Oleh: Shulhan*
maduraindepth.com – Pulau madura dikenal dengan mayoritas pendudukanya beragama Islam. Zakat bagi mereka sebagai rukun Islam ketiga bukan hal yang asing. Mereka memahami bahwa zakat sebagai pilar kekuatan Islam yang berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan umat secara merata. Esensi syariat zakat adalah untuk mewujudkan keadilan ekonomi bagi seluruh masyarakat secara berkeadilan. Yang kaya menyantuni yang lemah sedang yang lemah berupaya meningkatkan indeks perekonomiannya menggunakan santunan muzaki sebagai modal usaha.
Potensi zakat nasional sangat besar jumlahnya yaitu mencapai 233,8 triliun tiap tahun berdasarkan penelitian Pusat Kajian Strategis (PUSKAS) BAZNAS. Sedangkan potensi zakat di Jawa Timur sebesar 35,8 miliar, menempati urutan terbesar kedua setelah DKI Jakarta (IPPZ, 2019:IX). Berdasarkan hasil penelitian ini, Madura sebagai bagian dari Provinsi Jawa Timur memiliki potensi zakat yang besar untuk dikelola dengan baik untuk meningkatkan indeks kualitas sumber daya manusia dalam jangka panjang (long term strategic).
Pemerintah telah melembangakan pengelolaan zakat dalam bentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dari tingkat pusat sampai kabupaten/kota dan lembaga swasta dalam bentuk Lembaga Amil zakat (LAZ) berdasarakan UU No 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Warga Madura yang mayoritas beragama Islam selayaknya menyambut kebijakan ini dengan baik dan memberikan dukungan secara penuh. Pelembagaan pengelolaan zakat merupakan kebaikan yang tidak diragukan lagi sehingga layak mendapatkan dukungan semua pihak dengan maksimal.
Pelembagaan syariat zakat dalam dua lembaga ini merupakan isu strategis dalam mewujudkan peningkatkan kualitas umat muslim di Indonsia. Zakat yang dikelola secara profisional mampu memberikan dampak positif bagi umat Islam. Belakangan ini BAZNAS mengenal konsep zakatnomic; gerakan penguatan ekonomi umat berbasis zakat dengan empat pilar; yaitu faith (semangat ketakwaan), productivity revolution (produktivitas radikal), fair economic (ekonomi berkeadilan), dan zakat implementation (PUSKAS BAZNAS, 2019).
Konsep zakatnomic merupakan semangat baru yang ditawarkan oleh BAZNAS untuk megurai kemiskinan yang menggurita di tengah kehidupan umat islam. Ketakwaan sangat fundamental bagi bagi semua stake holder zakat (muzaki, amil dan mustahik). Implementasi zakat sebagai rukun Islam didasarkan spirit dan kesadaran takwa kepada Allah.
Society Awarness
Kunci gerakan zakat ditentukan oleh kesadaran masyarakat dalam menegakkan syariat zakat di bumi Nusantara. Masyarakat muslim dengan kesadaran takwa membudayakan hidup berderma dengan menyalurkan zakat, infak dan sedekah (ZIS) melalui lembaga resmi agar dana yag ditunaikan dapat dikelola dengan dengan baik dan transparan untuk misi pembangunan umat jangka panjang. Dengan demikian tekad bersama untuk membantu masyarakat dhuafa keluar dari kemiskinan lebih mudah tercapai.
ZIS ditunaikan secara langsung kepada mustahik tanpa melalui lembaga resmi hakikatnya secara hukum Islam sah. Akan tetapi menunaikannya melalui lembaga yang dibentuk atau yang disahkan pemerintah dipandang perlu untuk mendukung akselarasi pengenatasan kemiskinan umat.
Dengan menunaikan ZIS melalui lembaga seperti BAZNAS, penguatan masyarakat zakat dapat mewujudkan nilai-nilai maqosih syariah yaitu untuk memelihara agama (hifdzu al-din), mejaga keberlangsuangn umat manusia (hifdzu al-nasl), memeliahara pikiran/kognitif (hifdzu al-aql) memelihata harta (hifdzu al-maal), menjaga kehormatan manusian (hifdzu al-ardh).
Selain itu, ZIS yang dibayarkan melalui institusi zakat akan menutup potensi-potensi yang mereduksi kualitas ibadah zakat seperti riya’ (melaksanakan ibadah untuk diketahui orang lain agar mendapatkan pujian) dan sum’ah (menunaikan ibadah termasuk zakat agar didengar publik untuk mendapatkan sanjugan). Berzakat melalui lemanga resmi juga mengantisipasi (saddul bab) berubahnya motivasi berzakat dari gerakan ubudiyah menjadi tendesi pecitraan. Setiap muslim sangat dilarang membangun citra diri dari aktivitas peribadatan yang semestinya hanya untuk Allah semata.
Amil Profesional
Satu-satunya profesi yang termaktub dalam Al-Quran ialah amil zakat (QS: At-taubah, 60). Hal ini mengindikasikan dua hal dasar, Pertama: posisi strategis amil zakat dalam menghidupkan zakat di seluruh penjuru dunia. Zakat sebagai salah satu pilar Islam berfungsi sebagai sektor ekonomi umat yang dapat membebaskan dari cengkraman ekonomi kapitalis. Hal itu menuntut profesionalitas amil baik sebagai penghimpun, pengelola dan pendistrisbusi.
Indikator profesionalitas amil tercermin dari performance kinerja yang berbasis good government. Sederhanyanya amil ini harus mampu menunjukkan kinerja yang berlandaskan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas (PP No 14 Tahun 2014). Amil zakat harus tunduk terhadap syariat Islam dan undang-undang yang berlaku. Pendistribusian ZIS dilakukan secara adil dan tidak memihak kepentingan tertentu dan transparan serta atas dasar kemanfaatan.
Amil juga harus mampu beradaptasi dengan pekembangan teknologi. Era ini dikenal dengan Industri 4.0 yang menepatkan internet untuk semua hal (internet of thing). pengelolaan zakat hendaknya diintegrasi dalam sistem digital dan juga mengikuti perkemban trend ekonomi kerena zakat merupakan salah sektor ekonomi Islam. Digitalisasi pengumpulan, pengelolaan dan pendistribusian harus diwujudkan oleh pengelola zakat daerah dengan menduplikasi BASNAS RI.
Kedua, amil ketika bekerja bukan hanya tentang profesionalitas di dunia saja tetapi juga menyangkutan keakhiratan. Dengan kata lain, bekerja sebagai pengelola zakat berarti bekerja sambil beramal shalih. Ketika amil mampu menjalakan kinerja dengan baik, dirinya beribadah kepada Allah SWT. Sebaliknya jika dalam melaksanakan tugas tidak amanah, dirinya mengingkari ajaran agama Islam. Amil zakat berjalan dalam koridor yang menghubungkan dirinya dengan syurga dan neraka. Ketika mampu bekerja dengan amanah dan dengan niatan tulus untuk menegakkan syariat zakat, amil akan mendapatkan kemudahan untuk masuk syurga kerena menjadi jembatan kebajikan baik dari muzaki maupun dari mustahik yang berhasil keluar dari kemiskinan secara dinamis.
Sebaliknya, apabila dalam menjalankan pekerjaan penuh kecurangan, nepotisme dan kolusi atau bahkan korupsi, amil sangat mudah terperosok ke jurang negera kerena menjadi mafia yang memutus amal baik muzaki. Zakat yang semestinya sampai ke tangan mustahik dalam berbagai bentuk program baik karitatif atau pemberdayaan, tidak terlaksana karena ulah nakal amil yang tidak bertanggung jawab. Untuk itu kesadaran takwa dan profesinalitas kerja amil suatu keharusan yang perlu dijaga.
*Fundraising Developer BAZNAS Kab. Sumenep, Santri KH. Hafidhi Syarbini dan KH Abdurrahman Al-Kayyis, MA, Ph.D, Pendiri Thariqah Akademik dan aktivis sosial.