maduraindepth.com – Terik matahari tak menyurutkan semangat Siti terus berjuang demi ekonomi keluarga. Perempuan 30 tahun tersebut bercerita sudah 15 tahun menjalankan usaha jual bunga.
Perempuan yang tinggal di Jalan Wonorejo, Surabaya itu, mengaku tidak memiliki ijazah pendidikan untuk dapat bekerja sesuai tuntutan lapangan pekerjaan saat ini. Ia tak punya pilihan selain berjualan bunga untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Siti mengatakan, ada delapan jenis bunga yang dijajakan kepada para pembeli. Lapak tempat jualannya berada di Kawasan jalan Kedungdoro, Surabaya.
Delapan jenis bunga yang dijual Siti seperti mawar, sedap malam, kenongo dan melati. Kemudian gading kuning, gading putih, kembang pacar, pandan iris, dan bunga lain.
“Saya buka 24 jam. Mulai pukul 6 pagi, saya gelar tikar menaruh bunga di samping jalan. Kemudian, pukul 9 pagi, saya berjualan pakai tenda,” ujar Siti beberapa waktu lalu.
Ia membuka tenda sejak fajar hingga petang meski dalam bayang-bayang penggusuran dari Satpol PP. Siti hanya libur satu kali dalam sebulan.
“Kadang, saya ambil hari libur antara Senin sampai Rabu. Sedangkan, hari Kamis saya sudah berjualan lagi,” ucap perempuan dua anak ini.
Dalam sehari, Siti mampu menghasilkan Rp 100-200 ribu dari menjajakan bunga. Pendapatan bersih selama sebulan paling kecil Rp 2 juta.
Ia mengaku tetap optimis mengais rezeki. Bunga yang ia jual kerap menjadi langganan bagi masyarakat yang membutuhkan beberapa hajat, seperti pemakaman, ziarah, atau untuk sesaji bagi kepercayaan tertentu.
“Kadang, sehari saya dapat 5 pembeli, kadang 10 pembeli. Tidak sama, berbeda-beda setiap hari. Untuk bunga, bebas mereka ingin beli berapa dan jenis apa saja, boleh Rp 10 ribu, Rp 50 ribu,” ujarnya.
Selain bunga, Siti juga berjualan kain kafan, tikar, gayung dan perlengkapan kebutuhan orang meninggal. “Penjualan ramai, pas saya kedatangan siswa yang praktik tugas sekolah dan menjelang lebaran,” tegasnya. (*)