maduraindepth.com – Akhir-akhir ini kasus kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur masih marak terjadi di masyarakat. Hal tersebut tidak pernah usai diperbincangkan serta menjadi sorotan publik.
Atas peristiwa tersebut membuat Korps Putri (Kopri) Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Sampang kembali melakukan aksi turun ke jalan guna menyuarakan keadilan.
Aksi yang dilakukan Kopri di depan kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Sampang tersebut, berangkat atas dasar meningkatnya angka kasus kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur pada tahun 2020 di Kabupaten Sampang, Rabu (20/01).
Kordinator Lapangan (Korlap) Aksi, Miatul Khoir mengatakan dalam aksi tersebut pihaknya membawa tuntutan keadilan. Diantarnya, bagi para pelaku kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur harus dituntut hukum kebiri.
“Kami mendesak Kejari Sampang untuk menyetujui tuntutan kami. Salah satunya, agar memberlakukan hukuman kebiri terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur,” ucapnya.
Menurutnya, aksi tersebut dilakukan sebagai upaya untuk meminimalisir terjadinya kasus kekerasan seksual serta memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan sosial.
Untuk lebih ditindak lanjuti, pihaknya menuntut agar Kejari harus memberlakukan PP Nomor 70 tahun 2020 tentang tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia.
“Dengan diberlakukan hukuman kebiri, dimungkinkan bisa membuat efek jera kepada para pelaku kekerasan seksual terhadap anak,” ungkapnya.
Miatul Khoir menjelaskan, bahwa tindakan kebiri kimia adalah pemberian zat kimia, melalui penyuntikan atau metode lain. Hal tersebut dilakukan kepada pelaku yang pernah dipidana dalam kasus kekerasan atau ancaman kekerasan, yang memaksa anak di bawah umur untuk melakukan persetubuhan.
“Kami sangat berharap, Kejari Sampang dapat menjerat pelaku kekerasan dengan seberat-beratnya sesuai dengan UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak,” harapnya.
Hal tersebut mendapat jawaban langsung dari Kasi Pidum Kejari Sampang, Budi Darmawan. Ia menyatakan bahwa PP Nomor 70 Tahun 2020 tentang tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak masih baru disahkan.
Menurutnya terkait kasus kekerasan seksual yang terjadi di Sampang yang melibatkan enam pelaku sebelumnya, pada tahun 2020 pihaknya sudah menyelesaikan kasus pelecehan tersebut.
“Perlu diingat kembali, terkait kasus perkara anak, dalam hal ini kekerasan pada anak, kami sudah menjalankan seperdua dari ancaman pidana orang dewasa”, jelasnya.
Budi menambahkan, bahwa dalam undang-undang perlindungan anak terdapat pidana minimal. Namun bagi pelaku anak-anak tidak menganut pidana minimal.
“Bahkan dalam persidangan kasus itu dilakukan tertutup, jadi kenapa kami tidak memberlakukan aturan pidana kebiri, karena mempidanakan kebiri ada beberapa hal,” bebernya.
Dia menegaskan, apabila perkara yang masuk ke meja Kejari sudah memenuhi syarat, maka pihaknya akan menuntut dengan aturan tersebut.
“Mempidanakan kebiri itu akan diekspos di Kejati bahkan ke Kejagung asal memenuhi persyaratan. Jadi siapapun yang melakukan kekerasan pada anak di bawah umur, kami pasti memberikan keadilan,” tutupnya. (Alim/MH)