maduraindepth.com – Tidak semua institusi pendidikan di Kabupaten Sampang menyediakan layanan inklusi bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Keberadaan sekolah inklusi di Kota Bahari nyaris tidak ada. Namun Taman Kanak-Kanak (TK) PGRI 1 Sampang tetap menerima anak berkebutuhan khusus (ABK) sebagai siswanya.
Sejak tahun 2021, TK PGRI 1 Sampang mulai menerima siswa berkebutuhan khusus. Tahun lalu, sekolah ini menerima satu orang siswa disabilitas tunawicara. Tahun ini kembali menerima disabilitas sensorik atau tunanetra.
Kepala TK PGRI 1 Sampang Sri Indah Wulandari menyampaikan, sekolahnya menerima siswa berkebutuhan khusus sebagai upaya mewujudkan kesetaraan hak pendidikan bagi setiap anak didik. Di samping itu, juga sebagai bentuk kepedulian institusinya terhadap ABK.
“Kami memberikan kemudahan kepada ABK untuk mendapatkan pendidikan dalam satu lingkungan secara bersama-sama dengan peserta didik lainnya,” ucap Wulandari, Selasa (23/8).
Diakui Wulandari, pihaknya tidak memiliki tenaga pengajar yang ahli mengajar siswa berkebutuhan khusus. Namun, tenaga pengajar di sekolahnya tetap berusaha memberikan pelajaran agar mudah dicerna oleh mereka.
“Kami belajar melalui YouTube dan menerapkan selama proses belajar. Alhasil dari yang sebelumnya tidak bisa berbicara akhirnya bisa bicara,” ujarnya.
Tantangan Bagi Sekolah
Memberi pelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus tidak sama seperti memberikan pelajaran bagi anak-anak normal pada umumnya. Seperti saat menerima Moh. Maulana Sayyaf, penyandang disabilitas sensorik usia 5 tahun. Apalagi institusinya bukan sekolah yang murni diperuntukkan bagi ABK.
Namun demikian, berbekal kepercayaan dari orang tua siswa, Wulandari menyadari hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi institusinya. Ia optimis dan meyakini, bahwa tenaga pengajar di sekolahnya bisa mendidik anak penyandang disabilitas sensorik tersebut. Apalagi di tahun sebelumnya pernah mendidik penyandang disabilitas tunawicara.
“Kami semakin tertantang, pasalnya orang tua dari siswa bernama Moh. Maulana Sayyaf menyerahkan kepada kami agar dididik dengan kondisi yang dimiliki,” tuturnya.
Sebelumnya, kata Wulandari, pihak sekolah juga sempat menyarankan orang tua Sayyaf mendaftarkan anaknya ke sekolah luar biasa (SLB). Namun SLB untuk tingkat PAUD dan TK di Sampang tidak ada. Akhirnya pihak sekolah pun menerimanya.
“Orang tua siswa cuma ingin anaknya bisa berinteraksi dengan siswa yang lebih normal,” ujar Wulandari.
Kini, Sayyaf menjadi salah satu dari 36 siswa TK PGRI 1 Sampang. Ia menerima pembelajaran di sekolah ini sama seperti anak-anak pada umumnya. Seperti, berdoa, mencuci tangan, mengenal nama benda dan hal-hal lain yang disukai.
“Kami memiliki 2 siswa dengan berkebutuhan khusus dan 34 yang normal, untuk sistem dan pelajarannya sama dengan siswa normal lainnya,” terangnya.
Dalam proses belajar sempat mengalami kesulitan. Tetapi seiring berjalannya waktu pihaknya terus belajar. Alhasil hampir satu bulan ada perubahan besar yang dialami siswa tersebut.
Pihaknya berharap kepada siswanya yang berkebutuhan khusus agar tetap semangat dan giat belajar. Pihaknya juga akan terus berusaha memberikan pendidikan yang bisa dipahami.
“Bagi siapa saja yang ingin mendaftarkan anaknya meski berkebutuhan khusus kami persilahkan. Semangat kami adalah asas tak terbatas dalam mendidik dan mengembangkan ABK,” tegasnya.
Tak Ada SLB Setingkat PAUD dan TK
Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Sampang membenarkan, bahwa di Kota Bahari belum ada sekolah luar biasa (SLB) setingkat PAUD dan TK. Di kabupaten ini hanya tersedia SLB setingkat SD dan SMP saja.
Hal itu sebagaimana diungkapkan Plt. Kabid PAUD dan PNF Disdik Kabupaten Sampang, Moh. Imron, “untuk bangun lembaga khusus ABK setingkat TK dan PAUD masih belum”.
Meski demikian, pihaknya tetap mempersilahkan institusi pendidikan di Kabupaten Sampang menerima anak berkebutuhan khusus sebagai siswanya. Dengan catatan, pihak sekolah harus mampu mendidiknya.
“Kami persilakan sekolah menerima asal mampu mendidiknya karena butuh tenaga khusus dalam bidang itu,” ucap Imron pada maduraindepth.com di ruang kerjanya. (Alim/MH)