maduraindepth.com – Tradisi malam 1 Suro yang dahulu kental dengan nuansa spiritual dan budaya di Kabupaten Sampang kini mulai kehilangan gaungnya. Sejumlah tokoh agama dan budaya mengajak masyarakat untuk kembali menghidupkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam momen tahun baru Islam ini.
Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Sampang, Fandi, menyampaikan bahwa 1 Muharram bukan sekadar pergantian tahun dalam kalender Hijriah, melainkan momentum memperkuat semangat keberagamaan dan kerukunan.
“Semangat tahun baru Islam adalah semangat pengamalan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan sosial,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa ritual budaya seperti tirakatan atau ruwatan tetap dapat dilakukan selama tidak menyimpang dari prinsip keagamaan.
“Selama masih berada dalam koridor budaya dan tidak bertentangan dengan ketauhidan, itu bisa dilanjutkan sebagai bagian dari tradisi lokal,” jelasnya.
Budayawan H. Daiman mengungkapkan bahwa tradisi malam Suro seperti pembersihan pusaka, doa-doa khusus, serta penyajian tajin sorah (bubur Suro) semakin jarang dijumpai.
“Dulu ini sangat lekat dengan masyarakat. Tapi sekarang mulai memudar, terutama di kalangan generasi muda,” katanya.
Hal senada disampaikan Ketua MTD Trunojoyo, Ustad Suadi Akas. Menurutnya, kegiatan spiritual di malam 1 Suro seperti doa bersama dan zikir masih dijalankan, namun perlu diperkuat melalui kolaborasi berbagai pihak.
“Kami terus berupaya menjaga tradisi ini agar tetap hidup, tentunya akan lebih baik jika didukung secara bersama-sama,” tuturnya.
MTD (Madura Tempo Doeloe) sendiri merupakan komunitas pelestari budaya di Sampang yang aktif memperkenalkan sejarah dan tradisi lokal melalui kegiatan edukatif.
Para tokoh berharap tradisi malam 1 Suro bisa kembali mendapat ruang dalam kehidupan masyarakat, sebagai bagian dari jati diri budaya Madura yang perlu terus dijaga dan diwariskan. (Poer/MH)