh yang paling sederhana yakni, berdakwah lewat content video, film atau bahkan tulisan yang bisa langsung dipublish ke media sosial yang sifatnya cepat tersampaikan dan pengaruhnya sangat besar.

*) Mahasiswi IAIN Madura dan Ketua Ikatan Mahasiswa Mandangin (IMADA).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner auto