Opini  

Keterbukaan Informasi di Era Apip Ginanjar

Keterbukaan Informasi Pamekasan
Penulis merupakan pegiat literasi media dan Koordinator Forum Kajian Masyarakat Pers Pamekasan sekaligus Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pamekasan. (FOTO: RUK/MI)
Oleh: Abd Aziz*

maduraindepth.com – Iklim pers sehat dan keterbukaan informasi antara masyarakat pers dengan institusi lembaga negara di Mapolres Pamekasan, Madura, Jawa Timur, yang selama ini telah terbangun dengan baik. Kini terancam mulai “runtuh” dibawah kepemimpinan Kapolres Pamekasan Apip Ginanjar.

Hal ini, karena pemimpin institusi ini sangat tertutup bagi insan pers, terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah yang menyangkut penyelesaian sangka publik, yang solusi penyelesaiannya memang dibutuhkan oleh publik.

Dua kasus terbaru yang menyita perhatian publik, akan tetapi pimpinan institusi ini tetap memilih “bungkam”, dan seolah membiarkan kasus berkembang dengan liar di ranah publik, baik di khususnya di media massa maupun media sosial adalah kasus laporan penghinaan terhadap Ketua NU Pamekasan oleh pemilik akun facebook Muhammad Izzul dan penggerudukan rumah orang tua Menko Polhukam di Jalan Dirgahayu Pamekasan.

Dari beberapa pemberitaan media massa yang dilaporkan oleh kalangan insan pers yang bertugas melakukan liputan jurnalistik, baik media massa cetak, elektronik (televisi dan radio) maupun media massa daring menyebutkan “bungkam” dalam artian tidak bersedia dikonfirmasi, tidak menjawab konfirmasi (baik melalui saluran telepon seluler ataupun menemui secara langsung), dan selalu menghindar dari upaya mengkonfirmasi yang bersangkutan oleh para wartawan. Mereka tidak hanya memberitakan melalui medianya masing-masing, akan tetapi juga membuat status yang isinya antara lain bertuliskan, “Jurnalis Kabupaten Pamekasan Mengucapkan Berduka Cita Atas Bungkamnya Kapolres Pamekasan”.

Apa yang dilakukan Apip Ginanjar tentu merupakan hak semua orang. Hak sebagai narasumber untuk tidak menjelaskan tentang bagaimana proses penanganan kasus yang telah, dan akan dilakukan. Akan tetapi, setiap kebijakan tentu memiliki konsekuensi tersendiri. Dalam konteks ‘tidak bersedia memberikan konfirmasi’ tentu merupakan hal lumrah.

Akan tetapi dalam konteks bagaimana peran insan pers dalam melakukan tugas-tugas jurnalisk yang sesuai dengan kode etik dan berpegangan pada missi baik, yakni membangun ruang publik melalui informasi seimbang, menyelaraskan kepentingan antarberbagai pihak yang berseteru, tentu juga menemui jalan buntu, ketika pemangku kebijakan abai bahkan tidak mendukung akan hal itu. Dengan kata lain, apa yang telah dilakukan Kapolres Pamekasan AKBP Apip Ginanjar tentu berimplikasi pada terciptanya persepsi publik yang tidak baik, apalagi jika mengaitkan dengan beberapa kejadian pemberitaan media massa sebelumnya yang juga ‘kabur’ alias tanpa konfirmasi.

Setidaknya ada beberapa hal yang bisa menjadi catatan penting terkait kasus bungkamnya Kapolres AKBP Apip Ginanjar dalam kasus penggerudukan rumah orang tua Menko Polhukam oleh sekelompok massa pada 1 Desember 2020 itu. Pertama, mengesankan institusi Polres Pamekasan membiarkan hal itu terjadi. Alasannya, karena sebelum mendatangi rumah orang tua Mahfud MD massa terlebih dahulu mendatangi Mapolres Pamekasan menuntut agar pimpinan FPI Rizieq Syihab di Jakarta tidak diperiksa. Aparat, yang bertugas di bagian khusus pemantau kegiatan masyarakat, seperti Intelkam Polres Pamekasan tentu gerakan yang melibatkan banyak massa terus dipantau. Maka, diamnya Kapolres Apip Ginanjar, telah mempersepsi bahwa polres sebenarnya sudah mengetahui, akan tetapi dibiarkan.

