maduraindepth.com — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Sampang tak hanya berdampak positif pada peningkatan gizi siswa, tetapi juga memunculkan tantangan baru dalam hal pengelolaan sampah dapur.
Kabid Kebersihan dan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sampang, Aulia Rahman, menjelaskan, saat ini terdapat sekitar 56 dapur MBG yang tersebar di tiga kecamatan. Namun, hanya tiga dapur yang memiliki armada sendiri untuk mengangkut sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Kami minta setiap dapur menangani sampahnya secara mandiri. Kalau semua dilayani DLH, pelayanan umum lainnya akan terganggu,” ujarnya.
Aulia menambahkan, mayoritas sampah dari program MBG bersifat organik dan sebenarnya bisa dimanfaatkan oleh peternak. Karena itu, DLH mendorong setiap dapur menerapkan konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle) agar tidak membebani kapasitas Tempat Penampungan Sementara (TPS) yang saat ini hampir penuh.
Salah satu dapur yang dinilai berhasil menerapkan pengelolaan sampah mandiri adalah Dapur SPPG Dalpenang. Dapur ini bekerja sama dengan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Kabupaten Sampang, kelompok relawan lingkungan yang setiap pagi datang untuk memilah sampah berdasarkan jenisnya organik, plastik, dan limbah cair.
“Prosesnya cepat, tak sampai 30 menit. Sampah langsung dibawa untuk didaur ulang, bukan dibuang ke TPA,” jelas Hasan Jaelani, salah satu mitra dapur SPPG Dalpenang.
Sebagian hasil daur ulang bahkan dijual kembali sehingga memberikan nilai ekonomi tambahan bagi pengelola. Hasan menilai, kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan pegiat lingkungan menjadi kunci agar program MBG berjalan berkelanjutan tanpa menimbulkan persoalan baru.
“DLH tidak bisa bekerja sendiri. Pemerintah harus membuka ruang diskusi dengan komunitas agar sampah MBG tidak menjadi masalah baru,” pungkasnya.(Poer/Aj)
