Oleh: Abd. Rahman, M.Pd.
maduraindepth.com – Pendidikan adalah pondasi utama kemajuan bangsa. Sumber daya manusia (SDM) kita harus mampu menerjemahkan kemajuan dengan tetap mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal peninggalan nenek moyang kita.
Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (Iptek) adalah bagian tantangan seorang guru untuk terus maju dan update dengan mengasah kemampuannya dalam segala hal. Kreativitas, inovasi, konsep dan model pembelajaran yang akan diajarkan pun juga harus disesuaikan dengan kemajuan yang sudah mengarah pada digitalisasi yang semua berbasis internet dan komputerisasi.
Bukan hanya itu, hadirnya kurikulum merdeka dengan platform merdeka belajar sebagai acuan bangkitnya pendidikan di sekolah sebagai edukasi dengan menjadikan guru lebih siap dalam mengajar, belajar dan berkarya. Merdeka belajar merupakan bentuk fasilitas Kemendikbudristek melalui dirjen guru dan tenaga kependidikan untuk guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan sebagai gagasan baru dalam pemulihan pendidikan pasca pandemi. Namun, kemajuan pendidikan tidak boleh meninggalkan nilai-nilai adat-istiadat, norma,budaya dan nilai pendidikan karakter dan kearifan lokal yang ada dilingkungan kita. Nilai-nilai kearifan lokal harus kita pertahankan, dan dikolaborasikan menjadi metode pembelajaran yang lebih modern namun tetap tidak meninggalkan adat ketimuran yang berwawasan nusantara.
Guru atau pendidik di sekolah memiliki tanggung jawab besar dan peranan penting dalam menghasilkan generasi yang berkarakter. Guru merupakan teladan bagi siswa yang memiliki peran yang sangat besar dalam pembentukan karakter siswa. Jika kita menengok kembali tugas guru yang luar biasa. Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen, Undang-Undang No. 14 tahun 2005, guru didefinisikan sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Lebih jauh Slavin (1994) menjelaskan secara umum bahwa performa mengajar guru meliputi aspek kemampuan kognitif, ketrampilan, profesional dan ketrampilan sosial. Di samping itu, Borich (1990) menyebutkan bahwa prilaku mengajar guru yang baik dalam proses belajar-mengajar di kelas dapat ditandai dengan adanya kemampuan penguasaan materi pelajaran, kemampuan penyampaian materi pelajaran, kemampuan pengelolaan kelas, kedisplinan, antusiasme, kepedulian, dan keramahan guru terhadap siswa.
Pendidikan karakter, budaya, dan moral sudah lama kita dengar dan kita simak oleh para pendidik kita dan telah lama juga telah digagas oleh Ki Hajar Dewantara dengan tri pusat pendidikannya yang menyebutkan bahwa wilayah pendidikan guna membangun kontruksi fisik, mental,dan spiritual yang handal dan teguh dimulai dari : (1) lingkungan keluarga, (2) lingkungan sekolah (3) lingkungan sosial. Ketika pendidikan di lingkungan keluarga mulai diabaikan, diacuhkan, diremehkan dan dipercayakan penuh kepada lingkungan sekolah, maka akan ada banyak pergeseran nilai yang terjadi di masyarakat khususnya konsentrasi dan fokus pada perkembangan anak akan mulai lemah serta lingkungan sosial yang makin kehilangan kesadaran bahwa pemikiran dan tanggungjawab mereka pada dasarnya memberikan pengaruh yang besar pada pendidikan seorang individu.
Maka, lingkungan sekolah atau guru menjadi garda alternatif terakhir yang dapat digunakan untuk memberikan kenyamanan dan pelayanan semaksimal mungkin agar bisa memikul kepercayaan yang diberikan tersebut dengan sebaik-baiknya. Jika orang tua semakin tak perduli dengan pendidikan anaknya yang semakin hari semakin tergerus oleh zaman, lingkungan yang kurang sehat, pergaulan bebas, dan prilaku lainnya yang dapat merusak dirinya dan hilangnya rasa hormat pada guru yang selama ini membimbingnya di sekolah. Mereka lebih menghargai teman yang menurutnya memberikan warna bagi kehidupannya. Dan hal itu terjadi karena kurangnya perhatian dan kasih sayang dari kedua orangtuanya.
Untuk itu, standar dan mutu pendidikan harus lebih mengedepankan nilai-nilai karakter dan kearifan lokal yang lebih toleran ditanamkan sejak dini pada anak didik kita dan sangat penting dalam mewujudkan pendidikan yang berakhlakul karimah dan berwawasan nusantara. pendidikan tidak hanya diukur dari orang-orang pintar dan memiliki kecerdasan intelektual semata tetapi seberapa kemampuan pendidikan untuk menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh, cerdas, bermoral, dan memiliki integritas. Pribadi yang sanggup menjawab tantangan zaman, bukan pribadi yang tergerus dan tenggelam dalam arus zaman. Pendidikan kita harus bisa lebih toleran dengan mengedepankan karakter dan adab dalam membangun jiwa bangsa yang berkearifan lokal. (*)
* Penulis merupakan Ketua Komunitas Peduli Pendidikan Sumenep