Opini  

Menjemput Takdir Sang Pembaharu di Satu Abad NU

Faisol merupakan pengurus Lakpesdam NU Sampang.
Oleh: Faisal Ramdhani*

maduraindepth.com – Sesungguhnya peringatan 1 abad Nahdlatul Ulama (NU) tahun ini bukan semata sekedar perayaan. Lebih dari itu, Satu Abad NU adalah momentum untuk menjemput “takdir”.

Saat Konferensi Pers Kick Off Harlah Satu Abad Nahdlatul Ulama di Jakarta beberapa waktu lalu, Ketua Umum PBNU, Gus Yaqut Cholil Staquf menerjemahkan sebuah hadist Rasulullah SAW akan lahirnya Pembaharu di setiap 100 Tahun atau 1 abad.

Hadits itu bersumber dari Abu Hurairah RA yang meriwayatkan sabda Rasulullah SAW sebagai berikut:

“Sesungguhnya Allah mengutus kepada umat Islam, setiap seratus tahun, orang-oramg yang memperbarui untuk mereka (interpretasi) ajaran agama mereka.” (HR Abu Daud).

Imam Ibnu Hajar al Asqalani, Adz Dzahabi, Ibnu Katsir, Al Munawi, An Nawawi, Ibnu Atsir Al Jazri, dan As Saharanfuri menafsirkan kata orang-orang dalam hadist tersebut menjadi kata yang bersifat umum baik mencakup perseorangan atau kelompok.

Dengan kata lain, pembaharu atau mujaddid yang dijanjikan dalam hadits bisa saja hanya seorang pribadi dan bisa berupa sebuah kelompok.

Nahdlatul Ulama sebagai kelompok gerakan keagamaan memiliki peluang yang cukup besar untuk tampil sebagai pembaharu di abad ke depan.

Gerakan -gerakan pembaharuan di NU mulai muncul sejak di era 90-an. Terutama berasal dari kalangan anak muda NU.

Baca juga:  Terima Penghargaan dari Bupati, Faisol: Jalan Penyelesaian Konflik Syiah Masih Panjang

Basis anak muda ini berlatar belakang pesantren tradisional yang melanjutkan studinya di pendidikan formal sekuler (kampus). Dimana gagasan intelektualnya muncul dari hasil pergulatan terhadap pemikiran Barat, pemikiran dunia Timur Tengah kontemporer dan juga tradisi yang berkembang di Nusantara.

Secara metodologis, pemikiran para intelektual Muda NU itu sangat dipengaruhi oleh gagasan-gagasan para pendahulu mereka yakni K.H Abdurahman Wahid (Gus Dur) yang berperan aktif menanamkan dan membangun pemikiran bercorak progresif dan terbuka di kalangan anak muda.

Gagasan Pribumisasi Islam yang diusung Gus Dur menginspirasi para anak muda NU untuk menyebar luaskan gagasan Post Tradisionalisme Islam.

Dimana gagasan Post Tradisionalisme Islam ini memiliki 3 (tiga) karakteristik yaitu Pertama, Melakukan kritik pada tradisi. Baik tradisi praktek keberagamaan dan tradisi pemikiran keagamaan. Serta, menjadikan tradisi sebagai pijakan dasar melakukan transformasi.

Kedua, menjadikan umat islam sebagai bagian dari sejarah kemanusiaan universal. Sedangkan, ketiga, melepaskan diri dari ikatan harfiyah teks dalam menggali pesan keagamaan, dan teks inilah yang sekian lama mengungkung umat Islam.

Selanjutnya, gerakan pembaharuan lainnya oleh NU dapat dilihat dari semakin matangnya gagasan “Islam Nusantara untuk peradaban Islam dan dunia” yang diangkat menjadi tema pada Muktamar NU ke 33. Gagasan ini selain mendapat pujian, kritikan bahkan hujatan, di lain pihak ini menjadi diskursus keislaman di Indonesia.

Baca juga:  Awet Muda dan Bahagia di Masa Pensiun

Islam Nusantara secara akademik menyimpulkan bahwa wilayah kajian ini meliputi kajian geografis, antropologis, sosiologis dan futuristik. Secara geografis meliputi kajian-kajian Islam berbasis kawasan. Secara antropo-sosio kajian ini meliputi tipologi budaya, politik dan juga etika historis, dan secara futuristik ini merupakan ijtihad mengenalkan masyarakat Islam Nusantara kepada dunia di masa yang akan datang.

Itulah gagasan hasil pembaharuan pemikiran NU yang sarat akan sejarah dimana NU yang dicap sebagai kaum tradisional justru melakukan suatu gebrakan bagaimana menghidupkan kembali gagasan yang berangkat dari tradisi dan bisa dikontekstualkan dengan kondisi kekinian.

Dengan demikian, gerakan pembaharuan di NU bukanlah barang baru. Jejak-jejak pembaharuan pemikiran keagamaan oleh NU menjadikannya sangat berpengaruh dalam pemikiran Islam di dunia. Apalagi belakangan ini, NU kerap berperan dalam upaya membangun perdamaian dan peradaban dunia.

Takdir lahirnya Mujaddid di tiap 100 tahun sebagaimana sabda Nabi SAW menjadi keniscayaan ada di NU. Sehingga bisa dikatakan perayaan satu abad NU kali ini sebenarnya adalah perayaan lahirnya Sang Pembaharu Islam di dunia saat ini. Wallahu a‘lam bish-shawab.

* Penulis adalah Ketua Lakpesdam PCNU Sampang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *