maduraindepth.com – Rendahnya kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas masih menjadi tantangan utama bagi Satuan Lalu Lintas Polres Sampang. Meski penindakan rutin dilakukan, pelanggaran tetap tinggi dan sering kali menunjukkan bahwa masyarakat belum sepenuhnya memahami pentingnya keselamatan di jalan.
Kasat Lantas Polres Sampang, AKP Sigit Ekan Sahudi, menyatakan bahwa banyak pengendara masih mengabaikan aturan dasar. “Yang paling sering, tidak pakai helm, lawan arah, bonceng tiga, bahkan ada yang merasa jalanan itu milik sendiri,” ujarnya.
Pernyataan itu disampaikan AKP Sigit pada Rabu (18/06/2025) di ruang pelayanan Satpas Polres Sampang saat dikonfirmasi terkait tren pelanggaran lalu lintas di wilayah hukumnya.
Ia menambahkan bahwa masyarakat cenderung takut pada tilang, bukan pada risiko kecelakaan. “Mereka takut ditilang, tapi belum tentu sadar bahayanya kecelakaan,” ungkapnya.
Tingginya angka pelanggaran lalu lintas juga kerap menjadi indikator keberhasilan operasi di lapangan, namun di sisi lain menunjukkan bahwa kesadaran belum tumbuh secara kolektif. “Kalau pelanggar masih banyak saat operasi, itu artinya operasi berhasil menjaring pelanggaran. Tapi sekaligus menandakan edukasi belum berhasil sepenuhnya,” jelasnya.
Untuk wilayah Sampang, penindakan terhadap pelanggar masih mengandalkan cara konvensional. Belum ada sistem tilang elektronik (ETLE) seperti di kota besar. “Kami belum bisa terapkan ETLE karena keterbatasan anggaran dan infrastruktur. Kamera pemantau dan tiang pemasangannya mahal, sementara di lapangan, pelanggar sering tidak terekam jelas,” jelas Sigit.
Ia juga membantah anggapan bahwa penindakan tilang menjadi celah penyalahgunaan kewenangan oleh oknum. “Kami awasi semua anggota di lapangan. Kalau ada laporan masyarakat soal penyimpangan, akan kami tindaklanjuti,” ujarnya.
Satlantas Polres Sampang menegaskan komitmennya terhadap profesionalisme dan integritas dalam menjalankan tugas di lapangan. “Kami selalu berupaya bertindak secara adil dan sesuai aturan,” tegas Sigit.
Penindakan bukan semata penegakan hukum, tapi juga upaya menciptakan efek jera dan mendorong perubahan perilaku di jalan. “Kuncinya bukan banyak-banyakan tilang, tapi bagaimana masyarakat mulai sadar dan patuh tanpa perlu ditindak,” pungkasnya. (Poer/MH)
