Opini  

Urgensi dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Pemilu

Kholilur Rahman.
Oleh : Kholilur Rahman*

maduraindepth.com – Menyambut pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak, masing-masing Bawaslu kabupaten/kota mulai membentuk Sentra Penegakan Hukum Tepadu (Gakkumdu) dalam rangka meningkatkan pola kerjasama antara tiga instansi baik itu Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan. Seperti yang termaktub dalam Pasal 1 angka 38 UU Pemilu bahwa Gakkumdu adalah pusat aktivitas penegakan hukum tindak pidana Pemilu yang terdiri atas unsur Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepolisian Daerah, dan/atau Kepolisian Resort, dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi, dan/atau Kejaksaan Negeri.

Gakkumdu sebagai sentra penegakan hukum terpadu memiliki peran penting dalam penegakan tindak pidana Pilkada. Dalam Pasal 477 UU Pemilu menyebutkan “bahwa penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan tindak pidana Pemilu dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini”.

Yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang menjadi penyelidik, penyidik dan penuntut umum dalam tindak pidana Pemilu?

Menurut hemat penulis Gakkumdu mempunyai kewenangan dalam penegakan hukum (law enforcement) baik dalam tahap penyelidikan, penyidikan maupun penuntutan, karena dalam wadah Gakkumdu selain Bawaslu juga terdiri atas penyidik yang berasal dari Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penuntut umum yang berasal dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia, berdasarkan pada Pasal 486 ayat (1) UU Pemilu.

Ketiga instansi di atas yang mengikat dirinya dalam wadah Gakkumdu, harus merupakan “subsistem” yang mendukung “total sistem” proses penegakan hukum dalam suatu kesatuan yang menyeluruh di Pilkada 2020. Prof. Ahmad Ali dalam bukunya (Menguak Tabir Hukum), memberikan sedikit pemahaman bahwa dalam suatu sistem tidak menghendaki adanya konflik di dalam tubuhnya dan/atau tidak boleh terjadi overlapping (tumpang tindih). Dalam hubungan ini, Van Vollenhoven menyatakan: “innerlijke samenbang waarin ieder nieuw problemzijn antwoord vindt.”

Baca juga:  Membangun Karakter Anak Bangsa dan Aktualisasi Disdik Melayani

Tonton Video

[td_block_video_youtube playlist_title=”” playlist_yt=”ayj5jG7_-XI” playlist_auto_play=”0″]

Untuk itu, dalam menyamakan pemahaman antara tiga instansi dalam Gakkumdu, secara bersamaan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan Kejaksaan Agung meneken Peraturan Bersama Ketua Bawaslu RI, Kapolri dan Jaksa Agung Nomor 5, Nomor 1, dan Nomor 14 Tahun 2020 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.

Ratio legis dari pembentukan Gakkumdu ini adalah prinsip saling koordinasi sebagaimana telah digariskan dalam integrated criminal justice system, untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana Pemilu antara Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan.
Prinsip saling kontrol di atas adalah pengawasan saling ceking antara instansi penegak hukum seperti halnya yang dijumpai dalam KUHAP. Dengan dibentuknya wadah Gakkumdu yang terdiri Bawaslu, Penyidik Polri dan Penuntut Umum akan mempermudah jalinan koordinasi antarinstansi dalam penegakan hukum pelanggaran tindak pidana Pemilu, baik saling ceking antara instansi penegak hukum maupun dalam bentuk Built in control yang merupakan pengawasan dengan sendirinya ada pada setiap struktur organisasi.

Apa Urgensinya?

Gakkumdu dalam kewenangan penegakan tindak pidana Pemilu harus menjalin sinergisitas antara penegak hukum. Hal tersebut berdasarkan Pasal 486 ayat (1) UU Pemilu yaitu untuk menyamakan pemahaman dan pola penegakan tindak pidana Pemilu, Bawaslu, Polri dan Kejari membentuk Gakkumdu. Maka sinergisitas dalam penegakan hukum ini harus ditingkatkan apalagi di tengah Pandemi Covid-19, selain keadilan yang harus ditegakkan, keamanan dan kesehatan harus dijaga selama proses pemilu.

Baca juga:  Menikung Kata Dalam Sirkuit Rasa

Meskipun dalam Pasal 477 UU Pemilu menyebutkan bahwa penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan tindak pidana pemilu dilakukan berdasarkan KUHAP, ada sedikit ketentuan yang berbeda dengan KUHAP. Dimana keharusan dalam proses penegakan hukum baik itu penyelidikan, penyidikan dan penuntutan oleh Gakkumdu. Penyelidik dalam melakukan penyelidikan menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana Pemilu, maka hasil penyelidikannya disampaikan kepada penyidik paling lama 1 x 24 jam berdasarkan pasal 479 UU Pemilu.

Tonton Video

[td_block_video_youtube playlist_title=”” playlist_yt=”rVfBnoyGl68″ playlist_auto_play=”0″]

Setalah dilakukannya penyelidikan sebagaimana dimaksud di atas, selanjutnya proses penyidikan dalam waktu paling lama 14 hari berkas perkara harus disampaikan kepada penuntut umum berdasarkan Pasal 480 ayat (1) UU Pemilu, dan penuntut umum melimpahkan berkas perkara kepada pengadilan negeri paling lama 5 hari sejak diterimanya berkas perkara dari penyidik berdasarkan Pasal 480 ayat (4) UU Pemilu.

Sidang pemeriksaan perkara tindak pidana Pemilu dilakukan oleh majelis khusus di pengadilan negeri, dimana pengadilan bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilu paling lama tujuh hari sebagaimana disebut Pasal Pasal 482 ayat (1) UU Pemilu dan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Penyelesaian Tindak Pidana Pemilihan dan Pemilihan Umum.

Bentuk Satgas Anti Politik Uang, Lalu Bagaimana dengan Sentra Gakkumdu?

Sisi menariknya lagi dalam rangka penegakan hukum pada Pilkada 2020, selain masing-masing Bawaslu Kabupaten/Kota membentuk Gakkumdu. Juga terdapat rencana pembentukan Satuan Tugas (Satgas) anti money politic, seperti yang dikatakan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo yang memerintahkan jajaran untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) anti maney politic dalam Pilkada 2020.

Baca juga:  Lebaran, Silaturahmi, dan Physical Distancing

Kewenagan Gakkumdu secara tegas diatur dalam UU Pemilu dan Peraturan Bersama Ketua Bawaslu RI, Kapolri dan Jaksa Agung Nomor 5, Nomor 1, dan Nomor 14 Tahun 2020 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota. Lalu bagaimana dengan tugas dan kewenangan Satgas anti maney politic ini, apakah hanya berada dalam tahap penyelidikan dan penyidikan atau hanya mempunyai kewenangan penyelidikan?

Gakkumdu dan Satgas anti maney politic, mempunyai tujuan yang sama. Yaitu bertugas untuk keamanan dari praktik kecurangan. Hal ini diharapkan tidak terjadi konflik kewenangan atau tumpang tindih antara Gakkumdu dan Satgas anti maney politic. Maka ketentaun yang mengatur keduanya ini harus meletakkan suatu asas “penjernihan” (clarification) dan “modifikasi” (modification) dalam fungsi dan wewenang antara instansi penegak hukum, yang telah digariskan dalam integrated criminal justice system. (*)

* Penulis merupakan Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Airlangga Surabaya, tinggal di Kabupaten Sumenep.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner auto