Syekh Khotib Mantoh dan Misteri Doa Songay Rajeh

Makam Syekh Khotib Mantoh di area Masjid Jamik Madegan, Sampang, Madura. (Foto: Faisal for MI)
Oleh: Faisal Ramdhoni *

 

Syekh Zainal Abidin atau yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Khathib Mantoh merupakan salah satu tokoh ulama besar generasi awal di kabupaten Sampang. Sumber kedatangan Pangeran Khathib Mantoh ini banyak tertera di beberapa lembar catatan silsilah keturunannya. Di pasareannya juga ada semacam deskripsi siapa dan bagaimana mengenai tokoh besar ini.

banner auto

Nama beliau juga tercatat dalam buku “Sedjarah Tjaranja Pemerintahan di Daerah-daerah di Kepulauan Madura”, tulisan Zainal Fattah alias Raden Tumenggung Ario Notoadikusumo, Bupati Pamekasan.

Dalam buku tersebut, Pangeran ini ditulis Pangeran Khathib Sampang, putra Pangeran Kulon I bin Sunan Giri I. Beliau disebut menikah dengan Ratu Kasindaran, janda Pangeran Kasindaran. Ratu Kasindaran adalah salah satu putri dari Kiai Pratanu atau Panembahan Lemah Duwur.

Sementara di naskah-naskah kuna Madura tercatat Pangeran Khathib Mantu atau Tib Manto, salah satu putra dari Panembahan Kulon (di pasareannya, di kompleks Asta Giri tertulis Sunan Kulon) bin Sunan Giri, pendiri sekaligus penguasa pertama Keraton Giri atau Giri Kedaton, Gresik.

Dalam naskah-naskah yang bersumber pada catatan luar Madura, seperti yang bersumber pada catatan-catatan silsilah Giri Kedaton, Pangeran Khathib Mantu merupakan putra Sunan Kulon dari isteri pertama.

Beliau bersaudara satu ibu dengan Nyai Gede Kedatun (ibunda Sunan Cendana), Ratu Gede Mataram, dan Nyai Gede Kentil (isteri Pangeran Kabu-kabu). Putra Sunan Kulon lainnya ialah Pangeran Kebak (Gebak), Pangeran Dukat, Pangeran Waridi, Pangeran Jaladasi, Pangeran Waruju, dan lain-lain.

Baca juga:  Qurrotul Uyun dan Aliyuddin Lolos Sebagai Pemuda Pelopor Sampang 2021

Di catatan lain, Pangeran Khathib Mantu ini tertulis Pangeran Khathib Pakebunan. Ini rupanya sesuai dengan naskah manuskrip di Pamekasan yang diterjemahkan oleh Drs Abdul Halim Bahwi, bahwa Sunan Cendana pada waktu ke Madura sempat tinggal bersama pamannya yang bernama Khathib Pakebunan di Sampang.

Makam Pangeran Khotib Mantoh berada di samping utara Masjid Madegan Kelurahan Polagan Sampang. Masjid tertua di Sampang ini dikenal sebagai tempat pelaksanaan sumpah pocong.

Setiap harinya di makam pangeran Khotib Mantoh selalu ada orang yang berziarah. Apalagi kalau malam Jum’at Manis atau keesokannya. Orang orang yang berziarah semakin banyak, bahkan ada yang berasal dari luar kota Sampang.

Semasa hidupnya, Pangeran Khotib Mantoh dikenal memilik pengaruh yang cukup luas tak hanya di kawasan Madura Barat. Beliau dikenal sebagai tokoh alim besar dan seorang Wali Agung.

Banyak tokoh ulama di Madura dan luar Madura yang memiliki sanad keilmuan hingga beliau. Salah satu amalan ijazah terkenal di Madura dan Jawa diyakini bersanad tunggal pada beliau, yaitu ijazah wirid Songay Raja (Sungai besar).

Beradasarkan cerita yang beredar kuat di kalangan masyarakat. Ijazahi doa Songay Rajeh diterima langsung oleh Pangeran Khotib Mantoh dari Nabiyyullah Sayyidina Khidzir ‘Alaihi Salam. Setelah beliau menjalani pertapaanya selama 40 tahun di dasar laut.

Baca juga:  PN Sampang Kembali Gelar Sidang Tipiring, Pelanggar Prokes Covid-19 Didenda Rp 25 Ribu

Ketika itulah Nabi Khidzir mendatanginnya dengan berwujud buaya putih yang sangat besar. Kemudian Syeikh Khatib di suruh masuk kedalam mulut buaya itu beberapa waktu. Saat itulah Syeikh Khatib menerima wejangan dan doa Sungoy Rajeh dari Nabi Khidzir.

Wirid atau doa Songay Rajeh ini sangatlah masyhur dan dikenal dengan keampuhannya. Sampai-sampai doa ini tidak boleh dibaca di sembarang tempat. Terutama di tempat-tempat yang beratap. Misalanya di dalam rumah atau di atas kendaraan. Jika ada yang secara sengaja membaca doa ini maka berakibat atap rumahnya akan roboh dan ban kendaraan akan meletus seketika.

Tidak hanya itu, pengamal Doa Songay Rajeh sangat dilarang keras untuk berbuat zina. Jika sampai berbuat zina maka akan berakibat fatal.

Konon, pengamal doa songay rajeh yang berzina tubuhnya akan rusak parah. Alat kelaminnya pun bisa putus dan hancur dengan sendirinya. Maka dari itu para pengamal doa ini haruslah ekstra hati-hati dan tahan godaan dalam menjalani kehidupannya.

Pengijazahan doa ini juga tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Hanya keturunan langsung dari Pangeran Khotib Mantoh yang bisa melakukannya. Di Sampang, keturunan yang bisa memberikan ijazah songay rajeh itu diantaranya keluarga Pengasuh Pesantren Al-Haromain, Duwek Pote Sampang serta prettyara Kyai yang oleh kebanyakan warga Madura dikenal dengan sebutan “Tengginah”. Daerah ini berada di perbatasan Kecamatan Omben Sampang dan Kecamatan Proppo Pamekasan.

Baca juga:  Melihat Rangkuman Sejarah Sampang di Wisata Arsip Masyarakat

Menariknya lagi, saat pengijazahan doa songay rajeh, tidak boleh ditulis hanya diucapkan secara lisan saja. Jadi bagi yang berniat mengamalkannya harus mendengar dan mengingatnya baik baik saat diijazahi. Itupun dilakukan tanpa alas kaki dan di ruangan terbuka yang tak beratap.

Tata caranya mirip dengan ijazah hizib maghrobi. Dimana, pengijazah hanya melafalkan doa tiga kali setelah itu sudah tidak boleh mengulang lagi. Daya ingat yang kuat menjadi syarat penting yang harus dimiliki oleh para pengamal. Bila saat diijazahi belum juga hafal maka berarti doa songay rajeh masih belum waktunya untuk didapatkan.

* Penulis adalah penggiat di Komunitas Sarjana Kuburan

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner auto