Energy  

Diskusi Industri Hulu Migas Bersama A Rinto Pudyantoro: Butuh Romantisme Ibarat Rumah Tangga

diskusi industri hulu migas A Rinto Pudyantoro
Dari kiri, Head of Field Relations HCML Ali Aliyuddin, Jurnalis maduraindepth.com Moh Busri, dan Mantan Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas A Rinto Pudyantoro saat berdiskusi tentang industri hulu migas di sela-sela kegiatan Lokakarya Media Periode 1 Tahun 2024 SKK Migas-KKKS Perwakilan Jabanusa di Kota Solo, Kamis (25/7). (Foto: IST)

maduraindepth.com – Topik tentang industri hulu migas memang menarik untuk didiskusikan. Sebab, bisnis tersebut memiliki sudut pandang persoalan yang sangat kompleks. Bahkan, cakupan dampaknya juga cukup luas.

Industri hulu migas, mampu memberikan dampak luar biasa terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat. Tentunya, jika hal tersebut dapat terkelola dengan baik. Bahkan tidak hanya itu, bisnis ini juga memberikan penerimaan negara yang fantastis. Sehingga, sangat mendukung terhadap program pembangunan pemerintah.

Beberapa waktu lalu, media ini memiliki kesempatan untuk bertemu dengan sosok yang paham tentang industri hulu migas. Kebetulan, maduraindepth diundang untuk menghadiri acara Lokakarya Media Periode 1 Tahun 2024.

Kegiatan tersebut, diselenggarakan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Kantor Perwakilan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabanusa). Acara berlangsung di Kota Solo selama dua hari, mulai dari Kamis-Jumat (25-26/7).

Berkaitan dengan itu, tentu media ini tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Sebab, tidak mudah untuk bisa bertemu dengan orang-orang hebat yang paham terkait bisnis hulu migas. Apalagi, bisa berdiskusi mengenai persoalan tersebut secara mendalam.

Pada sela kegiatan lokakarya media, kami dipertemukan dengan A Rinto Pudyantoro dalam satu lingkaran meja. Dia adalah seorang praktisi, dosen, sekaligus peneliti dari Universitas Pertamina. Bahkan, dia juga pernah bekerja di SKK Migas dengan jabatan terakhirnya sebagai Kepala Divisi Program dan Komunikasi.

Diskusi berlangsung cukup lama. Topik yang dibahas, tidak lepas dari seputar industri hulu migas. Salah satunya, berkaitan dengan dampak bisnis hulu migas terhadap peningkatan ekonomi masyarakat. Bahkan, juga membahas terkait penerimaan negara yang dihasilkan dari perolehan industri hulu migas. Problematika dari sudut pandang pro dan kontra di tengah masyarakat mengenai bisnis ini, juga tidak lepas dari pembahasan kami.

diskusi polemik industri hulu migas A Rinto Pudyantoro
Mantan Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas A Rinto Pudyantoro (kiri) berswafoto dengan Jurnalis maduraindepth.com Moh Busri saat acara Lokakarya Media Periode 1 Tahun 2024 SKK Migas-KKKS Perwakilan Jabanusa di Kota Solo, Kamis (25/7). (Foto: Moh Busri/MID)

Dampak Industri Hulu Migas Terhadap Program Pemerintah

Beberapa hasil diskusi bersama A Rinto, diketahui bahwa kehadiran industri hulu migas mampu memberikan kontribusi besar untuk upaya kesejahteraan masyarakat. Terutama, melalui penerimaan negara yang selanjutnya menjadi sumber anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Termasuk juga, penerimaan daerah hingga masuk dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Baca juga:  SKK Migas Kenalkan Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi di Universitas Jember

Peneriman negara dan daerah dari hasil industri migas, diharapkan dapat mendukung upaya kesejahteraan masyarakat. Hal itu, dapat dioptimalkan melalui realisasi program belanja APBN dan APBD.

Sebagai sumber APBN, salah satu penerimaan negara dari hasil insudtri hulu migas yaitu berupa penerimaan migas dan penerimaan pajak migas. Termasuk juga pajak tidak langsung seperti perhotelan, rumah makan dan sebagainya. Semua penerimaan tersebut masuk ke APBN.

Selanjutnya, dapat direalisasikan berupa belanja pegawai, pengeluaran rutin, anggaran pendidikan dan kesehatan. Bahkan, juga masuk ke APBD berupa dana transfer dari pemerintah pusat.

Selain itu, industri hulu migas juga menyetorkan penerimaan daerah. Hal itu berupa dana bagi hasil (DBH) migas otsus, pajak bumi dan bangunan (PBB) migas, produk domestik regional bruto (PDRB) migas, dan pajak tidak langsung. Penerimaan tersebut masuk ke APBD dan dapat direalisasikan mejadi belanja program pemerintah.

Sehubungan dengan itu, bisnis hulu migas memberikan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang cukup fantastis. Seperti PNBP dari DBH minyak bumi, untuk lokasi sumur migas sekitar 4 mil laut dari bibir pantai, maka dari pemerintah pusat hingga daerah sama-sama mendapatkan pembagian persentase.

Rinciannya, meliputi pemerintah pusat sebesar 84,5 persen, provinsi 3,1 persen, kabupaten penghasil 6,2 persen dan kabupaten non penghasil 6,2 persen. Selanjutnya, untuk sumur migas berlokasi sekitar 4-12 mil, maka pemerintah pusat mendapat pembagian 84,5 persen. Kemudian, provinsi mendapatkan 5,16 persen dan kabupaten non penghasil menerima 10,34 persen. Sedangkan, untuk wilayah sumur migas berjarak lebih dari 12 mil laut, masuk ke pemerintah pusat sebanyak 100 persen.

Baca juga:  Prioritaskan Kelestarian Lingkungan, SKK Migas-HCML Intensifkan Penanaman Pohon

Bukan hanya itu, bisnis hulu migas juga memberikan PNBP dari DBH gas bumi. Untuk wilayah sampai 4 mil, pemerintah pusat mendapatkan pembagian sebanyak 69,5 persen. Selanjutnya, provinsi 6,1 persen, kabupaten penghasil 12,2 persen, dan kabupaten non penghasil 12,2 persen.

Sementara itu, untuk wilayah sumur gas bumi sekitar 4-12 mil, maka pemerintah pusat mendapatkan 69,5 persen. Berikutnya, pemerintah provinsi memperoleh 10,16 persen, dan kabupaten non penghasil 20,34 persen. Khusus wilayah sumur berjarak 12 mil, maka pembagian sebanyak 100 persen masuk secara utuh ke pemerintah pusat.

Penerimaan negara dari hasil industri hulu migas tersebut, tentu sangat besar. Sehingga, tidak heran jika hal tersebut dapat memberikan dampak besar terhadap upaya kesejahteraan masyarakat.

Berdasar data yang tercatat di SKK Migas, selama 22 tahun industri hulu migas tersebut beroperasi, sudah mampu memberikan PNBP sebesar Rp 5.045 triliun. Jumlah demikian, mencapai hampir 30 persen dari total penerimaan negara.

Sedangkan, kontribusi PBB migas secara nasional yang masuk ke negara, juga cukup mendominasi. Hal itu dapat diketahui berdasar data yang dicatat SKK Migas. Pada tahun 2018, PBB migas mencapai 45 persen dari total PBB yang masuk ke negara.

Berikutnya, pada tahun 2019 dan 2020, PBB migas yang dibayarkan ke negara mencapai sebesar 50 persen. Sedangkan pada tahun 2022, jumlah PBB migas naik drastis menjadi 60 persen dari total PBB yang diterima negara.

Pengelolaan Hasil Industri Migas Butuh Romantisme

Penerimaan negara dan daerah dari hasil industri migas memang sangat besar. Seharusnya, kondisi tersebut dapat memberikan dampak positif secara nyata terhadap upaya kesejahteraan masyarakat.

Namun, kenyataannya masih banyak yang mempertanyakan, bahkan ada sebagian yang mempersoalkan keberadaan industri hulu migas. Pasalnya, banyak yang berwacara bahwa kontribusi bisnis tersebut belum mampu dirasakan secara nyata.

Baca juga:  Berdayakan Kompetensi Anak Bangsa, SKK Migas-KKKS Gencar Kembangkan Kualitas SDM

Mengenai itu, A Rinto tidak menampik polemik seputar industri hulu migas yang bergulir di tengah masyarakat. Menurutnya, bisnis migas memang memiliki problematika yang amat kompleks. Sehingga, untuk menyelesaikannya dibutuhkan romantisme dari berbagai pihak.

Dia mengibaratkan polemik industri hulu migas sebagai persoalan yang terjadi di tengah rumah tangga. Keberadaan SKK Migas dan KKKS diumpakan sebagai suami yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan nafkah terhadap istri.

Sedangkan, pemerintah diibaratkan sebagai istri yang menerima setoran biaya belanja. Sedangkan rakyat, adalah anak yang harus diayomi dalam sebuah keluarga. Kata dia, betapapun besarnya biaya belanja yang diberikan suami, jika tidak dikelola atau dibelanjakan dengan baik oleh istri, maka hasilnya tidak akan mampu menyejahterakan keluarga.

Meski diakui, SKK Migas dan KKKS memang bertanggung jawab untuk menyetorkan biaya penerimaan negara dengan jumlah yang sangat besar. Tetapi, mengenai realisasinya, secara penuh merupakan tugas dan fungsi pemerintah.

Sehingga, jika masyarakat tidak dapat merasakan secara nyata berkaitan dengan kontribusi dari hasil industri hulu migas, maka sepaututnya hal demikian dipertanyakan kepada pemerintah. Sebab, yang mengelola penuh proses pembelanjaannya untuk kesejahteraan masyarakat, adalah kewenangan pemerintah.

Namun, masalah tersebut jarang dipahami oleh masyarakat. Sehingga, banyak yang beranggapan persoalan tersebut harus diselesaikan oleh pihak yang mengelola industri hulu migas. Dalam hal tersebut, yaitu SKK Migas dan KKKS.

Maka dari hal tersebut, sangat diperlukan adanya keharmonisan antar pihak dalam persoalan demikian. SKK Migas harus dapat memberikan penerimaan negara sesuai prosedur yang sudah ditetapkan. Kemudian, pemerintah benar-benar merealisasikan penerimaan tersebut dengan program yang efektif untuk kesejahteraan masyarakat.

Sedangkan, masyarakat dapat memahami dan menyuarakan aspirasi secara bijaksana. Tentunya, aspirasi tersebut disampaikan kepada lembaga yang memang berwenang atas persoalan yang dikeluhkan. (bus/*)

Baca Berita Menarik Lainnya DI SINI atau Ikuti Kami di Saluran Whatsapp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *