Oleh: Syafiuddin Syarif
maduraindepth.com – Saat saya kuliah pernah sekali direndahkan dengan pandangan streotip verbal orang luar terhadap masyarakat Madura khususnya yang berprofesi sebagai petani garam. Mereka merendahkan dengan memplesetkan kata kuliah menjadi kuli uyah (kuli garam). Kata ini memang mengandung gurauan, tapi sangat menyakitkan bagi anak Madura yang sedang belajar pada bangku kuliah. Kuli uyah (kuli garam) berasosiasi dengan kotor, berpanas-panasan dan kerja mengandalkan otot. Walaupun sebenarnya pandangan streotip ini dapat dibantah dengan kesejahteraan dan pendidikan keluarga petani garam yang tiap tahunnya cenderung meningkat.
Setelah mengajar di SMA, saya sering berkunjung ke rumah seorang teman guru kimia di desa Pinggir Papas melewati desa Karanganyar Kecamatan Kalianget. Desa Pinggir Papas dan Karanganyar merupakan sentra pertanian garam di Kabupaten Sumenep. Ribuan hektar lahan pertanian garam (tambak) terhampar di sisi kanan dan kiri jalan sejauh mata memandang.
Selama perjalanan mata saya disuguhi pemandangan unik berupa gundukan komoditas garam hasil panin para petani. Gundukan garam itu mencapai ratusan hektar, berderet rapi dan sedikit artistik menyerupai bangunan keajaiban dunia berupa Piramida Mesir. Tampak putih berkilau tertimpa sinar matahari. Imajinasi selalu bangkit untuk bisa mengembangkan komoditas garam lebih dari pada yang dimanfaatkan saat ini. Saya meyakini bahwa garam tidak sekadar butiran air laut yang dikeringkan, tetapi memiliki energi listrik walaupun dalam kapasitas kecil dan terbatas.
Sementara ini, komoditas garam hanya dimanfaatkan sebagai pemasok utama industri garam dapur (konsumsi), industri farmasi sebagai bahan pembuatan obat-obatan, industri pemurnian kulit binatang untuk industri konveksi berbahan dasar kulit. Serta sebagai pemasok utama pada industri minuman bersoda. Semenjak dahulu, dari zaman Hindia Belanda pemanfaatan komoditas garam hanya untuk kebutuhan itu-itu saja. Tidak berubah, nilai garam tidak bertambah, harganya pun juga stagnan. Karena tidak ada kenaikan nilai (value) pada komoditas garam.
Seluruh negara di dunia saat ini menghadapi masalah besar berupa krisis energi. Energi listrik merupakan isu global yang selalu mengemuka dalam setiap forum internasional yang dihadiri kepala negara. Negara maju yang mengandalkan kegiatan perekonomian pada kegiatan industri berusaha menjaga agar pasokan energi listrik tetap terjaga dan terjamin. Sebab ketiadaan energi atau kekurangan energi listrik akan menjadi preseden buruk dan mengganggu terhadap kegiatan industri dalam negeri. Hal ini ancaman serius terhadap ketahanan ekonomi negara. Atas dasar itulah setiap negara menjaga betul ketersediaan energi teruma listrik demi ketahanan nasional. Serta berupaya mengerahkan seluruh potensinya agar mandiri energi serta menghindari ketergantungan energi pada negara lain.
Baterai Berbahan Dasar Garam
Energi baru dan terbarukan (renewable energy) untuk ketahanan energi listrik saat ini gencar dan masif dikembangkan oleh Amerika dan China. Renewable energy yang dimaksudkan berbasis pada penyimpanan energi (energy storage) berupa baterai. Baru-baru ini Amerika dan China mengumumkan keberhasilannya dalam mengembangkan energi terbarukan berupa baterai berbahan dasar garam dengan nama kimia sodium-ion atau natrium- ion.
Baterai natrium -ion diklaim sebagai sejatinya renewable energy untuk saat ini. Energi terbarukan generasi sebelumnya berupa baterai lithium-ion (bahan utama nikel) berpotensi merusak lingkungan dalam kegiatan industrinya. Sebab bahan utama berupa mineral nikel tersimpan dalam perut bumi. Untuk mendapatkannya harus melakukan eksploitasi alam dengan kegiatan pertambangan yang akhirnya merusak terhadap alam dan lingkungan hidup manusia.
Baterai natrium -ion atau sodium -ion diidentifikasi memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan tersebut diantaranya, ketersediaan sumber daya (bahan baku) natrium (garam) lebih melimpah dan distribusi merata di seluruh dunia. Selain itu, biaya produksi baterai natrium-ion sekitar 30% lebih rendah dibandingkan baterai litium (nikel). Baterai natrium-ion lebih aman dan tidak mudah menghasilkan dendrit litium. Dendrit merupakan tantangan utama dalam hal keamanan dan ketahanan teknologi baterai karena dapat menyebabkan hubungan pendek korsleting pada sel baterai dan menyebabkan baterai terbakar.
Sebuah perusahaan mobil listrik di China telah mempublikasikan keberhasilannya dalam mengembangkan sumber daya energi listrik berupa baterai berbahan dasar garam. Pabrikan mobil negara China bernama JAC Motor mengumumkan ke publik hasil uji coba kendaraan listrik pertama yang digerakkan oleh baterai natrium – ion. Mobil listrik yang sukses uji coba tersebut bermerk Yiwei E10X.
Keberhasilan China dan Amerika dalam mengembangkan energi listrik berbahan dasar garam merupakan kabar baik bagi masyarakat Madura khususnya petani garam. Garam sebagai bahan pembuatan baterai natrium-ion sangatlah melimpah di bumi Madura. Madura memiliki lahan pertanian garam yang sangat luas dengan jumlah angka produksi yang sangat besar tiap musimnya.
Dari beberapa kajian disebutkan bahwa lahan potensial garam nasional terpusat di Provinsi Jawa Timur. Dan, lahan potensial serta lahan produktif garam di Jawa Timur sebagian besar berada di pulau Madura baik yang dikelola rakyat maupun perusahaan. Empat kabupaten di Pulau Madura yaitu Sampang, Pamekasan, Sumenep dan Bangkalan merupakan sentra penghasil garam utama nasional. Luas lahan tambak garam di Madura mencapai 30% luas tambak garam nasional. Madura menyumbang 600 ribu ton terhadap produksi garam nasional atau setara dengan 35% dari produksi nasional.
Besaran produksi garam di Madura sangat potensial untuk pengembangan dan produksi baterai natrium -ion. Komoditas garam akan terserap oleh industri baterai natrium -ion. Permintaan terhadap garam akan semakin meningkat. Terserapnya komoditas garam pada industri penyediaan energi listrik berupa baterai berakibat pada kenaikan nilai (value) garam dan semakin tingginya permintaan terhadap komoditas garam. Akibatnya, harga jual garam akan naik secara signifikan. Kondisi ini akan berefek pada peningkatan kesejahteraan hidup petani garam. Juga, akan menaikkan martabat manusia Madura, sebab bumi yang dihuni menjadi pemasok utama bahan dasar dalam industri energi terbarukan di abad digital. Baterai garam digunakan sebagai sumber energi menjalankan industri yang memanfaatkan teknologi artificial intelligence (AI), dimana sangat menguras terhadap kebutuhan energi listrik.
Pastinya orang Madura akan bangga. Perlahan, streotip orang luar terhadap orang Madura akan melemah, dan akhirnya berubah. Istilah kuli uyah tidak lagi berasosiasi dengan kotor, berpanas-panasan dan mengandalkan otot. Istilah kuli uyah naik kelas berasosiasi dengan industri teknologi digital dan artificial intelligence (AI). Sebab Madura dengan komoditas garamnya menjadi bagian sekaligus pemasok bahan baku dari industri energi baru dan terbarukan di bidang penyimpanan energi listrik berbasis baterai.
Tidak cukup bangga sebagai pemasok utama dalam industri baterai garam. Harus ada gagasan besar tentang keberadaan pabrik atau industri baterai natrium -ion di Pulau Madura. Harus ada keinginan dari seluruh stakeholder empat kabupaten dengan melobi serta mengundang investor agar mau membangun industri atau pabrik pembuatan baterai natrium -ion di Madura. Diinisiasi oleh birokrasi, para akademisi juga kalangan pengusaha berkolaborasi untuk kemajuan Madura berbasis komoditas garam. “Menjual” keunggulan bahan baku komoditas garam di Madura yang sangat melimpah dengan kualitas terbaik. Jika ini terwujud, maka Madura tidak hanya sebatas pemasok bahan baku garam terbesar pada industri baterai natrium -ion, tetapi akan menjadi pemain bahkan penentu dalam perkembangan industri baterai natrium-ion. (*)