Oleh : Suharianto*
maduraindepth.com – Bupati Sampang baru saja mendapatkan penghargaan sebagai Bapak Pembangunan beserta Wakil Bupati Sampang yang juga mendapatkan penghargaan sebagai Bapak Pemberdayaan. Penghargaan itu masing-masing diberikan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada acara peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang ke-75 tahun 2021.
Para pemerhati atau pengamat, akademisi, ilmuwan, aktivis, hingga masyarakat banyak yang timbul pertanyaan, karena predikat yang diberikan kepada Bupati dan Wakil Bupati Sampang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan. Bagaimana tidak, Kabupaten Sampang belakangan ini terus mengalami kemunduran, baik dalam aspek pembangunan maupun pemberdayaan.
Kemunduran yang dialami di sektor pembangunan (infrastruktur) dengan dibuktikannya akses jalan rusak poros kabupaten di Desa Tlagah, Banyuates. Di situ, masyarakat sampai menanamkan pohon pisang dan pepaya karena sudah tidak layak menjadi jalan. Ambruknya jembatan penghubung antara Tambelangan dan Banyuates, masyarakat sangat berharap kepada pemerintah agar dibenahi.
Disusul dengan longsornya jalan poros kabupaten yang menghubungkan Kecamatan Karang Penang dan Omben di Desa Bluuran juga dibiarkan. Wilayah tengah juga mengalami kerusakan jalan poros kabupaten di Kedungdung yang berkubang lumpur. Bahkan saking parahnya jalan yang rusak itu bisa menjadi gugatan Class Action (tindakan kelas) kepada pemerintah daerah.
[td_block_video_youtube playlist_title=”” playlist_yt=”txwu4YtP25c” playlist_auto_play=”0″]
Kemudian beralih pada pemberdayaan. Pemberdayaan di Sampang hampir tidak ada kabar sedikit pun. Apalagi pemberdayaan kepada masyarakat desa yang kebanyakan sering luput dari perhatian pemerintah. Masih banyak masyarakat yang mengeluhkan soal kesejahteraannya, ada yang mengeluh soal bantuan yang tidak sampai, ada yang tidak bisa berobat karena tekendala oleh biaya, bahkan ada yang tidak bisa mengenyam pendidikan hanya karena pemberdayaan yang kurang merata hingga ke pelosok desa.
Banyaknya pembangunan dan pemberdayaan yang terbengkalai dan tidak terurus dengan baik. Bapak Pembangunan dan Bapak Pemberdayaan perlu dipertanyakan kinerjanya selama menjadi pemimpin di Kota Bahari, khususnya ketika menerima penghargaan, justru harus lebih giat dan gencar melakukan gebrakan. Kemajuan dan kesejahteraan apa yang membuat keduanya menyandang predikat itu, atau teori dan konsep pembangunan dan pemberdayaan seperti apa yang ia rencanakan dan kerjakan.
Tidak ada yang salah mendapatkan penghargaan, tapi lagi-lagi harus sesuai dengan kinerja di lapangan. Di tengah-tengah sengkarutnya pembangunan dan pemberdayaan, Bapak Pembangunan dan Bapak Pemberdayaan diharapkan tidak hanya sibuk dengan pekerjaan yang masih minim dirasakan oleh semua kalangan. Ditambah lagi dengan prioritas pembangunan infrastruktur secara merata, dan tidak berhenti dalam pembahasan dan statement belaka.
Pertanyaan terakhir “apa kabar bapak pembangunan dan bapak pemberdayaan?” (*)
*Penulis merupakam Sekretaris Himpunan Mahasiswa Sampang (Himasa) Surabaya