DPRD Bangkalan Pertanyakan Parameter Desa Tertinggal

Dirjen Kemendes menetapkan 155 desa di Bangkalan sebagai desa tertinggal.

maduraindepth.com – DPRD Bangkalan menyikapi keberadaan desa tertinggal yang dirilis Kementerian Desa. Ketua Komisi D DPRD Bangkalan Nur Hasan mempertanyakan parameter desa tertinggal.

“Saya pikir Kemendes mengevaluasi desa tertinggal bukan dari lima sampai sepuluh tahun. Melainkan bisa mengupdate setiap tahun,” kata Politikus Partai Persatuan Pembangunan kepada reporter Maduraindepth, Kamis (11/4/2019).

banner 728x90

Menurut Hasan, hasil rilis yang dikeluarkan Kemendes biasanya lima sampai sepuluh tahun sekali. Namun pihaknya tidak begitu mengetahui teknis evaluasinya.

“Tetapi hemat saya dengan adanya anggaran dana desa yang sudah dikucurkan setiap tahun, status daerah tertinggal sudah terkikis. Artinya sudah mulai ada perubahan,” ungkapnya.

Dirjen Kemendes menetapkan 155 desa di Bangkalan sebagai desa tertinggal. 107 desa berstatus desa berkembang dan 7 desa dengan kategori sangat tertinggal. Hanya 4 desa yang berstatus desa maju.

Penilaian tersebut berdassarkan Indeks Desa Membangun (IDM). IDM merupakan Indeks komposit yang dibentuk berdasarkan tiga indeks, yaitu indeks ketahanan sosial, indeks ketahanan ekonomi dan indeks ketahanan ekologi/lingkungan.

Tenaga Ahli Pembangunan Partisipatif M. Zainun Nasihin mengatakan, klasifikasi status desa tersebut bertujuan untuk penetapan status perkembangan dan rekomendasi terhadap intervensi kebijakan yang perlu dilakukan pada tahun 2019.

Sehingga, kata Zainun, pendekatan dan intervensi yang diterapkan pada status desa sangat tertinggal, desa tertinggal, desa berkembang, desa maju dan desa mandiri akan berbeda sesuai hasil updating data tahun 2018.

Baca juga:  Warga Asal Probolinggo Meninggal Dunia saat Banjir di Sampang, Korban Diduga Tersengat Listrik

‘’Klasifikasi untuk Tahun 2019 belum selesai dilakukan,’’ ungkapnya.

Untuk mengukur kinerja, pria yang akrab dipanggil Inung tersebut menyambpaikan bahwa pengambilan data dilakukan di seluruh desa dengan harapan mendapatkan data dan informasi sesuai fakta yang ada di desa.

‘’Setiap indikator memiliki skor. Nilai skor yaitu 0-5. Penetapan skor berdasarkan hasil FGD Analitycal Hierarchy Process (AHP). Perhitungan indeks pada setiap dimensi dilakukan dengan metode skoring yang kemudian ditransformasikan menjadi sebuah indeks,’’ urai Inung.

Inung menjelaskan, pengukuran data status perkembangan desa melibatkan beberapa pihak dari satker Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Kecamatan, Kepala Desa serta Tenaga Pendamping Profesional baik dari Tenaga Ahli Pendamping Provinsi (TA Provinsi), Tenaga Ahli Pendamping Kabupaten (TA Kabupaten), Pendamping Desa Kecamatan (PD) dan Pendamping Lokal Desa (PLD).

Sementara itu, Kepala Bappeda Bangkalan Muhammad Fahri menyampaiakan, jika data status perkembangan desa tersebut sebagai evaluasi dan peningkatan kinerja pemerintah kabupaten agar dapat lebih fokus membangun desa.

“Pemkab Bangkalan kedepannya akan lebih fokus ke desa yang masih tertinggal maupun yang sangat tertinggal,” tandasnya. (ns/mi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *