maduraindepth.com – Aksi penutupan paksa tempat hiburan wisata Bukit Bintang pada Senin (5/10) pagi diwarnai tindakan kekerasan pada wartawan oleh sejumlah massa.
Tempat wisata yang berada di pertigaan Palduding, Kecamatan Palengaan, Pamekasan tersebut ditutup paksa kerena dinilai tidak memperhatikan kearifan lokal warga setempat.
Kekerasan terhadap wartawan dialami oleh Fahrur Rosi. Saat itu, Koresponden Indosiar tersebut sedang melakukan peliputan saat massa melakukan penutupan paksa.
Ketika dia berupaya mengambil gambar, tiba-tiba seseorang yang mengaku bagian dari massa datang mendekati Rosi. Orang tersebut membentak sambil berusaha mengambil kamera yang digunakan Koresponden Indosiar tersebut.
“Saya wartawan, saya wartawan,” kata Rosi menceritakan peristiwa yang dialaminya tersebut.
Namun meski dia menjelaskan bahwa dirinya merupakan wartawan, orang tersebut tetap bersikukuh melakukan penghalangan terhadap kerja wartawan. Bahkan, beberapa orang saat itu menarik tangan, baju, menjambak rambutnya dari belakang dan memukul bagian leher.
Kekerasan yang dialami Fahrur Rosi tersebut mendapat kutukan keras dari Forum Wartawan Pamekasan (FWP). Menurut Ketua FWP Dedy Priyanto, perlakuan massa merupakan bentuk penghalangan terhadap kerja wartawan.
Dia menegaskan bahwa kerja wartawan dilindungi Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam UU tersebut disebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan mencari informasi dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
“Mengutuk penghadangan dan peliputan tadi, apalagi sampai ada perampasan kamera,” ungkapnya.
Dari itu, Dedy berharap supaya pelaku kekerasan pada wartawan di Pamekasan dapat diusut oleh pihak kepolisian. Supaya tindakan serupa tidak terulang kembali.
“Meminta polisi untuk mengusut kasus itu,” harapnya.
Sampai berita ini diterbitkan pihak kepolisian belum memberikan komentar. (RUK/MH)