Baca juga:  Akibat Pandemi, Pelaksanaan Pilkades Serentak 2021 di Pamekasan Belum Pasti

Kedua, dengan cara bungkam, seolah memberikan sinyal bahwa institusi polres kecolongan. Polda Jatim dalam rilis di Surabaya memang mengklaim, tidak kecolongan, tapi pernyataan pers itu tidak membuktikan unsur-unsur pendukung yang bisa merasionalkan bahwa Polres Pamekasan tidak kecolongan, semisal dokumen yang bisa ditunjukkan kepada media saat konferensi pers, atau berita di salah satu media yang wartawannya saat berada di lapangan ketika penggerudukan itu terjadi, termasuk situs Polres Pamekasan di laman: polrespamekasan.org hingga 2 hari setelah kejadian, tak ada informasi yang menjelaskan bahwa polisi telah mengantisipasi aksi penggerrudukan massa ke rumah orang tua Menko Polhukam di Pamekasan itu.

Ketiga, sikap bungkam Kapolres Pamekasan atas kasus penggerudukan rumah orang tua Mahfud MD pada 1 Desember 2020 itu, seolah pimpinan institusi polisi di Kabupaten Pamekasan ini cuek pada adab dan etika warga Madura yang menghormati pada orang tua, dimana masyarakat Madura hingga kini masih berpegang teguh pada ‘bhapa’ babhuk, guru, ratho,”.

Keempat, sikap diam kapolres Pamekasan terkait kasus ini, menimbulkan persepsi korelatif pada publik dengan kasus-kasus sebelumnya yang ditangani dan dilaporkan masyarakat ke institusi ini, tapi hingga kini belum tuntas. Antara lain, kasus kekerasan pada wartawan, laporan kasus penghinaan pada ketua NU di media sosial dan beberapa kasus lainnya. Kelima, dengan memilih bungkam ini, kapolres sejatinya sama dengan menciderai sistem demokrasi kita, yang menempatkan pers sebagai pilar keempat. Sebab, dengan cara itu, maka bangunan iklim komunikasi tersumbat, dan pada akhirnya berpotensi menimbulkan cara pandang dan persepsi publik yang kurang baik.

Padahal, cita ideal institusi negara tidak seperti yang diterapkan institusi Polres Pamekasan dibawah kepemimpinan AKBP Apip Ginanjar saat ini, yakni cenderung mengabaikan peran pers sebagai pilar keempat dalam sistem demokrasi. “Pers Sehat, Negara Kuat” sebagaimana menjadi tema Hari Pers Nasional 2020 dan melalui tema ini negara mencoba mengintegrasi berbagai kepentingan dan program baik kerakyatan melalui empat pilar negara demokrasi (eksekutif, legislatif, yudikatif dan pers), barangkali telah terlupakan oleh Kapolres Apip Ginanjar.

Keterbukaan Informasi

Kabupaten Pamekasan merupakan salah satu kabupaten di Pulau Madura yang terus berupaya membangun keterbukaan informasi sebagai bentuk implementasi dari upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang terbuka, peningkatan pelayanan dan aplikasi sistemik dari sistem bernegara yang menjadikan demokrasi sebagai acuan. Dalam sistem negara yang menganut demokrasi, pers menjadi satu kesatuan dan merupakan unsur penopang pokok dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Upaya membangun keterbukaan informasi publik di Pamekasan dimulai pada tahun 2015, dan pada Desember 2016 membuahkan hasil, tepatnya pada ajang Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Award 2016, yakni sebuah acara yang menjadi ajang bergengsi di tingkat Provinsi Jawa Timur untuk memberikan apresiasi pada PPID yang telah memberikan pelayanan informasi terbaik. Kabupaten Pamekasan termasuk yang berhasil meraih Penghargaan dalam hal Sistem Layanan Informasi Publik Terbaik Kabupaten/Kota kategori B bersama Kota Surabaya, Kabupaten Banyuwangi, dan Kota Blitar.

