banner 728x90

Petani Tembakau di Sumenep Nyaris Gulung Tikar, Akibat Kondisi Harga Pasar Anjlok Parah

Petani tembakau
Petani sedang merawat tembakau miliknya di Desa Rajun, Kecamatan Pasongsongan, Sumenep. (Foto: Moh. Busri/MID)

mduraindepth.com – Musim panen tembakau tahun ini diwarnai dengan keresahan para petani. Harga jual yang berada jauh di bawah standar, tidak sebanding dengan tingginya biaya produksi dan risiko tanam akibat cuaca yang tak menentu.

Seorang petani asal Desa Rajun, Kecamatan Pasongsongan, Moh. Nurussyafi, mengungkapkan bahwa sejumlah petani sudah mulai panen. Tetapi di sisi lain, masih banyak pula yang baru menanam. Hal itu karena faktor cuaca yang tidak stabil.

“Sebagian petani sudah panen, tapi banyak juga yang baru tanam,” ujarnya, Kamis (7/8/2025).

Dia menjelaskan, pola tanam tahun ini tidak seragam seperti tahun sebelumnya. Ketidakpastian cuaca yang seharusnya telah masuk musim kemarau, ternyata masih sering terjadi turun hujan.

Ini yang kemudian membuat banyak petani menunda waktu tanam. Sebab, para petani khawatir tembakaunya akan rusak jika terkena hujan.

“Baru mulai kemarau stabil itu sekitar awal Juli. Jadi petani banyak yang baru berani tanam di pertengahan bulan itu,” jelasnya.

Pertengahan musim panen kali ini, harga tembakau terpantau masih rendah. Khsusus varietas terbaik, harga paling tingginya sekadar Rp 40 ribu per kilogram. Nilai tersebut dinilai belum mampu menutup ongkos produksi.

“Jangankan untung, malahan rugi,” ujar Syafi.

Dia pun merinci biaya produksi tembakau mulai awal persiapan tanam hingga proses pascapanen. Menurutnya, harga bibit tembakau di awal Mei lalu mencapai Rp 40 ribu per seribu batang. Sedangkan sekarang sudah mencapai Rp 80-100 ribu per seribu batang bibit.

Baca juga:  BEP Tembakau Murah, Pemkab Pamekasan Dinilai Tak Hargai Kerja Keras Petani

Sehubungan dengan itu, untuk luas lahan berukuran 50 meter persegi, dibutuhkan sekitar delapan hingga sepuluh ribu batang bibit. Jumlah tersebut merupakan kalkulasi dalam satu kali tanam.

“Kalau cuaca buruk seperti awal Mei, bisa sampai tiga kali tanam baru bisa hidup bibitnya,” jelas dia.

Dari sisi biaya, modal awal untuk penanaman bisa menembus angka Rp1 juta hanya untuk bibit. Selain itu, petani juga harus menanggung biaya pengolahan lahan.

Penggunaan mesin bajak dari pagi hingga siang membutuhkan ongkos Rp 600 ribu. Sedangkan, untuk pembuatan bedengan sawah secara manual oleh tukang cangkul, dibutuhkan lima orang pekerja dengan upah masing-masing Rp 70 ribu.

“Kalau dihitung total dari bibit sampai perawatan, modal awal bisa tembus Rp 3 juta sampai Rp 5 juta. Belum termasuk biaya produksi saat panen nanti,” paparnya.

Sementara itu, kondisi harga jual di bawah Rp 50 ribu per kilogram. Tak heran jika banyak petani menyatakan peluang mendapatkan keuntungan sangat tipis. Terutama jika hasil panen tidak maksimal akibat gangguan cuaca atau kegagalan tanam.

“Kualitas tembakaunya yang bagus saja belum tentu untung. Kalau sempat gagal tanam, ya risiko ruginya besar,” tandasnya. (Bus/MH)

banner 728x90

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *