banner 728x90
Opini  

Quo Vadis Pembelajaran Daring

Ach. Zaini
banner 728x90
Oleh: Ach. Zaini

maduraindepth.com – Fenomena pembelajaran daring semakin populer di masa pandemi tahun 2020 lalu. Di Indonesia, pembelajaran jenis ini bermula dari kebijakan pemerintah yang mewajibkan adanya social distancing (jaga jarak).

Daring sendiri adalah akronim dari “dalam jaringan”, yakni pembelajaran daring artinya kegiatan belajar mengajar yang dilakukan secara online dengan memanfaatkan teknologi digital. Sekolah daring sering juga disebut sebagai e-Learning (pembelajaran secara elektronik).

banner 728x90

Pembelajaran daring merupakan proses belajar mengajar berbasis teknologi, tidak tatap muka secara langsung. Ia menggunakan media online dan terhubung jaringan internet. Penggunaannya semacam berkelanjutan, dari sementara saat-saat pandemi hingga menjadi tuntutan zaman.

Aktivitas belajar, mengajar, mengumpulkan tugas, dan interaksi guru dengan murid berlangsung tanpa tatap muka secara langsung, dan dilakukan secara virtual (jarak jauh). Sementara platform pembelajaran daring bisa menggunakan Google Classroom, Google Meet, Zoom, atau dapat menonton via YouTube, dan sebagainya.

Beberapa negara maju, semisal Amerika Serikat telah melakukan pendidikan online, dengan ratusan perguruan tinggi online dan ribuan kursus online lainnya yang tersedia bagi siswa.

Sebuah studi tahun 2011 oleh Sloan Consortium menemukan bahwa 6 juta siswa di AS mengambil setidaknya satu kursus online, hampir sepertiga dari semua yang terdaftar dalam pendidikan tinggi.

Fakta yang lebih mencengangkan lagi, pendaftaran dalam kursus online melampaui pendidikan tinggi secara keseluruhan, dengan peningkatan 10% dalam siswa online antara tahun 2010 dan 2011, jauh sebelum merebaknya pandemi covid-19 tahun 2019 tahun lalu.

Baca juga:  Petaka Over Kapasitas Dunia Pelayaran

Tak hanya negara maju, negara berkembang seperti India turut memainkan peran utama dalam pertumbuhan peluang pembelajaran daring yang bermunculan di seluruh Asia. Selama beberapa dekade terakhir, India telah mengembangkan banyak universitas dan perguruan tinggi kelas dunia yang dengan cepat menjadi tujuan bagi sebagian besar orang terbaik dan tercerdas di Asia, dan program daring mereka mengalami peningkatan yang serupa.

Konon, di negara Bollywood itu, sekolah daring membantu memecahkan masalah ekonomi cukup fantastis. Tercatat menghasilkan pendapatan sebesar 1 USD miliar pada akhir dekade.

Terlepas dari manfaat dan keuntungan pembelajaran daring yang akhir-akhir ini menggejala di hampir seluruh dunia, namun sisi negatif yang tentu perlu untuk diwaspadai. Salah satu dampak negatif dari pembelajaran online adalah peserta didik tidak memiliki pemahaman yang baik dan menyeluruh pada pelajaran yang diajarkan.

Hal ini salah satunya adalah karena interaksi yang terbatas antara siswa dengan guru jika dibandingkan pada pembelajaran model tatap muka (luring).

Selain itu, seseorang perlu mewaspadai munculnya rasa ketergantungan pada gadget yang tentu searus dengan munculnya dampak buruk lainnya, yakni ancaman terhadap kesehatan fisik dan mental. Paparan gadget yang terlalu sering dan terlalu lama akan membuat seseorang cenderung terbiasa pada gadget dan nantinya mereka bisa kecanduan.

Lebih parahnya lagi adalah hilangnya nilai-nilai keteladanan dari guru yang tidak didapatkan oleh pembelajaran melalui jarak jauh. Pembelajaran daring hanya lebih menekankan pada transfer pengetahuan, ia tidak mampu menggali lebih dalam dan merefleksikan nilai moralitas. Tentu juga berakibat pada runyamnya nilai spritual.

Baca juga:  Santo Merto, "Raja Bayangan" yang Nyaris Terlupakan

Sebagamana diketahui, dalam sebuah adagium yang selalu kita dengar tentang guru, yaitu guru itu “digugu dan ditiru”. Kata-kata itu selalu disandang oleh seorang guru. Di manapun keberadaan seorang guru selalu menjadi contoh yang baik bagi orang-orang yang ada di sekelilingnya, terlebih oleh peserta didiknya.

Guru-guru di ruang lingkup pendidikan selalu dikenang oleh peserta didiknya, yang kemudian menjadi semacam tolok ukur dalam berprilaku menuju bentuk lebih nyata. Mereka selalu menegur, memberi wejangan, dan memberi contoh yang baik.

Masih kita ingat sampai sekarang, sungguh besar pesona dan figur seorang guru di mata peserta didiknya. Tidak bisa dipungkiri guru merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan yang merupakan dasar kemajuan sebuah negara agar bisa bersaing dengan negara-negara lain yang ada di seluruh dunia.

Lebih jauh lagi, guru mempunyai tugas dan tanggung jawab membantu peserta didik menjadi manusia yang memiliki ilmu pengetahuan, serta menjadi manusia yang mandiri. Sebab, menurut Ki Hajar Dewantara, guru adalah teladan. Ia berperan ganda, yakni seorang model sekaligus mentor dari peserta didik di dalam mewujudkan perilaku berkarakter yang meliputi olah pikir, olah hati, dan olah rasa.

Setiap tutur kata serta tindakannya, guru mencerminkan hal yang baik, enak dipandang dan sedap didengar. Untuk membentuk karakter peserta didik yang baik, sopan dan berkarakter diperlukan sebuah teladan yang terus menerus dari seorang guru. Baik itu di dalam kelas maupun di luar kelas.

Baca juga:  Menikung Kata Dalam Sirkuit Rasa

Sebagai contoh, di dalam kelas guru dapat memberi teladan dalam hal berpakaian. Tentu berpakaian dengan stadar yang rapi dan sopan. Siswa akan melihat bagaimana guru berperilaku, tidak hanya bertutur kata. Sebab, bahasa yang paling mudah dicerna adalah bahasa keteladanan. Sebagaimana kata Al-Ghazali, “Lisanu al hal afshahu min lisani al maqal”.

Dalam berelasi dengan peserta didik, guru diharapkan memperlakukan peserta didik tanpa pilih kasih, berbahasa yang halus, mengasihi semua peserta didik dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki.

Pada prinsipnya, seorang guru tidak hanya mengajar sebuah ilmu pengetahuan, tetapi juga memberi teladan demi berkembangnya karakter peserta didik yang berakhlak mulia. Pola pikir dan pola tindakannya senantiasa akan dijadikan model keteladanan di satuan pendidikan yang senantiasa abadi dan tak akan lekang oleh pusaran waktu.

Semua prinsip keteladan yang tercermin dalam perilaku dan tindakan guru secara langsung, tentu tidak ada dalam pembelajaran daring sekalipun pembelajaran daring mampu mewujudkan ketercepatan, ia tidak bisa membentuk karakter dan keteladanan. Sebab, sisi terang pemahaman yang utuh dapat disentuh dengan mudah dari jarak yang paling dekat, bukan selainnya. (*)

*Penulis merupakan Guru Bahasa Indonesia di UPTD SMPN 2 Sreseh.

banner 728x90

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x90