Pasir di Sumenep Menjadi Obat Penangkal Penyakit

Pasir Sumenep jadi obat
Seorang anak yang ingin beristirahat di kamar tidurnya yang berisi pasir. (Foto: MR/MI)

maduraindepth.com – Kabupaten Sumenep, adalah Kabupaten yang terletak di ujung timur pulau Madua, Jawa Timur (Jatim). Tak ayal, jika kebanyakan orang menyebutnya kota timurnya Madura.

Selain memiliki banyak destinasi wisata, Sumenep juga kaya akan pulau-pulau yang mengandung banyak sumber daya alam. Dari sekian banyak destinasi tersebut, ada hal unik yang sejak dulu sampai saat ini masih berkembang mengenai tradisi, kultur, dan budayanya.

Jurnalis maduraindepth.com mencoba menelusuri jejak 25 kilometer ke arah utara simpang timur, dari titik pusat kota Sumenep menuju pantai yang tak asing lagi bagi masyarakat Madura khususnya, yaitu Pantai Lombang (Lombang Beach).

Di Sumenep, pantai yang terkenal dengan destinasi wisata para Wisatawan Manca Negara (Wisman) ini ada dua objek, yakni Pantai Slopeng serta Pantai Lombang. Namun, bukan wisata Pantai Lombang maupun Salopeng yang menarik hati, melainkan kawasan Kampung Pasir.

Jurnalis maduraindepth.com terus menepaki jejak untuk mengintip kehidupan masyarakat Kampung Pasir. Tradisi unik dari sebuah pasir yang dipercaya menyembuhkan dan menghindari berbagai penyakit.

Tradisi unik ini masih cukup mendominasi. Ada beragam tradisi sosial yang melekat dan terpelihara baik. Salah satunya tidur beralaskan pasir yang dipercaya dapat menghindari segala macam penyakit.

Tradisi beralaskan kasur atau tidur di kasur pasir ini hanya ada di Kampung Pasir, tepatnya di Kecamatan Batang-Batang. Sedikitnya, Kampung Pasir di Kecamatan Batang-Batang itu ada tiga Desa yang memelihara tradisi unik ini.

Masing-masing ada di Desa Legung Barat, Desa Legung Timur, dan Desa Dapenda. Diketahui, geografis ditiga Desa ini berada di sekitar pesisir, dengan rumah penduduk kampung berdampingan serta bersebelahan dan menyatu jadi pemukiman.

Leluhur dari keturunan mereka, tentu sudah mendahului mengenal tradisi tidur beralaskan pasir. Selain tradisi tidur di kasur pasir, warga juga memiliki usaha berbisnis tanaman bonsai. Tanaman ini dikirim untuk dipasarkan ke daerah luar Madura, seperti Malang, Surabaya, dan Jakarta.

Ketika masuk ke Kampung Pasir, kondisi pepohonan yang rindang akan dijumpai, disuguhkan dengan pemandangan tumbuhan pohon kelapa. Apalagi, angin segar dari pantai menjadikan suasana semakin sejuk dan dingin.

Baca juga:  Perahu Bermuatan Sembako Tenggelam, Awak Kapal Ditemukan Meninggal

Kampung Pasir sendiri sampai saat ini dipimpinan Suku Adat. Ada beberapa tokoh masyarakat Desa yang membantu jurnalis maduraindepth menggali data lebih dalam, mengkomunikasikan dengan Suku Adat agar bisa ke Kampung Pasir.

Sebab, setiap Kampung Pasir suku adatnya dipimpin oleh orang yang berbeda. Akhirnya, seorang tokoh Desa memutuskan sampel peliputan jurnalis maduraindepth ke Kampung Pasir di Dusun Lebak dan Dusun Tenggina, Desa Depanda.

Dua dusun dalam satu perkampungan ini dipimpin suku adat, bernama Satrayu (50). Di kampung ini, jumlah penduduknya kurang lebih 500 sampai 600 orang.

Aktifitas kesehariannya menjadi buruh nelayan, dan pedagang. Sebagian pula jadi perantauan mencari pekerjaan di luar daerah, seperti Jakarta, Bali, dan Kalimantan.

Menariknya lagi, rumah adat Madura di kampung ini masih kokoh dan terbangun baik, alasnya banyak direnovasi dengan keramik. Pola struktur bangunan tak tampak sedikit pun ada yang rusak, baik itu dinding, maupun atap rumah.

Pasir di sekeliling halaman rumah jadi ikon adat istiadat yang sudah ada mulai sejak dulu. Di emperan rumah debu pasir yang berhamburan tidak dianggap sebagai kotoran, melainkan sebagai terapi obat yang dipercaya menghindari penyakit.

Di kampung ini, setiap rumah memiliki pasir sebagai tempat mereka tidur dan bersantai bersama keluarga. Teras rumah warga di kampung ini sulit ditemukan ada kursi tamu.

Walau tak ada meja tamu, namun adanya pasir menjadi pengganti kursi dan meja, mereka menganggapnya lebih nyaman dan tenang. Orang yang hendak bertamu biasanya duduk di bawah dengan menggunakan alas hambal. Namun sebagian ada yang dipersilakan duduk langsung di atas pasir.

Bagi penduduk kampung ini, benda bumi seperti pasir tidak bisa diremehkan. Pasir dipercaya memiliki efek relaksasi dan juga dapat menyembuhkan penyakit, diantaranya, gatal-gatal di kulit, keluhan nyeri punggung, pegal linu, dan penyakit rematik.

“Tidur di atas pasir bisa lebih nyenyak dibandingkan dengan kasur. Kalau tidak beralas pasir, tidurnya tidak nyenyak, sekali pun tidur di atas kasur,” terang penghuni Kampung Pasir, Bangso (60), saat ditemui media ini, Sabtu (25/1).