Baca juga:  Program WUB di Pamekasan Ditingkatkan, Dinas Koperasi : Tambahan Sekitar Rp 10 Miliar

Program keterbukaan informasi yang dicanangkan pemerintah yang mengacu pada UU Nomor 8 Tahun 2008 tersebut menurut Wakil Gubernur Syaifullah Yusuf kala itu, sebagai bentuk tuntutan guna memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pemerintah di era reformasi, yakni good governance dan open government. Good governance berarti menutut pemerintah untuk memberikan pelayanan publik secara profesional, dapat dipertanggungjawabkan, transparan dan partisipatif. Sementara open government, pemerintah dituntut untuk terbuka dan tidak menutupi apa yang dilakukan dan ini digambarkan bahwa proses pemerintahan ibaratnya sebuah akuarium dimana saat ini masyarakat bisa melihat langsung.

Sejumlah elemen masyarakat, termasuk organisasi profesi wartawan yang tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pamekasan mendukung program baik pemerintah dalam hal keterbukaan informasi publik, dengan cara memberikan penghargaan pada sejumlah institusi yang dinilai bagus dalam penyelenggaraan keterbukaan informasi. Selain karena sejalan dengan cita ideal sistem pers di era reformasi sebagai diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, juga sesuai dengan program ‘masyarakat melek media’ yang menjadi program utama organisasi PWI Pamekasan, sehingga menjadi pemicu gerakan dalam melaksanakan program.

Pada peringatan Hari Pers Nasional 2017, organisasi profesi wartawan ini memberikan penghargaan kepada 12 instansi/badan/organisasi di Pamekasan yang dinilai bagus dalam hal mendukung kebijakan program negara terkait keterbukaan informasi, pola komunikasi baik dan mendorong terciptanya iklim pers sehat. Ke 12 lembaga itu masing-masing, 1). Katagori Lembaga Pemerintah Respon Cepat Informasi Wartawan oleh BPBD Kabupaten Pamekasan, 2). Katagori Lembaga Pemerintah Informan Cepat Kepada Wartawan: Kodim 0826 Pamekasan, 3). Katagori Lembaga Pemerintah Paling Komunikatif: Polres Pamekasan, 4). Katagori Pengabdi Terdidik Membangun Desa: Desa Potoan Daya Kecamatan Palengaan, 5). Katagori Desa Dengan Pengelolaan Keuangan Terbaik: Desa Waru Barat Kecamatan Waru, 6). Katagori Desa Terinovatif Meningkatkan Perekonomian Desa : Desa Bajang Kecamatan Pakong, 7). Katagori Perusahaan Olahraga Penggerak Ekonomi Pamekasan : Madura United FC, 8). Katagori Perusahaan Pelopor Jasa Layanan Profesional Berjejaring Nasional : Front One Hotel, 9). Katagori perusahaan pelopor jasa hiburan keluarga : Edu Wisata Selamat Pagi Madura, 10). Katagori Organisasi Olahraga Penggerak Ekonomi Pamekasan: Ikatan Motor Pamekasan, 11). Katagori Perusahaan Media Peduli Aksi Sosial: Radio Karimata FM, dan 12). Katagori Lembaga Pendidikan Teraktif Mengenalkan Pamekasan Melalui Prestasi Akademik: MTsN Sumber Bungur Kecamatan Pakong.

