Religi  

Alfiyah Ibn Malik, Karya Multipel yang Melegenda

Mat Sahri
Mahasiswa Pasca Sarjana IAIN Madura, Mat Sahri.

Oleh: Mat Sahri*

maduraindepth.comAlfiyah Ibnu Malik merupakan kitab yang disusun oleh seorang ulama besar bernama Jamaludin Muhammad bin Abdulloh Bin Malik. Ia merupakan ulama kenamaan yang lahir di kota Jayyan Andalusia (Sekarang masuk dalam wilayah Spanyol). Kitab ini cukup populer dan melegenda, dikenal di belahan dunia, baik daratan timur maupun barat.

banner auto

Di barat, “The Thousand Verses” nama lain dari kitab Alfiyyah Ibnu Malik dijadikan panduan utama di bidang kajian linguistik Arab. Di Indonesia, Alfiyyah Ibnu Malik juga dikaji di berbagai daerah. Pesantren-pesantren yang tersebar di wilayah Nusantara hampir tidak ada yang menyingkirkan peranan kitab ini. Semua pesantren menempatkan Alfiyah Ibnu Malik sebagai rujukan utama. Ia menjadi kitab yang paling dominan dalam studi gramatika-mortofologi Arab.

Biografi Imam Ibnu Malik

Ibnu Malik memilki nama lengkap Abu Abdillah Jamaluddin Muhammad ibnu Abdulloh ibnu Malik al-Tha’i al-Jayyani al-Andalusi. Lahir di kota Jayyan, salah satu kota utama di Andalusia (Spanyol) bagian Selatan, pada tahun 1203 M. Atau pada bulan Sya’ban tahun 600 H. Ia dikenal sebagai anak yang cerdas. Sejak kecil Muhammad ibnu Malik telah berhasil menghafal al Quran dan ribuan hadis. Karenanya, ia disayang banyak guru.

Mula-mula, Ibnu Malik belajar pada ulama-ulama tersohor di kota kelahirannya, seperti Tsabit bin Khiyar, Ahmad bin Nawwar dan Abdullah as-Syalaubini. Dari ketiga tokoh itu, Ibnu Malik kecil memperoleh ilmu-ilmu keislaman.

Seiring dengan usianya yang bertambah, Ibnu Malik sangat rajin dan penuh semangat. Ia berhasrat mendalami ilmu-ilmu keislaman yang populer di masanya, seperti Hadis dan Tafsir. Namun karena situasi politik yang kurang mendukung, Ibnu Malik harus rela meninggalkan kota kelahirannya -Jayyan pada 1246 M jatuh ke tangan tentara Castella- dan memilih untuk hijrah ke Damaskus.

Di Damaskus, Ibnu Malik justru memalingkan orientasinya. Awalnya hendak memperdalam ilmu Hadis dan Tafsir, tetapi belakangan cenderung ke ilmu nahwu dan shorof. Perubahan orientasi keimuan Ibnu Malik dilatari oleh rasa ingin tahu tentang fenomena struktur bahasa Arab yang ia temui berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Padahal, gramatikal arab sangat penting perannya dalam memahami al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber keilmuan.

Baca juga:  Gus Sholah Wafat, Pondok Pesantren Assirojiyyah Kajuk Sampang Gelar Shalat Ghaib

Belum puas mendalami ilmu nahwu dan shorof di Damaskus, Ibnu Malik melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke kota Hallab (Aleppo; Syiria Utara). Di kota ini Ibnu Malik belajar kepada Muwaffiquddin ibnu Ya’isy dan Ibnu Amri’un al-Hallabi. Berkat kecakapannya mengkomparasikan teori-teori nahwu-shorof madzhab Iraq, Syam (Masyriq) dan Andalusia (Maghrib), karir intelektual Ibnu malik kian diperhitungkan. Ia di kenal dan dinobatkan sebagai taj’ulama an-Nuhat (mahkota ilmu nahwu). Ia kemudian diangkat menjadi dosen di madrasah kota Hamat selama beberapa Tahun.

Namanya mulai kesohor. Sultan al-Maliku as-Sholih Najmuddin al-Ayyubi, seorang penguasa Mesir, meminta Ibnu Malik mengajar di Kairo Mesir. Ia menetap di Kairo untuk beberapa tahun hingga akhirnya kembali ke Damaskus. Di kota ini, sampai akhir hayatnya, Ibnu Malik menggembleng murid-muridnya yang terkenal, seperti Badruddin Ibnu Malik, Ibnu Jama’ah, Abu Hasan al-Yunaini, Ibnu Nahhas, dan imam an-Nawawi.

Selain karya monumentalnya; Alfiyyah Ibnu Malik, Muhammad ibnu Malik juga mengarang banyak kitab antara lain, al-Muwashal Fi Nadzm al-Mufashsal, Sabk al-Mandzum wa-Fakk al-Makhtum, Ikmal al-‘Alam bi Mutslats al-Kalam, Lamiyah al-Afal wa-Syarhuha, al-Muqoddimah al-Asadiyah, ‘iddah al-Lafidz wa-‘umdah al-Hafidz, al-‘Itidha fi az-Zha wa ad-Dhad dan ‘irab Musykil al Bukari. Kebanyakan kitab-kitab yang dikarangnya ini mengetengahkan tema-tema linguistik.