Baca juga:  Lindungi Pantai, Relawan di Sumenep Tanam 10 Ribu Mangrove

Dengan usia yang tak lagi muda, tidak menyurutkan semangat Bangso dalam menafkahi keluarga. Solusinya, harus sehat jasmani dan rohani, terapi menyehatkan itu, didapatkan dengan berterapi di atas pasir.

Akan tetapi, pasir yang digunakannya pun bukan sembarang pasir, melainkan ada pasir pilihan tertentu. Biasanya, pasir yang digunakan sebagai alas diambil dari Gunung Pasir di desa Legung Barat dan Pantai Lombang.

Pasir ini seperti pasir kristal, berwarna putih gading dan tidak lengket di badan sekalipun dalam kondisi basah. Sebelum pasir digunakan, olahan terlebih dahulu pasir diayak untuk memastikan tidak ada batu atau benda berbahaya lain di dalamnya.

Kemudian, pasir dibersihkan lalu dijemur dan disaring untuk menghilangkan lembab dari kandungan air. Menurut Bangso, masyarakat di sekeliling kampungnya itu sulit sekali kedapatan penyakit hingga dirawat di rumah sakit.

Pasalnya, daya tahan tubuh mereka cukup kebal, sehingga penyakit tidak mudah lengket, sekali pun usianya sudah tua. Pasir yang berada di halaman rumah warga tidak jauh berbeda dengan pasir yang ada di dalam kamar rumah, hanya saja pasir di dalam kamar sedikit lebih halus karena lebih sering digunakan.

Masyarakat di kampung ini juga sering dijuluki manusia pasir. Hal itu dikatakan suku adat, Satrayu. Pengakuan itu dijelaskan bahwa, kebanyakan anak di kampung halamannya dilahirkan di atas pasir.

Jadi, dari kecil mereka memang sudah akrab dengan kasur berpasir. Mereka lahir, bermain, berkembang, dan menjadi dewasa di atas pasir.

“Sehingga tak jarang ada yang menyebutnya manusia pasir. Sekali pun di kamar ada tempat tidur, seperti pada umumnya, mereka nyaris tidak pernah menggunakannya,” urai Satrayu.

Meskipun begitu, para warga tetap memilih tidur di atas kasur dari pasir. Warga tiga Desa yang mayoritas sebagai nelayan, sebagian lainnya pedagang dan bertani, menganggap pasir memberi manfaat besar berupa kesehatan tubuh.

“Tidak hanya di dalam rumah saja warga menaruh pasirnya, di halaman rumah dan tempat-tempat tertentu juga ada pasir yang digunakan untuk bersantai bersama,” ucapnya.

Biasanya, sambung Satrayu, ketika malam hari sanak keluarga dan tetangga, anak-anak maupun para orang tua, berkumpul di halaman rumah. Mereka bersenda atau bercengkrama menikmati suasana malam, apalagi saat terbitnya bulan purnama.

Baca juga:  Pemuda Desa Karduluk Kirim Surat Terbuka Untuk Bupati

Keunggulan dari terapi pasir tersebut adalah, sekali terapi langsung manjur, terapi tidur di atas pasir dipercaya dapat menghindari penyakit. Terbukti, salah seorang pengunjung dari Kabupaten Jember yang keluarganya tengah mengidap penyakit diabetes, saat ini sembuh total.

Hal tersebut diketahui sebab tidak bisa terlalu lama duduk dan membuat kecapean. Selain jadi pengunjung, seorang dari luar Madura ini juga kerabat akrab warga kampung pasir. Setelah bermalam, dia berkonsultasi mencari cara agar keluarganya tersebut bisa bebas tidak terserang penyakit.

“Saya menyarankan agar tinggal di sini dan bersama-sama tidur di atas pasir. Siapa tahu bisa perlahan sembuh melalui keyakinan kita pada Tuhan,” tutur Fakir Ramdani (21), warga kampung pasir yang pernah kedatangan tamu dan berkonsultasi masalah penyakit.

Orang yang terkena penyakit itu akhirnya datang dibantu oleh Fakir. Kurang lebih orang tersebut menetap selama sebulan. Memang semula terasa kurang nyaman setiap hari bergelumuran pasir. Karena dipaksa, dia pun jadi terbiasa.

“Apa hasilnya, orang ini merasakan sesuatu jika rasa capeknya akibat banyak duduk mulai hilang. Setelah diperiksa penyakit diabetes itu dikabarkan sudah tiada,” jelasnya.

Tradisi tidur di atas pasir, masyarakat sudah mengenalnya sebagai wisata kampung pasir. Tradisi ini memang dinilai sebagai tradisi yang unik. Banyak warga berdatangan dari luar daerah hanya ingin mengetahui langsung aktivitas tradisi ini.

Satrayu menginginkan, pemerintah memperhatikan secara khusus tradisi yang sudah turun temurun ini, dengan cara mensejahterakan masyarakat kampung dengan memberikan semacam bantuan dan fasilitas kebutuhan hidup.

“Bantuan ada, tapi hanya pada segelintir orang. Maksudnya warga kampung disini ingin pembangunan desanya berkembang maju, misalkan dengan difasilitasi bantuan paving jalan untuk peningkatan infrastruktur,” terangnya.

“Kalau kepada desa di sini (Desa Dapenda, red) Bapak Sudahnan, Alhamdulillah sangat komunikatif dengan warga. Bangunan paving di setiap gang rata-rata dibantu Desa,” imbuhnya. (MR/AJ)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner auto