maduraindepth.com – Hingga saat ini, perusakan terhadap hutan mangrove di Kabupaten Sumenep masih terus terjadi. Selain faktor alam, faktor perilaku manusia menjadi penyebab utama rusaknya hutan mangrove di kabupaten ujung timur Madura.
Dari data yang dihimpun tim Maduraindepth.com, terdapat beberapa kasus kerusakan hutan mangrove dengan skala besar. Salah satunya terjadi pada tahun 2008 silam. Sebanyak 129 hektare lahan hutan mangrove rusak akibat abrasi.
Selain itu, kerusakan terhadap habitat mangrove juga pernah terjadi di Kecamatan Saronggi, Sumenep pada pertengahan 2023. Pada saat itu, hutan mangrove rusak akibat peralihan lahan yang dilakukan oleh warga.
Dalam rilisnya, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur menyebutkan bahwa Kabupaten Sumenep menyumbang 45 persen dari total lahan mangrove di Jawa timur. Hutan mangrove tersebut tersebar di beberapa wilayah, diantaranya 18.209 hektar di Pulau Kangean, 82 hektar di Pulau Paliat, 3.571 hektar di Pulau Sepanjang, 206 hektar di Pulau Sepangkur Besar, 186 hektar di Pulau Sepangkur Kecil, 484 hektar di Pulau Saobi dan beberapa hektar di pulau-pulau lain serta beberapa lokasi di wilayah daratan Kabupaten Sumenep.
”Bahkan sampai saat ini, perusakan terhadap lingkungan masih terus terjadi,” kata Sekertaris Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Reng Paseser Fadel Abu Aufa, saat ditemui Senin (15/1).
Menurut Fadel, selain dua faktor pada dua kasus diatas, ketidak pedulian dan kebiasaan buruk masyarakat membuang sampah di laut dan sungai juga menjadi penyebab rusaknya habitat mangrove di Sumenep.
”Sampah ini dampaknya sangat massive. Bahkan berdampak panjang dan terus berlarut-larut menyebabkan kerusakan pada habitat mangrove,” jelasnya.
Menurutnya, ada tiga faktor utama penyebab kerusakan hutan mangrove, diantaranya sampah, abrasi dan peralihan lahan atau perusakan oleh manusia.
”Dari tiga faktor itu sebenarnya penyebab utamanya ya manusia. Abrasi itu kalau kita cari penyebabnya, kebanyakan ya karena ketidak pedulian dan keserakahan manusia juga,” ucapnya.
Di Sumenep sendiri peraturan mengenai perusakan hutan mangrove terdapat dalam Peraturan Daerah (Perda) nomor 12 tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Selain itu, perlindungan terhadap lingkungan juga tertera pada Perturan Pemerintah (PP) nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tetapi peraturan tersebut dinilai masih belum efektif untuk melindungi kelestarian hutan mangrove di Kabupaten Sumenep.
Meskipun sudah ada regulasi mengenai perusakan lingkungan dan hutan mangrove, Fadel menilai penegakan peraturan terhadap perusakan habitat mangrove di Sumenep masih lemah. ”Meskipun ada peraturannya kalau penegakannya masih lemah kan percumah,” ucap pria berkulit sawo matang tersebut.
Hal tersebut juga mendapat sorotan dari Komite Nasional Pengendalian dan Pemanfaatan Lingkungan Hidup (Komnas PPLH) Wilayah Madura Raya.
”Pemerintah seharusnya tegas dalam penegakan peraturan. Karena perusakan lingkungan ini dampaknya panjang terhadap kehidupan. Bukan hanya saat ini, tetapi akan terasa hingga bertahun-tahun kedepan,” tegas Ketua PPLH Madura Raya Nur Faisal, Selasa (16/1).
Sayangnya, hingga berita ini dimuat, belum ada konfirmasi dari pihak Pemkab Sumenep. Saat dihubungi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sumenep Susanto mengaku belum dapat memberi keterangan. (AJ)