maduraindepth.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menetapkan bahwa pembagian amplop berlogo PDIP kepada jamaah masjid di Sumenep tidak masuk pelanggaran Pemilu. Bawaslu memaparkan beberapa alasan mengenai ketetapan tersebut.
Anggota Bawaslu, Totok Hariyono menuturkan, pihaknya menilai peristiwa tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai kampanye pemilu. Sebab secara hukum, jadwal kampanye belum dimulai.
Berdasarkan Peraturan KPU nomor 3 tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilu Tahun 2024, kampanye pemilu baru akan dimulai pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024. Totok menyebut, PDIP merupakan parpol peserta pemilu 2024 yang dapat dikategorikan sebagai subyek hukum.
Namun berdasarkan fakta hasil penelusuran, pembagian amplop berlogo PDIP di Sumenep yang dilakukan atas dasar inisiatif personal, dalam hal ini Said Abdullah, bukan keputusan PDI Perjuangan.
“Dengan pertimbangan tersebut, peristiwa yang terjadi tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran sosialisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Peraturan KPU Nomor 33 Tahun 2018. Sedangkan Said Abdullah meskipun sebagai pengurus atau anggota PDI Perjuangan dan sebagai anggota DPR, namun yang bersangkutan bukan merupakan kandidat atau calon,” ungkapnya saat konferensi pers, Kamis (6/4).
Bawaslu Ingatkan Parpol Peserta Pemilu Tak Lakukan Politik Transaksional
Sementara itu, Anggota Bawaslu Lolly Suhenty mengatakan, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Bawaslu menyimpulkan tidak terdapat dugaan pelanggaran pemilu dalam peristiwa pembagian amplop berisi uang yang terjadi di tiga kecamatan di Kabupaten Sumenep. Meski demikian, Bawaslu mengingatkan kepada partai politik peserta pemilu maupun pihak-pihak lain untuk tidak melakukan politik transaksional seperti membagi-bagikan uang yang dapat terindikasi politik uang.
“Politik transaksional, terutama setelah penetapan calon atau pasangan calon berimplikasi pada sanksi pembatalan sebagai calon atau paslon peserta pemilu seperti diatur dalam Pasal 286 UU pemilu,” terangnya.
Lolly menjelaskan, politik uang juga dapat dijerat dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak 48 juta sebagaimana diatur dalam Pasal 523 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Pemilu. Jika perbuatan tersebut terbukti berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka berimplikasi sanksi administratif berupa pembatalan dari daftar calon tetap atau pembatalan penetapan sebagai calon terpilih, sebagaimana dimaksud Pasal 285 UU pemilu.
“Bawaslu mengingatkan kepada partai politik peserta pemilu maupun pihak-pihak lain untuk tidak melakukan larangan-larangan dalam pemilu. Bawaslu mendorong semua pihak untuk menciptakan kompetisi yang adil, melakukan kegiatan politik yang meningkatan kesadaran politik masyarakat, serta mempererat persatuan,” tegasnya.
Bawaslu berpendapat, meskipun pembagian uang merupakan kebiasaan, hal tersebut berpotensi menjadi persoalan hukum. Mengingat dilaksanakan bertepatan dengan momentum penyelenggaraan Pemilu 2024.
Potensi itu terlebih karena terdapat logo partai politik dan foto seseorang. Penempatan logo dan foto diri dapat mengesankan citra diri seseorang yang merupakan salah satu unsur kampanye. Lebih lagi, peristiwa terjadi di tempat ibadah.
Peristiwa tersebut, lanjut dia, memiliki kesamaan dengan muatan kampanye pemilu. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur bahwa kampanye pemilu merupakan kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu. Dalam kampanye pemilu terdapat larangan, salah satunya adalah dilarang dilaksanakan di tempat ibadah serta dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h dan j UU Pemilu. (*)
Dapatkan Informasi Menarik Lainnya Di Sini