Dampak PPKM, PAD Pasar Tradisional Sampang Terjun Bebas

Pad pasar tradisional sampang
Pasar Srimangunan Sampang, Madura, Jawa Timur, tampak dari depan. (FOTO: Alimuddin/MI)

maduraindepth.com – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Kabupaten Sampang berdampak serius terhadap pendapatan asli daerah (PAD) di sektor retribusi pasar tradisional. Pada semester pertama tahun ini capaiannya hanya berada di angka 39 persen atau sebesar Rp 2,5 miliar.

Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten Sampang ditarget capaian PAD tahun ini sebesar Rp 6,4 miliar. Namun semenjak PPKM diberlakukan, angka PAD terjun bebas atau mengalami penurunan secara drastis.

banner auto

Kabid Pengelolaan Pasar Diskoperindag Sampang M. Rosul mengungkapkan, tiap bulan pihaknya melakukan perhitungan capaian PAD untuk mengetahui capaian retribusi di sektor pasar tradisional.

“Seharusnya semester pertama capaian PAD dari retribusi pasar sudah 50 persen, namun malah menurun,” terang Rosul saat dimintai keterangan, Rabu (8/9).

Sebab itu, pihaknya mengaku melakukan pengkajian soal kendala yang dialami setiap pasar. Kemudian hasil dari kajian itu dilakukan evaluasi.

Kendati demikian, Diskoperindag Sampang tetap optimis mengejar target PAD pasar supaya mendekati angka 100 persen. Meski PPKM hingga saat ini masih tetap diperpanjang.

“Para pedagang yang berjualan semakin sedikit saat PPKM, itu sangat berdampak pada retribusi pasar karena pendapatannya merosot,” ucapnya.

Tiga Pasar Capaian PAD Rendah

Berdasarkan data Diskoperindag, di Sampang terdapat 25 pasar tradisional yang menyetor PAD. Dari jumlah itu, hanya tiga pasar yang capaian PAD-nya terendah dibanding 22 pasar lainnya.

Baca juga:  Motif Santet, Dapat Mimpi dari Nenek, Arifin Bunuh Tora'i

Tiga pasar tersebut meliputi Pasar Hewan Omben, Pasar Karang Penang dan Pasar Sentol Kedungdung.

Rosul menegaskan, pembayaran retribusi itu sifatnya wajib bagi semua pedagang. Karena itu, pihaknya tetap menagih retribusi sesuai dengan tarif yang sudah ditentukan dalam regulasi.

“Tetap ditagih, namun kita tidak memaksa karena saat ini ekonomi masyarakat juga sulit di tengah pandemi Covid-19,” pungkasnya. (Alim/MH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner auto