21 Tahun Menanti, Akhirnya Pasangan Suami Istri Asal Madura Ini Punya Anak, Dokter Ikut Haru

Pasangan Suami Istri Madura
Potret bahagia Somidi dan Su’udiyah 21 tahun menanti akahirnya buah hati mereka lahir (Instagram @drbennyarifin)

maduraindepth.com – Bertahun-tahun menikah, pasangan suami istri di Madura, Jawa Timur ini tetap sabar menanti momongan. Mereka adalah Bapak Somidi (51) dan Ibu Su’udiyah (44).

Pasangan ini bersabar dan menunggu selama 21 tahun untuk punya anak. Penantian panjang suami istri itu membuat dokter yang menangani program hamil mereka larut dalam haru.

banner 728x90

Kisah keduanya viral setelah dokter membagikan momen kebahagiaan pasangan itu melalui instagram @drbennyarifin, atau Dr. Benediktus seperti yang tertera pada kolom informasi akun.

Dalam postingan, dokter Benediktus menjelaskan kesabaran pasangan suami istri ini menunggu kehadiran buah hatinya selama 21 tahun.

Berikut postingan dikutip dari akun instagram dokter Benediktus, Rabu (9/12).
21 Menikah Pasangan di Madura Lahir Anak
Potret bahagia Somidi dan Su’udiyah 21 tahun menanti akahirnya buah hati mereka lahir (Instagram @drbennyarifin)

21 YEARS OF WAITING!!
Welcome December! Desember 2020 saya ini barangkali salah satu yang paling bermakna. One of my remarkable moments. Tuhan sangat baik, begitu baik! Saya semakin menyadari kenapa saya diijinkan menjadi Spesialis Kebidanan &Kandungan. Utk menyaksikan kemuliaanNya : bayi Aisyah yang cantik untuk Ibu Su’udiyah (44th) & Bapak Somidi (51th). Bu Su’udiyah berhasil hamil dg program bayi tabung. Ini adalah kehamilannya pertama. Saya membagikan story ini agar kita #neverlosehope,never!

Mereka menunggu selama 21 tahun. Bayangkan 21 tahun! Tuhan akhirnya menjawab ketaatan, ketekunan, dan keimanan mereka yg luar biasa. Tidak banyak pasangan bisa bersama selama 21 tahun saling mensupport & menguatkan agar tidak patah harapan memiliki buah hati.

Saya menjadi saksi perjuangan mereka yg sangat tidak mudah. Mereka tinggal 15 km di luar kota Sumenep, Dusun Pakondang Daya namanya, Madura. Enam jam perjalanan dari Surabaya. Demi menemui saya untuk konsultasi atau tindakan di pagi hari, mereka berangkat naik bus pukul 02.00 dini hari. Bayangkan panjang ritual bayi tabung & dituntut untuk tepat waktu dalam suntik dll. Sehari harinya mereka berjualan keripik singkong di Komplek Asta Tinggi

Direferensikan oleh sahabat saya, dr. Rahmi SpOG yg praktek di Sumenep, mereka datang menemui kami di @morulaivfsurabaya. Proses #bayitabung mereka mirip dg pasien lainnya. Setelah mendapat embryo pun, mereka bahkan harus menunggu hampir setahun sebelum berhasil ditransfer ke rahim. Setahun ini mereka dg sabar bolak balik ke Morula. Sabar menanti rahim yg belum siap. Dalam setiap pertemuan mereka mengikuti protokol dg tekun didampingi suster @alfie.ivf

Ketika berhasil hamil, saya masih ingat momen penuh haru tsb, tidak banyak kata, tapi penuh tetesan air mata bahagia

Pertemuan dengan mereka, saya yakin bukan suatu kebetulan semata. Melainkan bagian suatu rencana Yang Maha Kuasa yg saya yakin akan indah pada waktunya bagi kita semua. Semoga itu pertanda agar saya dan KITA #SPREADKINDNESS lebih luas lagi. Membagikan sukacita & harapan untuk semua
Thank you Morula team Dr.Amang, Dr.Ali, Embryologist, Nurse, @lemiel_id & semuaa 🙏😇

SELAMAT DATANG KE DUNIA BABY AISYAH 01.12.2020

Su’udiyah dan Somidi Menanti Selama 21 Tahun
Dr. Benediktus (Instagram @drbennyarifin)

Dokter Benediktus menulis, bayi mereka baru saja lahir dan diberi nama Aisyah. Dokter Benediktus mengatakan, Su’udiyah dan Somidi mengikuti program bayi tabung dalam satu tahun terakhir.

Baca juga:  Diduga Tak Cairkan Bantuan PKH, Ratusan Massa Demo Kantor BRI Sampang

“Mereka menunggu selama 21 tahun. Bayangkan 21 tahun! Tuhan akhirnya menjawab ketaatan, ketekunan, dan keimanan mereka yg luar biasa. Tidak banyak pasangan bisa bersama selama 21 tahun saling mensupport & menguatkan agar tidak patah harapan memiliki buah hati,” tulis @drbennyarifin dalam postingan yang diunggah 7 hari lalu.

Dokter Benediktus pun menceritakan perjuangan panjang suami istri ini demi memiliki keturunan.

“Saya menjadi saksi perjuangan mereka yang sangat tidak mudah,” tulisnya.

Benediktus mengungkapkan, mereka tinggal 15 km di luar kota Sumenep, Dusun Pakondang Daya. Kesehariannya, mereka berjualan keripik singkong di Komplek Asta Tinggi. (*/MH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *