Kapten Inf Slamet Gunarto, Pejuang Pertanian di Balik Seragam Tentara

Kapten Slamet Gunarto Pertanian
Kapten Inf. Slamet Gunarto (kanan) membimbing pelatihan pertanian di Desa Banyu Besi, Kecamatan Tragah, Bangkalan, Madura. (Foto: IST/MI)

maduraindepth.com – Postur tinggi, badan gempal, serta kulit sawo matang. Itulah perawakan yang melekat pada Kapten Infanteri Slamet Gunarto. Jika mengenal sekilas, wajar bila ada yang beranggapan dia sosok tentara yang tegas, disiplin, mungkin juga garang. Terlebih lagi dia kini menjabat orang nomor satu di Komando Rayon Militer (Koramil) 0829/08 Tragah, Bangkalan, Madura, Jawa Timur.

Nyatanya tak demikian saat bertemu dan bertatap muka langsung. Kapten Slamet menjawab salam disertai jabat tangan, lalu kedua kening kami saling menempel secara bergantian. Kesan ramah dan apa adanya terlihat saat menyambut kedatangan maduraindepth.com

banner auto

Dia pun mengajak ke sebuah tempat, yang letaknya di halaman belakang markas Koramil untuk ngobrol santai. Sejauh mata memandang hanya rumah penduduk yang nampak. Lokasi markas Koramil 0829/08 Tragah memang berada di tengah pemukiman. Hanya bagian depan (selatan) yang berbatasan dengan jalan utama kecamatan.

Pemandangan serba hijau justru terlihat di halaman belakang. Halaman yang luasnya sekitar 200 meter persegi tersebut ditumbuhi lima jenis tanaman, yaitu terong, tomat, cabe, timun, serta kangkung. Seolah tentara yang sedang berbaris berseragam hijau-hijau. Kelima jenis tanaman tersebut dibudidayakan dengan sistem bedeng. Tomat, cabe, terong, serta timun masing-masing menempati dua bedeng, sedang kangkung satu bedeng.

Pemanfaatan lahan pekarangan (halaman belakang) digagas oleh Kapten Slamet, yang pengerjaannya dibantu anggota Koramil. Dia resmi menjabat komandan Koramil 0829/08 Tragah terhitung sejak Agustus 2019. Sebelumnya, dia mengemban tugas dan tanggungjawab yang sama di Koramil 0829/09 Blega.

“Halaman belakang Koramil ini awalnya dipenuhi tumpukan batu dan sampah. Setelah semuanya dibersihkan barulah saya tanami. Penuh perjuangan mengubah lahan yang tadinya terabaikan menjadi lahan produktif,” tuturnya.

Geluti Tehnik Budidaya Pertanian

Kapten Slamet Gunarto Pertanian
Kapten Inf. Slamet Gunarto (kanan) membimbing pelatihan pertanian di Desa Banyu Besi, Kecamatan Tragah, Bangkalan, Madura. (Foto: IST/MI)

Di balik seragam hijau-hijau yang menjadi ciri khas angkatan darat, Kapten Slamet adalah figur tentara yang patut diteladani serta menjadi inspirasi banyak orang, khususnya mereka yang bergelut di bidang pertanian. Rupanya dia punya cara sendiri untuk mendukung kegiatan sosial kemasyarakatan yang menjadi program eksteren kesatuan. Bertani adalah cara yang dipilihnya untuk mencintai sekaligus menunjukkan dharma bakti pada negara, selain tugas keseharian sebagai pimpinan tertinggi kesatuan angkatan darat setingkat kecamatan.

Baca juga:  Cerita Meri, PKL di Zona Terlarang Pamekasan

Status tentara tak menyurutkan keinginannya untuk bersentuhan dengan dunia pertanian. Hingga kini Kapten Slamet terus memperdalam ilmu tentang tehnik budidaya pertanian, meski telah mengimplementasikan di banyak tempat dimana dia berdinas. Upaya sekaligus pengabdian tanpa pamrih, yang tak semua tentara bisa melakukan.

“Saya memang anak petani. Sejak kecil telah belajar bertani di Blora (Jawa Tengah), yang alamnya tak beda jauh dengan Madura. Ilmu tehnik budidaya pertanian saya pelajari secara otodidak lewat buku, internet, bahkan sampai ke luar negeri. Bagi saya, belajar tak mengenal atau dibatasi usia dan waktu,” ungkapnya.

Selagi mampu, ada waktu, dan membawa dampak positif bagi diri sendiri dan masyarakat, Kapten Slamet akan terus belajar. Dia pernah mengikuti studi banding tehnik budidaya pertanian bersama seorang teman di Osaka (Jepang) dan Melbourne (Australia).

Tentu banyak pelajaran berharga yang didapat. Salah satunya adalah mengenal sistem pertanian yang diterapkan di masing-masing negara. Beda negara beda pula perlakuan di bidang pertanian. Modernisasi pertanian adalah langkah yang menurutnya perlu diterapkan di Indonesia. Faktor geografis, air, serta cuaca yang seringkali kurang bersahabat bagi petani menurutnya bisa disiasati.

Saat memulai karir tentara dengan pangkat serda di satuan tempur Brigif Linud Para Raider 18 Divisi 2 Kostrad yang bermarkas di Malang itulah mulai tertarik menggeluti tehnik budidaya pertanian. Dia bahkan rela mengubah fungsi salah satu ruangan rumahnya menjadi laboratorium kecil-kecilan untuk penelitian.

Berbagai macam tanaman pertanian pernah dia teliti. Hingga kemudian tahu bagaimana cara memperlakukan tiap jenis tanaman mulai tahap penanaman, pertumbuhan, perawatan, hingga panen. Bekal inilah yang kemudian ditularkan pada masyarakat sekitar.

Cukup Kopi Hitam Agak Pahit

Kapten Slamet Gunarto Pertanian
Tanaman terong, tomat, cabe, timun, dan kangkung  yang ditanam di halaman belakang Koramil 0829/08 Tragah. (Foto: AH/MI)

Selalu ada mimpi yang bergelayut di alam pikiran setiap manusia, tak terkecuali Kapten Slamet. Jika tak lagi berdinas di Tragah, kelak dia ingin melihat kecamatan yang terdiri dari 18 desa ini mampu mengoptimalkan sumber daya pertanian yang berpijak pada konsep modernisasi.

Baca juga:  Tata Interior Ruang Kelas, Siswa Ini Pilih Warna Biru Sebagai Nuansa Efektif Belajar

Selain padi, jagung menjadi komoditi yang tumbuh subur di Kecamatan Tragah. Kretek Tambin adalah varietas jagung lokal yang menjadi andalan. Perlakuan terhadap jagung menjadi ranah Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan Kabupaten Bangkalan, lewat tenaga penyuluh lapangan yang ditempatkan di Kecamatan Tragah.

Kapten Slamet justru menawarkan alternatif, dengan memanfaatkan halaman di sekitar rumah atau lahan kosong. Kelima jenis tanaman yang tumbuh di halaman belakang markas Koramil dia jadikan contoh. Masyarakat dapat melihat langsung bagaimana cara pemanfaatan halaman dan lahan kosong, juga jenis yang ditanam, meski dari balik tembok. Jika ada masyarakat ingin melakukan hal serupa dia tak segan membimbing.

“Saya senang jika ada yang tertarik pada apa yang saya lakukan. Saya menyambut dengan tangan terbuka jika mereka mau belajar. Jangan menganggap pertanian di Tragah ini hanya padi dan jagung. Silahkan kesini. Jika saya diundang insyaallah datang. Syaratnya cukup sediakan kopi hitam agak pahit,” ujar ayah dari dua anak yang mengaku penggemar berat kopi.

Tak hanya menjelaskan soal cara pengolahan tanah, menanam, merawat, hingga panen. Kapten Slamet juga mengajak mereka untuk berfikir perihal berapa banyak buah atau sayuran yang bisa dihasilkan tiap tanaman dengan sentuhan modernisasi pertanian. Termasuk juga berapa harga jual, serta berapa keuntungan yang akan didapat.

Lebih dari itu, Kapten Slamet juga tak canggung turun tangan langsung ke lokasi untuk menjelaskan langkah-langkah penanaman. Dia pun tak ragu mencontohkan dengan aksi nyata satu per satu tahapan pekerjaan yang harus diselesaikan, dimulai dari pengolahan tanah, penanaman bibit, perawatan, hingga panen.

Upaya yang dilakukan Kapten Slamet sebenarnya tidak sulit, namun kuncinya harus dilakukan dengan sepenuh hati. Dia ingin mengajak petani untuk berani berinovasi (berpikir alternatif) agar kehidupan dikemudian hari lebih terjamin dan sejahtera. Namun tentu saja butuh kerja keras, kesabaran, serta ketelatenan.

Baca juga:  Begini Kondisi Rumah Peninggalan Syaikhona Kholil Bangkalan di Telaga Biru

Bertani Bukan Karena Terpaksa

Kapten Slamet Gunarto Pertanian
Kapten Inf. Slamet Gunarto memeriksa tanaman terong di halaman belakang markas Koramil 0829 Tragah. (Foto: AH/MI)

Tak mudah mengubah kebiasaan cara berpikir petani untuk menerima modernisasi pertanian. Umumnya mereka bertani menggunakan cara konvensional. Namun Kapten Slamet sangat yakin kalau konsep modernisasi pertanian akan berdampak signifikan bagi kesejahteraan petani. Itulah tantangan sekaligus pekerjaan rumah baginya.

Menurutnya, ada tiga penyebab mengapa petani mengeluh lantaran merasa gagal panen. Pertama, kurangnya kemampuan dan pengetahuan tentang tehnik budidaya. Kedua, modernisasi pertanian belum maksimal menyentuh dan dirasakan petani. Dan ketiga adalah penanganan pasca panen yang kurang berpihak pada petani. Dari semua itu yang terpenting adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang pertanian.

Sedang faktor yang turut mengurangi jumlah petani menurutnya adalah banyak lahan pertanian yang telah beralih fungsi menjadi tempat tinggal, pabrik, atau perkantoran. Juga anggapan bekerja di kota lebih cepat mendatangkan hasil ketimbang menjadi petani. Kenyataan inilah yang turut jadi keprihatinan Kapten Slamet.

“Jangan menganggap petani itu profesi paling bawah, atau pilihan pekerjaan terakhir karena terpaksa, khususnya bagi kaum muda. Justru petani adalah pekerjaan yang mengasyikkan jika tahu ilmunya. Bertani adalah panggilan hati nurani. Bertani sama halnya dengan mempelajari kebesaran Allah,” cetusnya.

Menggugah semangat para pemuda untuk mencintai pertanian adalah ajakan yang tak pernah lupa dia dengungkan setiap kali mengunjungi desa-desa di wilayah Kecamatan Tragah. Dia menilai sudah waktunya kaum muda terjun untuk bertani dan menerima konsep modernisasi pertanian.

Beruntung, kini banyak pemuda Kecamatan Tragah yang mulai tergerak turun ke sawah ataupun ladang demi tujuan membangun desanya. Produk pertanian berupa jagung bahkan telah diolah menjadi makanan, camilan, atau minuman. Namun Kapten Slamet menyadari jika ajakan tersebut tak semudah membalikkan telapak tangan. (AH/MH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner auto