Pemilu 2019 dan Pemenuhan Hak Politik Pengungsi Syiah Sampang

Agus Wedi

 

Oleh: Agus Wedi

Pada pemilu serentak 17 April 2019, sebanyak 224 warga Sampang korban konflik sosial yang tinggal di Rusunawa Puspa Agro, Jemundo Sidoarjo, Jawa timur tercatat dalam daftar pemilih tambahan (DPTb) keluar atau pemilih pindah ke Sidoarjo.

Sebabnya, dalam DPT asal, yakni di TPS 22 Desa Karang Gayam Kecamatan Omben dan TPS 60 di Desa Blu’uran Kecamatan Karang Penang, KPU Sampang menghapus nama mereka.

Selain itu, KPU setempat juga menghapus dua TPS yang dihuni oleh warga asal Desa Karang Gayam dan Blu’uran yang mengungsi di Jemundo. Dengan begitu jumlah TPS se-kabupaten Sampang juga berkurang menjadi 3.690 dari sebelumnya 3.692.

Perubahan hak memilih warga pengungsi Jemundo dari DPT Kabupaten Sampang menjadi DPTb Kabupaten Sidorarjo mendapat protes dari beberapa kalangan LSM. Mereka berasumsi bahwa perubahan tersebut menghilangkan hak konstitusional warga dari kelompok Syiah tersebut.

Tidak Melanggar Hak Konstitusional

Menanggapi hal tersebut, Komisioner KPU Sampang, divisi teknis, perencana dan data, Addy Imansyah menjelaskan, mekanisme pindah pilih bagi pengungsi Jemundo telah sesuai regulasi dan tidak melanggar hak konstitusional.

”Dalam konstitusi kita, hak pilih itu termasuk hak yang bisa dibatasi, bukan absolut. Ini yang harus diclearkan,” ucap dia, Kamis (21/3/2019).

Menurut pria berkacamata ini, pembatasannya karena undang-undang atau bisa juga karena ketertiban umum. Dia menambahkan, dalam UU 7/2017 dan PKPU 37/2018 tentang penyusunan daftar pemilih tidak ada yang secara eksplisit mengatur soal TPS khusus diluar dapil untuk korban bencana sosial.

Baca juga:  Gerakan People Power Diklaim Tak Bakal Diikuti Masyarakat Sumenep

“Yang ada adalah TPS berbasis DPTb. Untuk itu atas arahan KPU Provinsi, setelah penetapan DPT kami langsung berkordinasi dengan KPU Sidoarjo agar memfasilitasi warga sampang di Jemundo dengan mekanisme DPTb,” lanjut Addy.

Dijelaskan Addy, salah satu pertimbangan lokasi TPS adalah yang memudahkan pemilih baik dari aspek geografis maupun transportasi. Karena itulah TPS berbasis DPTb yang rencana didirikan adalah di lokasi pengungsian Sidoarjo.

“Hal itu sesuai keputusan KPU RI nomor 227, SE KPU nomor 244, surat KPU RI nomor 334 dan surat KPU RI nomor 421tentang jadwal tahapan DPTb tahap kedua,” terangnya.

Dengan diakomodirnya hak pilih pengungsi melalui DPTb, menurut dia bukan berarti menghilangkan hak konstitusional mereka, tetapi tetap menjaga hak memilih dalam pemilu 2019.

“Dengan DPTb hak pilih mereka terjamin meski ber KTP-el Sampang. Tentu saja surat suara yg diterima tidak sama karena meski satu provinsi antar sidoarjo dan sampang beda dapil,” jelasnya.

Seperti diketahui, sebanyak 224 warga Sampang yang mengungsi di Rusunawa Puspa Agro, Jemundo, Sidoarjo. Rinciannya, sebanyak 102 orang berasal Desa Karang Gayam Kecamatan Omben, dan 122 orang berasal dari Desa Blu’uran, Kecamatan Karang Penang.

Hak Politiknya Diakomodir dalam DPTb

Dalam pemilu 17 April 2019, pengikut Syiah asal Kabupaten Sampang Madura juga kehilangan sebagian hak politiknya. KPU Provinsi Jawa Timur telah memutuskan menempatkan 224 warga Syiah ke dalam daftar pemilih tetap tambahan (DPTb).

Baca juga:  KPU Sampang: 886 Orang Pemilih Pindah Keluar, Termasuk yang Di Jemundo

Berbeda dengan daftar pemilih tetap (DPT). Dengan status DPTb warga Syiah Sampang yang sejak tahun 2011 mengungsi ke Rumah Susun Jemundo, Sidoarjo hanya bisa memilih calon presiden (Capres) dan calon dewan perwakilan daerah (DPD).

Mereka tidak memiliki suara (hak politik) untuk pemilihan calon anggota DPRD tingkat II, DPRD tingkat I (provinsi Jawa Timur) dan DPR RI. “Pengungsi Syiah Sampang dimasukkan ke dalam Daftar Pemilih Tetap Tambahan (DPTb), “kata Ketua KPU Jawa Timur Choirul Anam.

Kaum Syiah Sampang dianggap sebagai korban bencana sosial. Karenanya diperlakukan khusus, yakni tidak mencoblos di tempat kelahiran.

Divisi SDM dan Partisipasi Masyarakat KPU Jatim Gogot Cahyo Baskoro mengatakan alasan keamanan menjadi salah satu faktor utamanya.

Membawa  warga Syiah ke Sampang Madura untuk pelaksanaan pemungutan suara, secara tekhnis tidak memungkinkan. Resiko yang ditanggung, yakni terutama keamanan terlalu besar. KPU memilih menyiapkan TPS khusus di Jemundo, Sidoarjo.

“Karena pertimbangan keamanan, tidak mungkin kita membawa mereka ke TPS di daerahnya, “kata Gogot. Lebih jauh Gogot menjelaskan, seperti halnya Blitar, wilayah Sampang juga menjadi pantauan khusus KPU Jawa Timur.

Berharap Pemerintah Tuntaskan Kasus Warga Syiah Sampang

Sehari sebelum coblosan pilihan gubernur Jawa Timur 2018 lalu, Tajul Muluk, tokoh utama pengungsi Syiah Sampang berharap pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur yang dilantik bisa menuntaskan persoalan Syiah Sampang. Warga  Syiah yang berjumlah 300 jiwa lebih berharap bisa pulang ke kampung halaman sekaligus dapat hidup normal sebagaimana warga negara Indonesia lainnya.

Baca juga:  Keluarga Korban Dugaan Penganiayaan di Pulau Mandangin Ajukan Olah TKP dan Penambahan Saksi

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Jawa Timur Fatkhul Khoir meminta Gubernur Khofifah Indar Parawansa segera mengambil langkah nyata dalam penyelesaian kasus Syiah Sampang.

Khofifah diminta segera membentuk tim penanganan pengungsi Syiah Sampang. Sebagaimana amanat undang undang, kasus Syiah harus segera mendapat solusi.  Bahkan Kontras berharap penanganan kasus Syiah bisa masuk ke dalam program kerja 100 hari pasangan Khofifah-Emil.

Sebab selama pemerintahan Gubernur Soekarwo dua periode, tidak ada solusi konkrit untuk nasib warga Syiah Sampang. “Khofifah harus membentuk tim penanganan untuk warga Syiah,” kata dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *