maduraindepth.com – Network For Indonesian Democratic Society (Netfid) Kabupaten Sampang sukses menggelar kongkow demokrasi dengan tema ‘Pemilu 2024 : Episode Belum Mulai, APK dimana-mana’. Berlangsung di Febria Cafe dan Resto, Sabtu (18/11) malam. Sejumlah narasumber hadir diantaranya, komisioner KPU, Bawaslu, Pengamat Politik, dan Netfid Sampang.
Pantauan di lapangan jalannya diskusi sangat menarik, setelah empat narasumber baik KPU, Bawaslu, pengamat politik dan netfid Sampang menyampaikan argumentasi dengan sudut pandang yang berbeda, terkait tahapan pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) Pemilu 2024 mendatang.
Disampaikan, Komisioner Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM KPU Sampang Taufiq Rizqon, bahwa masa kampanye pemilu 2024 akan dimulai pada 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024.
Namun dikatakan, bawa jika APK sudah bertebaran di muka umum baik pasangan caleg maupun presiden, hal tersebut dinilai bukan menjadi kewenangan kami (KPU) Kabupaten Sampang sebagai penyelenggara.
“APK pemilu 2023 yang bertebaran sebelum masa kampanye, itu kewenangan pemerintah kabupaten (Pemkab) Sampang, jadi kalau APK ada di jalan itu bukan tugas kewenangan kami,” ungkapnya saat memberikan stetmen.
Dimana, lanjut Taufik menambahkan sebelum tanggal 28 November 2023 masa kampanye dibuka, seluruh pelaksana kampanye atau peserta pemilu tepatnya pada 25 November 2023 harus menyetor atau lapor ke KPU setempat.
“Jadi partai politik peserta pemilu di Sampang, pada 25 November 2023 harus melapor ke kami soal APK,” imbuhnya.
Sementara, bagi partai politik (parpol) yang sudah telanjur memasing APK sebelum masa kampanye pemilu 2024 dimulai, itu adalah urusa internal parpol sendiri.
“Bawaslu sudah melaporkan pelanggaran itu, dan menyampaikan himbauan ke parpol, kenapa APK terpasang sebelum masa kampanye pemilu 2024 dimulai, iya kita jawab apa adanya karena itu bukan kewenangan kita (KPU),” tegasnya.
Menurutnya, kewenangan KPU sendiri mengacu dan sesuai PKPU nomor 15 tahun 2023 yang sudah dirubah ke PKPU nomor 20 tahun 2023, tentang APK hanya berlaku pada 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024.
“Intinya sebelum tanggal 28 November 2023, jika ada APK terpasang itu bukan kewenangan KPU yang bertindak,”ujarnya lagi.
Sementara di tempat yang sama, Komisioner Bawaslu Sampang, Divisi Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi Purnidi Sutrisno menyampaikan, pasca penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) peserta pemilu 2024 pada 4 hingga 27 November 2023, sebenarnya di situ ada istilah Alat Peraga Sosialisasi (APS) yang tertuang di PKPU nomor 15 tahun 2017. Dimana baliho-baliho yang bertebaran di jalanan itu tidak semua masuk APK.
Pasalnya, lanjut Purnidi menjelaskan di PKPU memang diperbolehkan melakukan sosialisasi selain APK, jadi antara 4 sampai 27 Novmber 2023 memang tidak boleh mengkampanyekan calon dan agenda diluar internal parpol.
“Di dalam PKPU juga ada dan diperbolehkan hanya pasang APS untuk internal parpol, dari segi edukasi dan informasi saja,” singkatnya.
Dikatakan, ada perbedaan antara APK dan APS. Dimana di dalam APK sendiri terdiri dari tiga unsur, pertama ada nomor urut calon, visi misi, dan narasi ajakan atau meyakinkan calon. Sementara APS tidak mencakup tiga unsur itu. Jadi, kata Purnidi jika ada tiga unsur di atas dalam baliho berarti masuk kampanye.
“Aturan dalam PKPU, pada 4 sampai 27 November 2023 parpol hanya diperbolehkan melakukan sosialisasi, maupun pertemuan terbatas tapi tidak boleh melakukan kampanye, itu ada pidananya,”kata Purnadi.
Lanjutnya, sekalipun hanya melakukan APS dan hanya bisa di internal parpol saja, hal tersebut tetap harus ada izin ke KPU setempat. Sebab itu, Bawaslu memastikan semua baliho yang ada sebelum masa kampanye pemilu 2024 itu bukan APK melainkan APS.
“Boleh pasang asal tidak ada unsur ajakan coblos, visi misi dan narasi ajakan lainnya juga selagi baliho itu tidak dilarang oleh Perda, seperti pasang APS di tiang listrik dan tempat umum lainnya,” ucap Purnidi.
Soal penindakan ketika ada APK bertebaran sebelum masa kampanye dimulai, menurutnya Bawaslu sendiri tidak serta merta langsung menurunkan atau mencopot baliho yang dirasa melanggar. Pasalnya, dalam regulasi disebutkan bahwa Bawaslu tidak bisa mencopot baliho sendiri, melainkan harus kerjasama dengan satpol PP dan instansi lainnya.
“Jika ada pelanggaran kami sering melapor ke KPU, bahkan kami mengundang peserta pemilu untuk koordinasi dan beri himbauan, sehingga KPU mengharap peserta pemilu agar tidak berkampanye dari 4 sampai 27 November 2023,” terangnya.
Terpisah, Kepala Satpol PP Sampang Suryanto mengaku sebelum ditetapkannya DCT peserta Pemilu 2024, pihaknya sudah melakukan penertiban terhadap baliho salah satu bakal calon presiden di sejumlah lokasi di Kabupaten Sampang.
Namun, pasca kejadian tersebut pihaknya merasa disalahkan sebab ada anggapan jika SatPol PP menurunkan baliho salah satu calon DPR dan presiden. Bahkan karena tindakan tersebut, pihaknya sempat dipanggil oleh DPRD setempat guna dimintai keterangan lebih lanjut.
“Dari kejadian itu atas perintah pak Sekda, kami bersama OPD terkait melakukan rapat koordinasi jelang pemilu 2024 ini, agar penertiban baliho itu tidak ada kesan tebang pilih dan tidak adil,” Katanya.
Selanjutnya, dalam rapat koordinasi itu diambil satu kesepakatan bahwa Satpol PP akan menertibkan baliho peserta pemilu 2024, setelah Satpol PP menrima surat rekomendasi dari tim teknis, terdiri dari DPMPTS, DLH, DPUPR, kemudian BPKAD, dan satpol PP sendiri.
“Tim teknis ini akan koordinasi dengan Bawaslu Kabupaten terkait APK pemilu 2024. Jadi ke depan berdasarkan kesepakatan itu SatPol PP akan melakukan penertiban baliho dan sejenisnya setelah ada rekomendasi dari Bawaslu,” pungkasnya. (Alim/MH)