Isi Materi dalam Kitab Alfiyah

Kitab Alfiyah tersusun dalam rangkaian seribu naẓam yang membahas secara detail aturan gramatika Bahasa Arab. Mulai dari karakterisktik kata benda (isim), kata kerja (fi’il), objek/sasaran (maf’ul) yang punya banyak variasi, harful jar beserta faidah-faidahnya, aturan membuat kata plural (jama’), mengucap panggilan (nida’) dan sebagainya. Sebagai kitab gramatika, Alfiyah terbilang lengkap. Hampir semua aturan bahasa Arab tercakup di dalamnya.

Baca juga:  Lebaran Momentum Silaturrahmi Nasional

Secara umum materi yang tercakup dalam kitab Alfiyah Ibnu Malik adalah (1) Kalam (kalimat) dalam bahasa Arab. (2) Mabni dan mu’rab. (3) Isim nakirah dan isim ma’rifat. (4) Isim ‘Alam, Isim Isyarah, Isim Mausul. (5) Ibtida’. (6) Kana dan saudaranya, Inna dan saudaranya, Zanna dan saudaranya. (7) La Nafi. (8) Fi’il yang memiliki dua dan tiga objek. (9) Fa’il (subyek) dan Na’ibul Fa’il (kata pengganti subjek). (10) Isytigal ‘amil (sibuknya kata kerja terhadap dua pelaku atau lebih). (11) Tanazu’ Fi al-‘Amal (perebutan dalam aktifitas). (12) Mafa’il (beberapa maf’ul), seperti maf’ul bih, isim fa’il, masdar, isim maf’ul, sigat mubalagah, fi’il ta’ajjub, isim fi’il dan sifat yang serupa dengan isim fa’il, maf’ul mutlaq, maf’il li ajlih, maf’ul fih, maf’ul ma’ah. (13) Maf’ul (objek) yang amilnya (kata kerja) dibuang, seperti tahzir (peringatan), igra’ (imbauan), ikhtisas (pengkhususan, biasanya berupa sisipan dalam kalimat), isytigal (kesibukan kata kerja untuk dua objek/ maf’ul) dan nida’ (panggilan), termasuk di dalamnya istigasah (ungkapan minta tolong), nudbah (ungkapan keterjutan atau kesakitan), dan membuang huruf akhir nama orang yang dimintai tolong. (14) Hal (sifat bagi pelaku), tamyiz (keterangan tentang jenis, ukuran, berat, atau jumlah suatu benda) dan istisna (ungkapan pengecualian). (15) Tawabi’ (pelengkap kata atau kalimat) seperti na’at (sifat untuk kata benda), taukid (kata penegasan), ‘ataf(penyambungan dua kata atau lebih melalui kata sambung), dan badal (pengganti kata dengan kata sesudahnya yang berhubungan). (16) Majrurat (huruf-huruf yang menyebabkan kata benda dibaca jar/ kasrah), idafah (penyandaran suatu kata dengan kata yang lain) dan isim yang tidak menerima tanwin. (17) Ni’ma, bi’sa dan sejenisnya (kata kerja pujian dan celaan). (18) Isim-isim yang serupa dengan fi’il dan yang menunjukkan suara hewan. (19) Nun Taukid, Fi’il yang mu’rab, ‘amil-‘amil jazm (indikator fi’ilmu’rab) dan susunan kalimat pengandaian seperti lau, ‘amma, laula, dan lauma. (20) Pembentukan kata jama’, baik yang beraturan atau tidak beraturan, seperti jama’ taksir yang tidak bisa dianalogikan bentuknya. (21) Bilangan dan takaran, serta ungkapan narasi. (22) Perubahan bentuk kata seperti; tasgir (pengecilan), nisbah (penggolongan) dan sebagainya.

Baca juga:  Tasyakuran dan Buber, Syukuri Kemenangan PKS Pamekasan Dapat 5 Kursi

Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Nazam Alfiyah

Nazam Alfiyyah tergolong pada karya yang multipel, dimana muatannya ilmiah dan strukturnya sastra. Sehingga disamping dapat mengajarkan kemahiran berbahasa, juga dapat menambah pengetahuan tentang pengalaman hidup manusia, membantu mengembangkan pribadi, pembentukan watak, dan juga sebagai salah satu alat untuk menyampaikan pengajaran (pendidikan) yang berguna dan menyenangkan.

Salah satu contohnya adalah pada nazam;

بالجر والتنوين والندا وأل * ومسند للإسم تمييز حصل

Secara ilmiah, nazam ini menjelaskan tanda-tanda kalimat isim ada lima, yaitu jer, tanwin, nida’, dimasuki ‘al’, dan musnad. Namun nazam ini juga bisa dimaknai secara sastra yang menggambarkan tentang syarat yang bisa mengantarkan seorang santri pada derajat yang tinggi.

Seorang santri harus mempunyai 5 sifat dalam menuntut ilmu; Pertama, jar. Artinya tunduk dan tawadlu’ terhadap semua perintah Alloh SWT. Kedua, tanwin. Artinya niat yang tinggi mencari ridha Alloh SWT dan adanya kemauan yang tinggi akan mencapai apa yang diinginkan.

Ketiga, nida’. Artinya dzikir. Setelah adanya niat yang baik untuk mencapai tempat yang layak di sisi Alloh SWT, santri diharapkan berzikir mengingat-Nya. Keempat, al, yang berarti berfikir. Karena berfikir manusia mempunyai derajat yang lebih tinggi dari makhluk Alloh lainnya. Kelima, musnad ilaih, artinya beramal nyata (ikhlas). Cara yang kelima ini merupakan puncak dari semuanya. Dengan ikhlas semuanya akan gampang.*

*Penulis merupakan mahasiswa Pasca Sarjana IAIN Madura

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner auto