maduraindepth.com – Bupati Pamekasan Baddrut Tamam menyatakan setuju dan mendukung penuh jika M. Tabrani diusulkan dan diajukan menjadi pahlawan nasional. Sebab pria kelahiran 10 Oktober 1904 itu dinilai memiliki jasa besar dalam memperjuangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan republik ini.
Pernyataan itu disampaikan Bupati Baddrut Tamam saat memberi sambutan pada acara sosialisasi pengajuan M. Tabrani sebagai pahlawan nasional yang digelar Balai Bahasa Jawa Timur bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan, di Hotel Frontone, Selasa (30/3) kemarin.
Bahkan Ra Baddrut juga menyatakan kesanggupan menandatangani pengusulan M. Tabrani sebagai pahlawan nasional yang akan diajukan kepada Presiden Joko Widodo. “Tetapi harus ada narasi yang mengikuti usulan itu,” ujarnya.
“Kenapa harus ada narasi yang harus mengikuti? Biar kemudian tidak hanya usul, tetapi prestasi, inspirasi, semangat darah juang yang dikorbankan,” sambungnya.
Dalam kesempatan itu, Bupati Baddrut juga menyinggung soal sejumlah tokoh Madura yang saat ini sedang diusulkan menjadi pahlawan nasional. Seperti Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan.
Kata Baddrut, pengusulan itu saat ini sedang dirintis dan dikomunikasikan. Pengusulan Syaikhona itu karena dia seorang ulama yang mampu melahirkan tokoh nasional. Salah satunya adalah KH. Hasyim Asy’ari muassis jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU) yang tidak lain merupakan santri Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan.
M. Tabrani Pernah Jadi Wartawan dan Bangun Organisasi Kepemudaan
Baddrut mengatakan, M. Tabrani yang kini oleh Balai Bahasa Jawa Timur diusulkan menjadi pahlawan nasional memiliki semangat juang. Ia pernah menjadi wartawan dan redaktur di sebuah media massa.
Pada masanya, M. Tabrani juga pernah membangun organisasi kepemudaan yang orientasinya mencintai dan memperjuangkan Indonesia. Organisasi bentukannya ini terstruktur di berbagai daerah.
Menurut Baddrut, usulan menjadikan M. Tabrani sebagai pahlawan nasional merupakan salah satu ikhtiar Balai Bahasa Jawa Timur untuk memberi tanda jasa. Sehingga pihaknya mengaku suka dan bangga dengan usulan tersebut.
“Karenanya kita perlu menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas ikhtiar ini. Terima kasih juga pada seluruh elemen lain yang berkenan memberikan dukungan atas ikhtiar ini,” katanya.
Di samping itu, jika melihat perjalanan hidupnya, sosok M. Tabrani tidak hanya memiliki peran besar dalam penggunaan bahasa Indonesia. Tapi juga sebagai pemuda pejuang yang pernah menjadi panitia utama kongres pemuda yang kemudian melahirkan Sumpah Pemuda.
Karenanya, Baddrut meminta Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) serta organisasi kepemudaan (OKP) lainnya turut serta memberikan dukungan untuk menjadikan M. Tabrani sebagai pahlawan nasional.
“Sesuatu yang luar biasa itu sedang kita rintis hari ini untuk memberikan dukungan yang pasti kepada yang kita banggakan bersama Mohammad Tabrani,” ucapnya.
Baddrut menegaskan, M. Tabrani adalah pemuda berani asal Pamekasan. Pada awal abad ke-19 ia tidak hanya memperjuangkan bahasa, tapi juga memperjuangkan kemerdekaan negara ini.
“Pemuda dengan kegigihan dan keberaniannya di tengah himpitan hegemoni penjajahan VOC berani menyampaikan memilih bahasa Indonesia, memilih mendorong menjadi ketua panitia sumpah pemuda, ini sungguh luar biasa, taruhannya bukan hanya bahasanya yang hilang, tetapi orangnya yang hilang. Keberanian itulah yang kemudian kita butuhkan hari ini, persatuan kesetiakawanan itulah yang kita butuhkan,” ungkapnya.
Sekilas Profil M. Tabrani
M. Tabrani merupakan penggagas Bahasa Persatuan Indonesia. Dia lahir di Pamekasan 10 Oktober 1904 dengan nama lengkap Mohammad Tabrani Suryowicitro. Dia meninggal tahun 1984 di Jakarta.
Dia menggagas Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sejak bekerja sebagai wartawan di Harian Hindia Baru pada Juli 1925. Ketika itu dia menyebut Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan.
Konsep kebangsaan yang muncul dari gagasan M. Tabrani tersebut merujuk pada kondisi nyata keberagaman orang-orang Indonesia yang masih bersifat kedaerahan atau kesukuan dan masih mengutamakan kepentingan suku ataupun daerahnya masing masing, sebagaimana terbentuknya organisasi organisasi kepemudaan pada masa itu. (RUK/MI)