maduraindepth.com – Rombongan angggota Komisi IV DPRD Sampang melakukan inspeksi mendadak (Sidak) di RSUD dr. Mohammad Zyn, Senin (17/2/2020). Hampir semua ruangan di rumah sakit tersebut tak luput dari sasaran Sidak wakil rakyat.
Bahkan, komisi IV menyebut rumah sakit pelat merah tersebut mirip kerajaan. Komisi IV menilai, nyaris semua ruangan pelayanan di RSUD Mohammad Zyn bermasalah.
Salah satu anggota Komisi IV DPRD Sampang, Moh. Iqbal Fathoni dibuat geram oleh pelayanan dan manajemen rumah sakit. Dia juga sempat memarahi jajaran direksi yang berada di ruang radiologi.
Dikatakan Fafan, sapaan karib Moh. Iqbal Fathoni, fakta di lapangan saat rombongan Komisi IV berada di ruangan radiologi, rupanya tidak sinkron dengan yang disampaikan oleh Direktur RSUD Mohammad Zyn, Titin Hamidah saat menyambut.
Titin Hamidah, kata Fafan, menyebutkan mesin cetak rontgen mengalami kerusakan sejak sepekan lalu. “Tapi ketika kita nyampe, kerusakannya sejak 27 Januari. Berarti sudah 3 Minggu,” ungkap Fafan.
Selama alat cetak hasil rontgen itu rusak, lanjut Fafan, hasil pemeriksaan dilaporkan melalui ponsel, bukan dengan bukti fisik. “Tapi ketika kita tanya lagi, kalau dirujuk? ga bisa menjawab,” ucapnya.
Persoalan rumah sakit pelat merah tersebut tidak hanya itu saja. Komisi IV juga menemukan banyaknya petugas medis yang jarang masuk kantor. Ditambah lagi, shift kerja dokter rumah sakit pada hari Jum’at disepakati secara individu.
Berita Terkait: Komisi IV Sidak RSUD Sampang Saat Rayakan Ultah ke 44
Kerena itu, Fafan sempat menggebrak meja memarahi jajaran direksi rumah sakit. “Kenapa tidak dipecat?,” ucapnya dengan nada membentak.
Dalam Sidak itu, Komisi IV juga menemukan sejumlah alat kesehatan (Alkes) sudah tidak berfungsi normal. Kemudian alat Laparoskopi di ruang bedah tidak digunakan selama dua tahun alias mangkrak.
“Dari setiap ruangan terjadi banyak masalah, mulai dari IGD, Radiologi, UK, Farmasi, Administrasi,” ujarnya.
Selain itu, Komisi IV juga mencium adanya calo rumah sakit untuk melakukan operasi. “Kami sering menemukan pasien yang membayar Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta agar cepat dioperasi,” ucapnya.
“Makanya saya katakan di rumah sakit ini semacam kerajaan,” pungkasnya. (MH)