Demi Anak Didik, Guru Kepulauan Bertaruh Nyawa di Tengah Laut

Guru Kepulauan
Satu-satunya moda transportasi laut saat menyeberang menuju Pulau Mandangin, Sampang, Madura, Jawa Timur. (FOTO: mi-4/MI)

masuraindepth.com – Tanggal 25 November selalu diperingati sebagai hari Guru Nasional. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mengingat bahwa Hari Guru Nasional memiliki sejarah yang sangat berarti bagi pendidikan Indonesia, bahkan tahun ini adalah tahun ke-75 peringatan Hari Guru Nasional.

Di sisi lain Guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, sehingga hari guru menjadi penting untuk diperingati dan diketahui sejarahnya, terutama oleh generasi bangsa. Mungkin sekilas kita bisa membaca sejarah keberadaan dan peran Guru.

Tepat 100 hari setelah kemerdekaan Indonesia, Hari Guru Nasional ikut mewarnai perjuangan kemerdekaan melalui pendidikan. Hari Guru Nasional diperingati bersama hari ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Dari beberapa referensi menyebutkan, bahwa organisasi PGRI berawal dari Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) yang sudah berdiri sejak tahun 1912. PGHB menjadi jalan berkembangnya organisasi guru di Indonesia.

Pada tahun 1932, PGHB berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Kemudian pada tanggal 24-25 November 1945 para guru menyelenggarakan Kongres Guru Indonesia di Surakarta.

Dalam kongres itu disebutkan bahwa segala kelompok guru yang didasarkan perbedaan lingkungan pekerjaan, agama, daerah, politik, suku dan tamatan dihapuskan.

Hari Guru Nasional kemudian ditetapkan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 25 November 1994, dengan sebuah Keputusan Presiden, yaitu Kepres Nomor 78 tahun 1994 tentang Hari Guru Nasional.

Baca juga:  Kisah Mbah Omna Penjual Jagung di Pamekasan Banting Tulang untuk Kebutuhan Hidup

Guru sebagi tonggak penggerak kemajuan suatu bangsa dalam lingkup pendidikan menjadi sangat penting demi kemajuan bangsa. Hal itu bisa kita rasakan besar perjuangan seorang Guru untuk melaksanakan amanah serta tanggungjawabnya demi masa depan anak-anak didiknya.

Guru Wasid Terombang-ambing Oleh Ombak Sejak 2007

Hal itu yang dirasakan salah seorang Guru yang saat ini mengajar di Sekolah Dasar (SD) Negeri enam Pulau Mandangin Sampang, Wasid, Spd. Menurutnya selama mengajar menjadi seorang guru dari tahun 2007 sampai sekarang banyak cerita suka duka yang dirasakan dan dijalankan demi tanggungjawabnya sebagai seorang Guru.

Guru dua anak itu menuturkan dalam proses perjalanan mengajar banyak pengalaman yang dia rasakan. Mulai dari bahagia sampa hal sedih. Dalam kondisi senang dia senantiasa mendapatkan dukungan dari orang terdekatnya. Sehingga membuatnya tetap kuat menjalankan tugas untuk mencerdaskan anak didiknya.

Pengalaman pahit juga dirasakan Wasid. Saat berangkat mengajar dia terlebih dahulu harus menyebrangi lautan dengan jarak tempuh memakan waktu sekitar 40 sampai 1 jam dengan risiko kecelakaan cukup besar. Apalagi saat cuaca buruk keselamatan dirinya beserta para Guru yang lain ikut terancam ditengah laut.

“Suka duku itu saya rasakan selama mejadi seorang guru dari tahun 2007 sampai sekarang, terombang-ambing di tengah laut menjadi hal biasa dirasakan”, tuturnya.

Baca juga:  Tutup Tahun 2020, Pemdes Pulau Mandangin Santuni Anak Yatim

Keselamatan dirinya beserta para guru menjadi hal yang biasa tak dipikirkan, semata-mata hanya untuk bisa sampai ke tempat mengajarnya. Dirinya harus melewati perjalanan yang bisa mengancam nyawanya.

“Kami hanya pasrah dengan kondisi ini, demi tugas mulia kami meyakini apabila musibah menimpa, kami hanya bisa pasrah demi tanggungjawab,” ungkap Wasid.

Di samping itu, pada saat pulang mengajar para guru masih harus berjuang menyeberangi lautan dengan perasaan was-was. Keselamatan menghantui pikirannya apalagi melihat keluarga di rumah menuggu kedatangannya.

Di lain kesempatan, saat berangkat dan pulang mengajar para Guru mengalami basah kuyup bahkan merasa terjebak di tengah lumpur sungai, hal itu tak menyurutkan semangatnya untuk peduli pada pendidikan. Semangat juang yang besar, para guru tersebut tetap berangkat untuk mengajar.

“Hal itu tetap kami lakukan sebagai tanggungjawab menjalankan amanah mencerdaskan kehidupan bangsa, kami tak akan pernah putus asa,” imbuhnya.

Selain dari tantangan harus melewati ombak lautan untuk menyebrang, para guru juga harus melewati tantangan besar lainnya dalam hal memberi pemahaman akan pentingnya partisipasi orang tua dalam proses belajar mengajar anak di sekolah.

Karena menurutnya sebagian besar orang tua murid terkesan hanya sebatas menyekolahkan anaknya. Sementara perannya sebagai orang tua dalam hal mendampingi anak belajar di rumah masih minim.

Baca juga:  Ratusan Warga Pulau Mandangin Terima Sertifikat PTSL

“Jelas itu menyebabkan hasil proses belajar anak tidak sesuai dengan apa yang ditargetkan sekolah,” jelasnya.

Melihat kondisi demikian, dia beserta para guru yang lain kedepannya akan melakukan sinergisitas sebagai upaya mewujudkan peran dari setiap elemen masyarakat baik keluarga, guru, dan pemerintah setempat.

Hal itu dimaksud untuk menjadikan anak didik merasa dipenuhi apa yang dicita-citakan. Karena menurutnya guru hanya sebatas fasilitator maka orang tua dan pemerintah juga ikut andil dalam mensukseskannya.

“Di hari guru nasional ini, kami berharap sinergisitas dari lapisan masyarakat tetap terjalin baik, demi mewujudkan generasi yang hebat bermartabat,” harapnya. (mi-4/MH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner auto