Polres Pamekasan berhasil meraih penghargaan, karena institusi itu dinilai sudah bisa berbenah melakukan perubahan, dari sebelumnya semi tertutup, menjadi institusi yang lebih terbuka. Institusi Polres Pamekasan dibawah kepemimpinan Kapolres AKBP Nuwo Hadi Nugroho kala itu, mampu merubah wajah institusi lebih terbuka, komunikatif dan dalam realitanya, memang disuka oleh hampir semua elemen masyarakat. Tak ada berita yang tak terkonfirmasi, dan semua media dilayani dengan baik, meski pada suatu saat hanya menjelaskan, bahwa “Kasus ini telah ditangani Mabes Polri”, kata Kapolres Nuwo kala itu saat mengkonfirmasi wartawan dan menjelaskan tentang adanya pembakaran orang di salah satu kecamatan di wilayah tersebut.

Baca juga:  Bupati Baddrut Tamam Lepas 300 Santriwati Berangkat ke Al-Amien

Humas sebagai bagian dari institusi Poles Pamekasan diperankan secara aktif, dan didorong untuk melakukan komunikasi aktif dengan semua elemen masyarakat, baik dengan kalangan insan pers, maupun dengan pihak-pihak lainnya. Komunikasi aktif, transparan, tidak pernah ‘bungkam’ serta mendukung program ‘masyarakat melek media’ itulah yang mendorong PWI memberikan penghargaan sebagai lembaga pemerintah paling komunikatif.

Keterbukaan di Era Apip Ginanjar

Seiring dengan berjalannya kepemimpinan di Mapolres Pamekasan berubah. AKBP Nuwo Hadi Nugroho tidak lagi memimpin Pamekasan dan diganti dengan AKBP Teguh Wibowo, lalu AKBP Djoko Lestari, hingga AKBP Apip Ginanjar.

Di bawah kemimpinan Teguh Wibowo, dan Djoko Lestari, pola komunikasi yang terbangun sangat baik, dan dua pemimpin ini mampu mewarisi kebijakan baik seniornya AKBP Nuwo Hadi Nugroho dengan baik pula, terutama dalam hal keterbukaan informasi publik, dan upaya mewujudkan iklim informasi yang sehat. Nyarin tak ada konfirmasi yang terabaikan dari kalangan insan pers saat keduanya masih menjalan sebagai Kapolres Pamekasan. Sub Bagian Humas difungsikan secara optimal, mengkomunikasikan kepentingan informasi publik.

Akan tetapi dibawah kepemimpinan AKBP Apip Ginanjar, upaya institusi penegak hukum dalam mewujudkan keterbukaan informasi publik berbanding terbalik. Berbagai kejadian penting yang menjadi perhatian publik dibiarkan menggelinding di media massa dan media sosial tanpa penjelasan yang lengkap, sehingga berpotensi memicu informasi yang beredar di ruang publik semakin buruk, dan menimbulkan multi tafsir.

Memang, kebijakan antar masing-masing pimpinan tidak bisa sama. Nuwo Hadi Nugroho, Teguh Wibowo, Djoko Lestari hingga Apip Ginanjar memang memiliki karakter kepemimpinan dan cara memimpin yang berbeda pula. Nuwo tentu buka Apip, buka Djoko dan bukan Teguh. Tetapi sejatinya yang substansial bukan pada polanya, akan tetapi pada keajekan dalam mengawal iklim informasi yang terbuka, kaitannya dengan pers sebagai pilar keempat dalam sistem negara demokrasi sebagaimana memang sudah menjadi komitmen negara ini.

Oleh karenanya wajar apabila sebagian masyarakat pers di Pamekasan menganggap bahwa kepemimpinan AKBP Apip Ginanjar justru telah menggoyahkan, bahkan cenderung memperburuk upaya mewujudkan iklim atau tatanan “pers sehat” melalui informasi yang transparan, berimbang dan mencerahkan, yang selama ini telah terbangun di kabupaten ini. (*)

*Penulis adalah pegiat literasi media dan Koordinator Forum Kajian Masyarakat Pers Pamekasan sekaligus Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pamekasan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner auto