Dinsos P3A Sumenep Diduga Kongkalikong, Soal Penyaluran BLT DBHCHT Desa Padangdangan

Blt dbhcht dinsos p3a sumenep desa padangdangan
Pengendara motor melintas di depan Kantor Dinsos P3A Sumenep beberapa waktu lalu. (Foto: Moh. Busri/MID)

maduraindepth.com – Kasus gagalnya penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) di Desa Padangdangan, Kecamatan Pasongsongan, Sumenep, terus dipersoalkan. Diberitakan sebelumnya, bantuan sosial (bansos) tersebut gagal direalisasikan karena terjadi penolakan dari Kepala Desa (Kades) setempat.

Media ini sudah mengkonfirmasi Kades Padangdangan Muhammad Maskon. Dia menyampaikan, alasan bansos itu ditolak karena diindikasikan menjadi alat kampanye. Sehingga, dianggap berpotensi memicu perseteruan di tengah masyarakat.

banner 728x90

“Itu untuk menjaga kondusifitas di internal aparat pemerintah desa, termasuk juga masyarakat,” ungkapnya.

Sementara itu, salah satu warga Desa Padangdangan Nurhasan membantah tudingan dari Kades Maskon. Terutama berkaitan dengan BLT DBHCHT yang disebut menjadi alat kampanye politik pemilu pada Februari 2024.

Diketahui, Nurhasan merupakan salah satu inisiator yang mengajukan nama-nama calon keluarga penerima manfaat (KPM). Mengenai jumlah calon KPM BLT DBHCHT di Desa Padangdangan, Sumenep, yaitu sebanyak 185 orang.

Menurut Nurhasan, gagalnya realisasi BLT DBHCHT di desanya murni disebabkan penolakan dari Kades Maskon. Padahal, lanjut dia, Kades tidak memiliki kewenangan untuk menolak atau bahkan menyetujui proses realisasi bansos DBHCHT.

“Kades tidak punya peran untuk menyetujui, apalagi menolak proses penyaluran BLT DBHCHT,” ucapnya.

Sehubungan dengan itu, Nurhasan menyatakan bahwa gagalnya penyaluran BLT DBHCHT di Desa Padangdangan menyalahi aturan. Tepatnya, mengacu terhadap Peraturan Bupati (Perbup) Sumenep Nomor 17 tahun 2024.

Baca juga:  Wisata Goa Lebar di Sampang Terancam Ditutup

Dalam regulasi tersebut, tidak ada peraturan yang menyebutkan bahwa penyaluran BLT DBHCHT harus meminta persetujuan dari Kades. Maka dari itu, meskipun ada penolakan, seharusnya bansos tetap dapat direalisasikan.

Atas dasar itu, Nurhasan menuding adanya kongkalingkong antara Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Sumenep dengan Kades Maskon. Karena, lebih mematuhi penolakan Kades Maskon daripada Perbup yang menjadi dasar aturan.

“Ini jelas ada kongkalikong antara Dinsos P3A Sumenep dengan Kades,” ujarnya.

Dinsos P3A Sumenep Bantah Ada Kongkalikong

Menanggapi masalah tersebut, Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos) Dinsos P3A Sumenep, Erwin Hendra mengklaim tidak pernah terjadi kongkalikong. Yaitu antara instansinya dengan Kades Padangdangan.

Menurutnya, BLT DBHCHT Desa Padangdangan gagal direalisasikan karena Dinsos P3A Sumenep mengutamakan sinergitas dengan pemerintah desa. Sekaligus, hal itu juga sebagai upaya transparansi terhadao pemerintah desa mengenai penyaluran bantuan.

“Tidak ada kongkalikong. Buktinya, kami tetap memakai data yang diberikan oleh DKPP Sumenep. Kami tidak menambahi atau bahkan mengurangi,” tuturnya.

Hendra menjelaskan, bahwa instansinya sekadar menerima data usulan calon KPM dari dinas teknis terkait. Seperti, untuk data calon KPM kategori buruh tani tembakau, diterima dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP). Sedangkan, untuk calon KPM kategori buruh pabrik rokok, diterima dari Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker).

Baca juga:  Tolak Realisasi BLT DBHCHT, Kades Padangdangan Sebut Bansos Jadi Alat Kampanye

“Dari data itu, kemudian dilakukan varval (verifikasi dan validasi) oleh tim dari kami untuk ditetapkan sebagai penerima BLT,” jelasnya.

Sesuai regulasi, lanjut Hendra, memang tidak ada aturan tertulis yang menyebutkan bahwa penyaluran BLT DBHCHT harus disetujui oleh Kades. Tetapi, Kades tetap memiliki peran keterlibatan sebagai bentuk sinergitas antarstruktur pemerintah. Sekaligus, di samping itu bertujuan untuk menjaga transparansi proses penyaluran bantuan.

Hendra menyebutkan, bahwa dalam beberapa surat berita acara (BA) tahapan penyaluran BLT DBHCHT harus ditandatangani oleh Kades. Salah satunya, seperti BA verval terhadap calon KPM. Maka dari itu, tentu Kades dianggap masih memiliki peran keterlibatan.

“Ketika distribusi undangan penyaluran, juga melalui Kades dan ketika ada penerima yang berhalangan hadir, surat kuasanya yang diberikan kepada orang yang satu KK, juga harus mengetahui Kades,” terangnya. (bus/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *