Opini  

BOS untuk Bos?

Holikin berprofesi sebagai Guru SD Negeri dan penulis asal Pulau Mandangin, Sampang, Madura.
Oleh: Holikin, S.Pd.I

maduraindepth.com – Awal Juli 2005, bantuan operasional sekolah (BOS) mulai diluncurkan. Awalnya, dana BOS dianggarkan di pusat dan dikelola oleh pusat. Sekalipun prosesnya berjalan lancar, masih ada pelanggaran dan penyimpangan yang dilakukan di beberapa sekolah. Meski begitu, demikian itu tidak menghambat jalannya proses belajar-mengajar (PBM). (Majalah Jendela).

Seperti tak ada kapoknya, kasus penyelewengan dana BOS ini bak jamur di musim hujan. Menurut salah satu catatan, untuk periode tahun 2023 – 2024 (dan tahun 2024 yang hanya tinggal hitungan bulan ini) ada sekitar seratusan kasus lebih yang ditangani kejaksaan di seluruh tanah air. Itu pun untuk yang sudah diendus, kemungkinan ada banyak problem krusial lainnya dalam pengelolaan dana BOS yang tentu belum terendus pihak berwenang.

Kasus penyelewengan dana BOS di beberapa daerah tanah air dari hari ke hari kian santer diberitakan di berbagai media. Silahkan saja riset kecil-kecilan, tinggal searching di satu platform (di google, misalnya), maka sekian berita perihal tersebut berderet memanjang dengan sekian varian modusnya.

Ada kasus penyelewengan dana BOS yang cukup mendapatkan perhatian publik yang baru-baru ini terjadi di Bengkulu, oknum kepala sekolah dan bendaharanya ditahan pihak kepolisian. Mirisnya, penyelewengan tersebut digunakan hanya untuk bermain judi online (judol). (Detik.com, 9/2024). Sungguh lucu, uang haram digunakan untuk perkara haram.

Pendidikan kita tak ubahnya bermain petak umpet di lahan sempit dengan penerangan yang sangat besar. Siapa yang berbuat ini dan itu semua pihak tahu dan mengerti, hanya saja semua seolah memilih pura-pura (pura-pura bisu, pura-pura tuli, pura-pura buta, hingga pura-pura mati rasa), agar permainan tidak lekas usai.

Baca juga:  Belajar dari Kulon Progo

Riset ICW mengungkapkan, korupsi tumbuh dengan subur di sektor pendidikan. Jika dianalogikan dengan sungai, dari hulu (Depdiknas/Dispendik, red) ke hilir (sekolah). Korupsi terus berlangsung. Pelakunya pun tidak terbatas, dari birokrat, kepala sekolah, guru, dan lain sebagainya. [Saatnya Warga Melawan Korupsi, 2006].

Wawan Sudarwanto (Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pendidikan [LP3] Anak Negeri) menilai, “Korupsi massal dan sistemis (dalam pengelolaan dana BOS) dapat dipicu dua hal, yakni keterlambatan penyaluran dan buruknya sistem pengawasan atas penggunaan dana BOS.” [Riaupagi.com, 2023].

Lain lagi dengan temuan BBC Indonesia, seperti diungkap oleh Salman dan Fadiloes Bahar, “Penyelewengan dan bahkan mungkin korupsi terjadi karena kepala sekolah menjadi penentu tunggal dalam penggunaan dana BOS di tingkat sekolah, meski dalam peraturannya harus melibatkan seluruh guru”.

Perilaku despotisme sebagian kepala sekolah itu karena menempatkan dirinya seolah seseorang yang paling berkuasa di satuan pendidikan tempat ia memimpin, nyaris seperti “bos” di sebuah perusahaan. Lembaga sekolah tempat ia mengabdi, seolah milik pribadi. Hal tersebut memungkinkan dan memiliki potensi lebih melakukan tindakan tak wajar dalam pengelolaan dana BOS. Padahal, jabatan ‘kepala sekolah’ (hanyalah) merupakan guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin sekolah. [Buruk Wajah Pendidikan Dasar, 2006].

Kemendikbud mengungkapkan temuan (sebagaimana laporan CNN Indonesia), pihaknya mengungkapkan ada 12 modus penyelewengan dana BOS di antaranya adalah, kepala sekolah diminta menyetor dana BOS kepada pengelola dana di Diknas (Dinas Pendidikan) dengan dalih mempercepat pencairan dana. Kasus ini ditemukan hampir di semua daerah.

Baca juga:  Nisfu Sya'ban dan Agenda Persatuan

Selanjutnya, pengelolaan dana BOS yang tidak sesuai dengan petunjuk teknis. Kasus ini pernah diungkap di DKI Jakarta oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Indonesian Corruption Watch (ICW).

Ada pula sekolah yang mengabaikan peran Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan dalam mengelola dana BOS dengan dalih mempermudah. Namun ujungnya, kondisi ini dimanfaatkan untuk penyalahgunaan anggaran.

Pada beberapa kasus, dana BOS hanya dikelola kepala sekolah dan bendahara. Lalu sengaja dikelola tidak transparan, di mana sekolah tidak menyampaikan pemakaian dana BOS pada papan informasi.

Dalih kurangnya dana BOS kerap menjadi kedok penyelewengan anggaran. Penambahan jumlah siswa yang tidak sesuai atau mark up dilaporkan pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah. Pemalsuan laporan juga bisa dilakukan kepala sekolah terkait honor guru. Laporan pemberian honor yang disampaikan ternyata melampirkan tanda tangan palsu dari guru terkait.

Pemalsuan kwitansi dengan alasan pembelian alat atau prasarana fiktif. Modus lainnya, kepala sekolah memakai dana BOS untuk kepentingan pribadi atau disimpan ke dalam rekening pribadi. Tentu, ada banyak modus lainnya yang lebih pariatif yang tidak bisa diungkap seluruhnya di sini.

Perihal pengelolaan dana BOS ini, tiap sekolah dipastikan memiliki catatannya masing-masing. Baik dan buruknya pasti memiliki jalannya tersendiri. Ini sudah menjadi rahasia umum. Sayangnya, beberapa pihak memilih diam daripada menelan pahit sebuah kejujuran.

Pengawasan yang ketat dengan melakukan pemantauan dan pemeriksaan secara berkala dengan melibatkan semua warga sekolah serta adanya supremasi hukum, semua sangat urgen dilakukan demi menekan bobroknya pengelolaan dana BOS dan menghindari perilaku korupsi di lingkungan sekolah. Dari sekian banyaknya kasus penyelewengan dana BOS dan kasus korupsi lainnya, beberapa pihak berharap pada pemerintahan yang baru dilantik ini.

Baca juga:  Urgensi Budaya "Ase-Bherse" Menjelang Bulan Ramadhan

Sebagaimana janji Presiden beberapa hari yang lalu di hadapan para calon kepala daerah di Bali diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM). Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen dan tidak akan menyerah dalam melawan korupsi.

Prabowo menyerukan pentingnya keberanian mengakui kelemahan serta tekad memperbaiki pengelolaan kekayaan negeri. Presiden menyoroti perilaku segelintir pihak serakah sebagai sumber utama korupsi, yang berdampak negatif pada kesejahteraan masyarakat luas.

“Itu yang saya bertekad, untuk berusaha sekeras mungkin, mengadakan perbaikan,” ucap Prabowo.

Dirinya menggarisbawahi sikap menyerah pada korupsi harus dilawan, dengan keyakinan perubahan masih mungkin terjadi. Problematika mewujudkan pemerintahan bersih di Indonesia, menurut Prabowo, tidaklah mudah.

Namun, Prabowo optimistis ancaman tersebut dapat dihadapi dengan pendekatan akal sehat dan rasional. [Kompas, 11/2024]. Tak sekedar janji, komitmen pemberantasan korupsi juga disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam pidato kenegaraan pertama kalinya saat pelantikannya tempo lalu.

Publik menunggu gebrakan apa yang akan dilakukan pemimpin bangsa ke-8 ini terlebih pada prihal pemberantasan korupsi. Harapannya, semoga segera terealisasi, serta dapat pula dibuktikan dengan aksi nyata. Memberantasnya hingga ke akar-akanya, dari korupsi yang mega gede hingga korupsi kelas ecek-ecek.

*Penulis merupakan Guru SD Negeri dan penulis asal Pulau Mandangin, Sampang, Madura

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *