Oleh: Husni Haris*
maduraindepth.com – Beredarnya informasi terkait wacana DPR untuk mengesahkan RKUHP pada bulan Juli tahun 2022 kiranya perlu kita koreksi bersama. Mengingat ada beberapa pasal yang dapat dinilai menggerogoti nilai yang sudah diamanahkan dalam UUD 1945 kepada siapapun yang menjabat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Seperti halnya dalam pasal 218, 240 dan 241 RKUHP yang mengatur pemidanaan kepada orang yang melakukan penghinaan kepada Presiden dan Pemerintah. Hal ini perlu kita renungkan bersama bahwa penghinaan yang dimaksud dalam pasal ini merupakan suatu upaya adanya supremasi pemerintah yang sudah keluar dari nilai-nilai demokrasi. Kita tahu orang ataupun masyarakat yang menghina pemerintah mempunyai makna yang luas, tidak dapat dibenarkan bila Pemerintah menggunakan hukum untuk mencekik leher masyarakat karena pada dasarnya hukum itu dibuat sebagai alat untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.
Di pasal 353 dan 354 RKUHP DPR, Wali Kota, Polisi dan Jaksa diberikan keistimewaan untuk melakukan gugatan terhadap orang yang menghina mereka. Sebab bagi orang ataupun masyarakat yang melakukan penghinaan terhadap mereka juga akan dipidana hingga 3 tahun penjara, meskipun itu adalah delik aduan bukan tidak mungkin bila hal itu akan menimbulkan teror kepada masyarakat.
Pasal 273 RKUHP yang mengatur pemidanaan bagi orang yang melakukan aksi demonstrasi dan membuat keonaran tanpa pemberitahuan dapat dipidana kurungan 1 tahun penjara. Sedangkan kegiatan aksi demonstrasi adalah bentuk perwujudan aspirasi rakyat akibat ketidakmampuan pemerintah/pemangku kebijakan untuk mengemban tanggung jawabnya. Ini jelas akan menggerogoti nilai dari demokrasi, ini harus kita tolak, tidak ada tempat untuk sistem kolonial maupun basis otoriter di negara Indonesia.
Kami juga mengusulkan kiranya hal itu tetap kekeh untuk disahkan kemudian menjadi hukum positif, supaya ada pasal yang menjerat Presiden maupun Pemerintah umum bila tidak memenuhi janji kampanyenya dipidana sesuai asas Pucta sunt servanda. Kendati demikian, sampai saat ini draft terbaru RKUHP belum bisa diakses oleh semua pihak. Padahal UU no 14 tahun 2008 UU no 12 tahun 2011 / UU no 15 tahun 2019 telah mengatur secara tegas keterbukaan informasi terkait agenda yang menyangkut kepentingan publik.
Bila pasal-pasal yang dapat merugikan hak rakyat tetap tidak dihapus, bukan tidak mungkin akan ada gerakan yang masif berskala besar. (*)
*Penulis merupakan Ketua Bidang Perguruan Tinggi Mahasiswa dan Pemuda (Kabid PTKP) HMI Cabang Pamekasan