Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin Hak Konstitusi Warga Negara

Nor Faisal
Nor Faisal
Oleh: Nor Faisal*

maduraindepth.com – Hukum secara hakiki harus pasti dan adil. Pasti sebagai pedoman kelakuan, dan adil karena pedoman kelakuan itu harus menunjang suatu tatanan yang dinilai wajar. Hanya karena bersifat adil dan dilaksanakan dengan pasti hukum dapat menjalankan fungsinya. Maka kepastian dan keadilan bukanlah sekedar tuntutan moral, melainkan secara faktual mencirikan hukum. Suatu hukum yang tidak pasti dan tidak mau adil bukan sekedar hukum yang buruk, melainkan bukan hukum sama sekali.

Bantuan hukum merupakan suatu wadah atau tempat bagi masyarakat miskin untuk mendapat perlakuan yang sama dan adil di hadapan hukum (equal before the law), dengan mengacu kepada nilai pancasila yang kelima yakni “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, sehingga keadilan sosial ini akan ter-implementasikan dengan efektif dan secara menyeluruh bagi rakyat Indonesia dan tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia sebagai cita-cita bangsa dan negara.

Implementasinya selama ini menunjukkan, uluran tangan untuk membantu masyarakat miskin mengakses keadilan sangat tidak memadai. Aktivitas bantuan hukum yang dilakukan oleh penggiat bantuan hukum, dari lembaga bantuan hukum kampus, ormas, partai politik, lembaga swadaya masyarakat, semua “mati suri”, karena terbentur masalah administrasi dan legalisasi praktek bantuan hukum. Keluarnya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokad, sebagai undang-undang yang megatur profesi Advokad, justru menghilangkan aktivitas pemberian bantuan hukum untuk golongan masyarakat tidak mampu. Profesi advokad, meskipun diakui sebagai profesi yang mulia (ovissium nobile), realitasnya sebenarnya dia adalah “corporate”, bukan lembaga. Fakta semakin menguatkan bahwasannya melihat praktek yang ada selama ini, pelayanan advokad jauh dari jangkauan kelompok masyarakat tidak mampu dan kelompok rendahan, komersialisasi dan sikap elitis profesi advokad semakin memberikan gap yang cukup lebar dengan harapan untuk terealisasinya prinsip menegakkan hukum seadil-adilnya.

Penyebaran bantuan hukum yang tidak merata, tidak menyebarnya advokad di seluruh pelosok tanah air dan terpusat di kota-kota berakibat masyarakat miskin yang sebagian besar berada di pelosok-pelosok desa tidak akan mampu terlayani oleh bantuan hukum advokad. Bantuan hukum cuma-cuma diatur di dalam Undang-undang nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 42 tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum.

Penyediaan bantuan hukum (pro – bono) dalam satu pintu yang dilaksanakan oleh advokad dan organisasi advokad telah mempersempit akses bantuan hukum, sehingga sebagai kebijakan hukum tidak akan efektif, sebab sebelum berlakunya undang- undang advokad pelayanan bantuan hukum sangat bervariasi dan banyak pilihan. Hal ini akan berdampak pada tiga hal kepada user atau pengguna jasa bantuan hukum pro-bono. Yaitu, lemahnya kualitas pelayanan (asal-asalan), tidak berkembangnya perluasan akses pemberian bantuan hukum dan terabaikannya prinsip “equality before the law”. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *