banner 728x90

Said Abdullah: Anggota DPR Nonaktif Masih Terima Gaji

DPR Nonaktif
Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah. (Foto: Istimewa)

maduraindepth.com – Gelombang demonstrasi yang mengguncang sejumlah kota di Indonesia sejak pekan lalu, membuahkan hasil. Menyusul protes keras dari masyarakat, sejumlah partai politik mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan beberapa anggotanya dari kursi DPR RI.

Namun, keputusan ini justru berpotensi memicu amarah baru, setelah terungkap bahwa para anggota dewan yang dinonaktifkan tersebut masih akan menerima gaji dan tunjangan penuh.

Tindakan penonaktifan ini diambil oleh beberapa partai, di antaranya Partai NasDem, PAN, dan Golkar. Lima nama yang dinonaktifkan adalah Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Partai NasDem; Eko Patrio dan Uya Kuya dari PAN; serta Adies Kadir dari Partai Golkar.

Keputusan ini diambil setelah mereka menuai kritik tajam dan kemarahan publik. Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dinonaktifkan karena pernyataan mereka yang dinilai mencederai perasaan rakyat, sementara Uya Kuya dan Eko Patrio dinonaktifkan akibat aksi kontroversial saat Sidang Tahunan MPR.

​Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi, dan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Sarmuji, membenarkan penonaktifan ini. Keputusan tersebut diambil sebagai respons atas tuntutan masyarakat yang disuarakan melalui demonstrasi.

Gaji Tetap Mengalir

Meski dinonaktifkan, para anggota dewan ini ternyata masih berhak menerima gaji dan tunjangan. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah.

Baca juga:  Dinkes Sampang Gelar Pelatihan Intervensi Perubahan Perilaku

Menurut Said, secara teknis, status “nonaktif” tidak dikenal dalam Undang-Undang MD3 atau Tata Tertib DPR.

​”Baik tatib maupun Undang-undang MD3, memang tidak mengenal istilah nonaktif,” ujar Said di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, seperti dilansir media mainstream, Senin (1/9/2025).

​Said menjelaskan, penonaktifan ini hanya bersifat internal partai. Karena mereka secara administrasi masih tercatat sebagai anggota DPR sampai adanya proses Pergantian Antar Waktu (PAW), hak-hak keuangan mereka pun tidak dapat dicabut.

Namun, pernyataan ini kemudian menuai polemik dan kritik dari berbagai pihak, termasuk ahli hukum. ​Ahli hukum tata negara, Feri Amsari, menyoroti bahwa tindakan ini justru berpotensi membuat publik semakin geram.

Menurut Feri, partai politik seharusnya memberikan sanksi yang lebih tegas kepada anggotanya yang bermasalah, bukan hanya penonaktifan yang tidak memiliki konsekuensi hukum yang kuat.

“Bahasa nonaktif tidak dikenal [dalam UU MD3]. Jadi, tindakan dinonaktifkan ini berpotensi membuat publik semakin geram,” kata Feri. (*)

banner 728x90

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *