Cerita Usaha Jual Beli Kayu Ukiran Kuno Milik Syafii

Rumah Tradisional Madura
Tampilan rumah bergaya tradisional milik Syafii dilihat dari depan. (Foto: AH/MI)

maduraindepth.com – Salah satu bangunan di Kampung Dedelan, Bangkalan, tampak mencuri perhatian. Dari kejauhan terlihat berbeda dengan rumah lainnya yang berdiri menyesaki area kampung. Bangunan berbentuk rumah tradisional itu terlihat didominasi kayu berukir. Sang pemilik mengatakan, selesainya pembangunan rumah bergaya tradisional adalah impian panjang yang jadi kenyataan.

Rumah dengan katagori tipe tidak terlalu besar tersebut sebenarnya berdampingan dengan rumah lain yang letaknya di pojok (ujung Barat). Syafii (48), pemilik rumah bergaya tradisional, mengungkapkan jika penghuni kedua rumah tersebut masih ada hubungan kekerabatan. Rumah paling pojok dihuni sang adik, sedang ia menempati rumah yang selesai dibangun tahun 2018 tersebut bersama istri dan kedua buah hatinya.

banner auto

Dulunya Syafii juga menempati rumah pojok yang merupakan rumah induk, sekaligus rumah kedua. Kelebihan tanah di sisi timur inilah yang kemudian ia bangun menjadi rumah bergaya tradisional. Sebelum membangun, Syafii juga tinggal di rumah pojok yang kini dijadikan tempat kerja sekaligus menaruh barang ukiran setelah didapat dari berbagai lokasi.

“Pembangunan rumah bergaya tradisional beda dengan rumah pada umumnya. Saya menyiapkan berbagai kayu ukiran kayu terlebih dulu seperti gebyok, jendela, pintu, dan lain-lain. Demikian juga dengan barang-barang interiornya. Setelah semua tersedia barulah saya tentukan desainnya, juga berapa panjang serta lebarnya. Setelah jadi barulah saya menempatkan barang-barang interior agar unsur tradisionalnya makin terasa”, ungkap Syafii pada maduraindepth.com.

Gebyok (kosa kata Jawa) adalah semacam partisi khas yang digunakan sebagai sekat antar ruang. Gebyok dibuat dari kayu bermutu tinggi, umumnya jenis kayu jati. Kualitas gebyok tergantung pada jenis kayu yang digunakan, tingkat kerumitan ukiran atau ornamen dekorasi, serta ukurannya. Zaman dahulu gebyok hanya dipunyai kalangan berada. Fungsi awal gebyok sebagai pintu dan penyekat, pengganti tembok dan pintu. Namun kini berubah menjadi dekorasi interior serta eksterior, sebagai pintu utama, serta menjadi barang investasi karena harganya yang semakin mahal.

Mencuci Kayu dan Mencabut Paku

Keunikan rumah Syafii tak lepas dari usaha yang kini dijalankan. Pria asli Bangkalan ini menekuni jual beli kayu ukiran kuno, melayani pesanan dan pemasangan gebyok kuno, serta renovasi ataupun modifikasi rumah dengan sentuhan kuno. Ia juga mencari peruntungan dengan menerima jasa perbaikan gebyok, tempat tidur, lemari, kursi, dan lainnya asalkan barang tersebut tergolong bekas dan kuno.

Baca juga:  Sepanjang 2021 Hasil Tangkapan Ikan di Sampang Meningkat

Ketertarikannya pada barang (kayu) ukiran kuno tak lepas dari usaha serupa yang lebih dulu dirintis sang ayah. Saat menginjak usia 12 tahun, Syafii telah membantu usaha ayahnya, meski hanya sebatas membersihkan serta mencuci kayu ukiran yang datang. Jika masih terdapat paku yang menancap, ia juga ikut mencabut. Saat itu sang ayah merintis usaha jual beli kayu ukir kuno di rumah pertama, berlokasi depan gedung bioskop Purnama (kini menjadi gedung serbaguna) di Jalan Kartini, Bangkalan.

Tugas membersihkan kayu dan mencabuti paku dijalaninya seolah tanpa beban lantaran niat tulus membantu sang ayah. Tak lupa ia mencuri kesempatan untuk melihat langsung cara pekerja memperbaiki serta menambal kayu ukiran yang rusak atau tak utuh lagi. Secara diam-diam pula ia banyak mendengar bagaimana cara sang ayah mendapatkan kayu ukiran dari berbagai tempat, juga bagaimana pula ayahnya meyakinkan para pengepul dan pembeli agar mau membeli barang dari beliau.

“Dari situlah kemudian timbul rasa senang dan tahu bagaimana suka duka usaha seperti ini. Sayang, usaha ayah mengalami masa paceklik hingga akhirnya gulung tikar. Permintaan kayu ukiran kian menurun. Kondisi yang mengharuskan kami pindah tempat tinggal dan membawa barang ukiran yang masih ada kesini (rumah kedua di Kampung Dedelan). Setelah beliau wafat, saya yang meneruskan usaha ini”, terang Syafii.

Rumah Sekaligus Galeri

Ukiran Kuno
UKIRAN KUNO : Tiga lemari kuno berbeda bentuk yang mengisi ruang tamu rumah Syafii. (Foto: AH/MI)

Rumah Syafii beralamat di Jalan KH. Moh.Toha, Kampung Dedelan, Kelurahan Pangeranan, Kecamatan Bangkalan (kota), Kabupaten Bangkalan, Madura. Saat maduraindepth.com dipersilahkan masuk, dibagian teras terdapat satu tempat tidur kayu ukiran motif bunga dengan kombinasi warna merah, hijau, dan kuning keemasan. Tempat tidur ini rupanya masuk daftar jual. Ia akan melepas jika ada penawaran yang sesuai. Sedang pintu masuk ke ruang tamu berupa gebyok dua pintu dengan panjang sekitar enam meter. Dua kursi kuno serta meja juga menghiasi area teras.

Baca juga:  Dua Pengedar Sabu di Sampang Ditangkap, Tersangka: Untuk Makan Pak

Memasuki ruang tamu, nuansa kuno terlihat dengan jelas. Di sisi kanan terdapat tiga lemari kuno berbeda bentuk juga ukiran. Ketiga perabot kuno tersebut telah terisi barang pecah belah di dalamnya. Di sisi kiri terdapat tiga barang kuno berupa bangku, meja kayu yang diatasnya dipenuhi barang pecah belah, serta televisi hitam-putih dalam kotak berkaki. Ukiran kuno lainnya juga terdapat di musholla, dapur, serta kamar mandi. Hampir semua barang ukiran dan perabotan yang mengisi rumahnya tergolong orisinil.

“Perabot kuno seperti lemari, meja, bangku, serta ukiran yang terpajang tak akan saya lepas (jual). Barang-barang itu hanya contoh. Jika ada yang tertarik saya akan membuatkan hingga menyerupai bentuk aslinya. Untuk barang pecah belah kuno saya masih berani melepasnya. Pernah ada orang Jerman datang kesini dan tertarik membeli barang pecah belah. Akhirnya saya lepas juga meskipun dengan berat hati”, tuturnya.

Syafii bahkan mengiyakan saat rumahnya diibaratkan sebuah galeri. Sehubungan jenis usaha yang digeluti, ia berharap banyak orang yang datang meskipun hanya sekedar melihat tampilan rumah beserta isinya. Ia akan menyambut dengan hangat setiap tamu yang datang serta menjelaskan cerita dibalik berdirinya rumah tersebut, termasuk pula jenis dan asal ukiran kayu yang didapat.

Negosiasi Harga Tak Cukup Sehari

Lalu bagaimana liku-liku mendapatkan barang (kayu) ukiran tersebut? Menurut Syafii, intinya lewat informasi langsung ke dirinya atau dari orang lain. Jika mendengar langsung dengan radius wilayah dalam kota, ia langsung terjun ke lokasi. Namun jika lokasinya di luar area kota, terlebih wilayah pelosok, ia memanfaatkan orang setempat atau orang lain yang dipercaya untuk melihat kondisi barang serta harga jual yang ditawarkan. Begitu tertarik barulah dirinya menuju lokasi, berikut tawar menawar harga.

Salah satu kendala yang kerap terjadi menyangkut alotnya negosiasi harga. Untuk mencapai kesepakatan nominal dan bisa membawa pulang ukiran kuno terkadang perlu waktu beberapa hari untuk merayu penjual. Meskipun kondisi barang yang dibeli tergolong lama (masih utuh ataupun ada kerusakan), namun disitulah letak nilai seni ukiran yang dikandung. Tak salah bila kayu ukiran orisinil menjadi buruan, khususnya bagi kalangan pecinta seni ukir kayu dalam berbagai wujud barang yang dibuat. Karena setelah diperbaiki, nilai jualnya akan melambung.

Baca juga:  Ini Langkah Bupati untuk Menangani Banjir di Bangkalan

“Status kayu ukiran yang saya dapat ada dua. Pertama, saya sebagai pembeli ingin mengumpulkan barang ukiran sebanyak mungkin. Kedua, barang permintaan orang lain. Misalnya ada orang ingin dicarikan lemari kuno, yang bentuk dan modelnya tergantung saya. Setelah dapat saya akan kabarkan ke orang itu, apakah ingin dikirim aslinya (seperti kondisi saat dibeli) atau terima jadi dengan finishing”, ujar pria yang mengaku kurang percaya diri jika diwawancarai.

Perlakuan awal saat barang datang adalah langsung mencucinya, dengan maksud agar terlihat bersih dibanding kondisi saat belum berpindah tangan. Setelah barang ukiran terkumpul banyak, barulah Syafii mempekerjakan tukang untuk memperbaiki segala kerusakan. Jika ada bagian yang putus atau patah akan disambung dengan kayu sejenis. Bagian ukiran yang hilang akan diganti ukiran baru yang sama. Kayu ukiran biasanya berbahan kayu jati, ada juga jenis kayu nangka.

Perlakuan berikutnya dicuci agar barang terlihat bersih, lalu dipajang sebagai barang display dengan status dijual kembali. Tak heran di teras rumah induk, juga tembok sisi barat rumah Syafii, berjajar barang ukiran display berupa tempat tidur, gebyok, pajangan dinding, dan lain-lain yang siap menanti pembeli setiap saat.

Selain karena kesenangan dan kepuasan bisa mendapatkan barang (kayu) ukiran kuno, usaha yang dijalankan Syafii juga sebagai upaya melestarikan salah satu warisan seni budaya Madura. Di tangan Syafii serta sejumlah rekan yang menjalankan usaha serupa di Bangkalan, seni kayu ukir kembali menemukan para penikmat. (AH/MH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner auto