Opini  

NU Sebagai Benteng NKRI

NU Benteng NKRI
Idris Amir, alumni pesantren Tebuireng Jombang
Oleh: Idris Amir*

maduraindepth.com – Hampir satu abad Indonesia berdiri tegak dan kokoh sebagai bangsa dan negara yg berdaulat dari Sabang sampai Merauke. Sebuah perjalanan perjuangan sangat panjang untuk mendapatkan hak kedaulatan tersebut.

Terlepas masih dipengaruhi oleh kondisi prahara politik dari masa ke masa, nyatanya sampai hari ini bangsa masih utuh walau harus mengalami pasang surut krisis politik setiap dekade. NU didirikan Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari sebagai organisasi keagamaan yang manhaj dan harokahnya adalah membumikan ajaran Ahlussunah Waljamaah Annahdliyah di bumi Pertiwi ini.

Jauh sebelum negara ini dibentuk dengan tujuan untuk memperjuangkan hak-hak bangsa demi kemerdekaan Indonesia, seutuhnya dengan gerakan politik beliau pada waktu itu. Pada dasarnya ulama dalam memperjuangkan Islam dengan mendirikan pesantren sebagai wadah untuk mengajarkan disiplin keilmuan agama Islam, agar tercapai cita-cita luhur agama dan bangsa sebagai manifestasi Islam Rahmatan lil ‘Alamin.

NU didirikan jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, tepat pada tanggal 31 Januari 1926 M, bertepatan dengan tanggal 16 Rajab 1344 H di Surabaya. Latar belakang berdirinya NU dilihat dari sisi ekonomi adalah dengan dibentuk nya Nahdlatuttujjar (kebangkitan para pedagang), maksudnya kebangkitan para pelaku ekonomi pada waktu, di mana penjajah Belanda hanya mementingkan dirinya sendiri, dengan menghancurkan pelaku ekonomi pribumi. Ini berdiri pada tahun 1918. Kemudian Taswirul Afkar bergerak di bidang pendidikan dan budaya berdiri tahun 1922, dan selanjutnya Nahdlatul Waton di bidang politik melalui pendidikan berdiri tahun 1924.

Baca juga:  Pendidikan di Tengah Pandemi Covid-19

Jauh sebelum merdeka, nama dan pondasinya dipersiapkan oleh ulama Nusantara termasuk Aceh pada tahun 1873 dengan nama Indonesia bukan dengan Negara Khilafah. Bahkan Salim Aljufri telah bermimpi benderanya dengan berwarna merah putih agar supaya punya kesinambungan dengan kerajaan-kerajaan sebelumnya seperti Majapahit, Sriwijaya dan kerajaan lainnya.

Kemudian perjuangan ini dilanjutkan oleh Syekh Nawawi Banten dan Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari yang puncaknya pada tanggal 22 Oktober 1945 dengan melawan Inggris di Surabaya yang dikenal dengan istilah resolusi jihad.

NU lahir dengan ciri khas Nusantaranya. Dengan istilah tawasuth (moderat) tawazun (berimbang) ta’adul (berimbang) dan tasamuh (toleran).

Kemerdekaan bangsa ini menjadi bukti nyata bahwa ulama mempunyai peran besar untuk pembebasan bangsa ini dari para kolonial penjajah Belanda, dengan didukung oleh strategi para ulama dengan rangkaian kegiatan yang dilakukan. Semisal riyadoh pembacaan hizib dan semacamnya. Dengan demikian tidak dibenarkan jika keabsahan negara ini dikatakan sebagai negara taghut bagi yang ingin mendirikan negara khilafah.

Kita tahu bagaimana nasib negara yang mendirikan khilafah sekarang ini seperti Afganistan, Syuriah, Irak dan negara Arab lainnya. Mereka hanya dihantui oleh rasa takut akibat dari konflik politik yang berakhir pertumpahan darah sesama bangsanya. Sungguh ini adalah penghinaan besar kepada para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia ini, terlebih kepada para ulama sebagai bagian dari para pendiri bangsa.

Baca juga:  Pendar Tuhan dalam Sukma Petani Madura

Membebaskan dari belenggu gerakan yang membenturkan peradaban pendirian bangsa ini, sebuah keharusan bagi setiap generasi bangsa. Oleh karenanya wajib bagi kita mendoktrin generasi untuk cinta tanah air yang merupakan bagian dari iman. Menjauhi dari bentuk radikal dan propagandanya yang dibungkus dengan mengatasnamakan agama. Wallahu a’lam bissowab. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner auto