Perayaan Tradisi Panje’ Rajeh Dipercaya Bawa Berkah Saat Musim Panen

Panje raje
Warga memegang empat tombak peninggalan Bhuju' Napo. (FOTO: Abdul Basid for MI)

maduraindepth.com – Masyarakat Desa Napo Laok, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang merayakan ritual tradisi Panje’ Rajeh. Melalui ritual ini, para petani berharap hasil panen padi melimpah.

Tradisi Panje’ Rajeh merupakan peninggalan Bhuju’ Napo yang hingga kini masih tetap dilestarikan. Warga setempat meyakini bisa mendatangkan berkah.

Kepala Desa (Kades) Napo Laok, Abdul Basid menyampaikan, di desanya memiliki dua tradisi yang tetap dilestarikan. Pertama, tradisi ngoras somber atau bersih-bersih sumber Napo yang terletak di Dusun Sumber. Kedua, tradisi panje’ rajeh atau kebiasaan tanam padi besar.

“Dua tradisi ini kami lestarikan untuk dijaga, panja’ artinya menanam padi, sedangkan kata rajeh bermakna besar,” terangnya, Rabu (16/11).

Abdul Basid mengungkapkan, tradisi tersebut selalu dilakukan setiap tahun saat musim tanam padi. Kegiatan dilaksanakan di sawah peninggalan bhujuk napo yang dipegang juru kunci.

“Sawah ini termasuk peninggalan bhuju’ napo yang dikelola warga dengan luas lahan sekitar 1 hektare,” ungkapnya.

Panje’ Rajeh sendiri merupkan rangkaian acara ritual penutupan atau selamatan menanam padi besar peninggalan Bhujuk Napo. Hal itu bertujuan agar saat menanam padi berjalan lancar dan hasil panennya lebih melimpah.

“Dilaksankan setiap Selasa malam manis atau legi, ada pembacaan ayat suci Al-Quran di musala peninggalan bhuju’ napo, paginya baru dilaksankan tradisi ritual panje’ rajeh ini,” tuturnya.

Tidak hanya itu, warga setempat dilarang keras menanam padi sebelum dilaksanakan tradisi panje’ rajeh ini selesai. Sebab, hal ini diyakini akan membawa petaka jika warga melanggar menanam padi sebelum perayaan ritual ini selesai. Petaka itu salah satunya hasil panen padi sedikit, banyak hama atau penyakit.

“Kalau sudah perayaan selesai, baru masyarakat diperbolehkan menanam padi di sawahnya dan terhindar dari bahaya itu,” ujarnya.

Menurut Abdul Basid, saat perayaan ritual tradisi panje’ rajeh ini juga dikeluarkan empat tombak peninggalan bhujuk napo. Salah satunya tombak si buntut, si tolop, si kracan dan si ambhen yang akan ditancapkan di tengah sawah dengan diiringi tari kencingan.

Selain tombak, warga setempat juga membawa tumpeng dan sesajen lainnya yang diletakkan di lokasi sawah empat tombak ditancapkan.
Warga yang mengiringi sesajen dan tombak menuju lokasi dilarang pulang sebelum ritual selesai.

“Habis acara, warga dianjurkan makan bersama di tengah sawah sebagai rasa syukur, pererat tali persaudaraan dan mengharap kelimpahan saat musim panen padi tiba,” terangnya.

Kepala Disporabudpar Sampang, Marnilem mengatakan, perayaan tradisi ritual panje’ rajeh layak dijaga dan dilestarikan. Pasalnya tradisi ini merupakan kekayaan peninggalan budaya yang dimiliki masyarakat Napo Laok.

“Kita patut berbangga, kekayaan wisata budaya di Sampang masih tetap dijaga, salah satunya ritual panje’ rajeh ini,” katanya.

Marnilem berharap, tradisi ritual panje’ rajeh ini menjadi daya tarik bagi masyarakat di luar Sampang agar penasaran untuk mengetahui seluk beluk sejarahnya. Maka warga setempat agar tetap melestarikan dan merawat sebagai peninggalan budaya untuk generasi selanjutnya.

“Ada banyak tradisi budaya di Sampang yang kita ketahui dan kita rawat bersama, semoga tradisi ritual panje’ rajeh ini tetap ada dan terus dirayakan setiap tahun,” pungkasnya. (Alim/MH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *