banner 728x90

Masih Perlukah Bandara di Madura?

Bandara Trunojoyo Kelas III Sumenep. (Foto: MR/MI)

maduraindepth.com – Bandar Udara (Bandara) Trunojoyo Kelas III Sumenep, telah menjawab segala keresahan masyarakat dan pertanyaan kapan memiliki pesawat terbang. Namun, saat telah mempunyai Bandara dengan penerbangan bersifat komersil itu, masyarakat seakan mundur.

Pasalnya, paradigma masyarakat dengan kultural budaya yang sangat lengkap itu, membuat bandara yang beroperasi sejak tahun 2018 lalu justru lambat berkembang.

“Kalau yang tetap aktif itu penerbangan dari kepulauan Pagerungan-Sapeken yang terjadwal 2 kali,” ungkap Kepala Unit Penerbangan Bandara (UPB) Trunojoyo Kelas III Sumenep, Indra Triyantono, Sabtu (14/3).

Dia menguraikan, pada awal tahun 2018 lalu masyarakat atau penumpang sangatlah banyak, animo masyarakat sangat luar biasa untuk merasa perdana pesawat ada di Kota Keris itu.

“Sampai kita tambah jam penerbangan pagi. Namun, penerbangan komersil itu kan sifatnya itu mencari laba, jadi saat penumpangnya banyak, maka jam penerbangan ditambah lagi, tapi jika penumpang kurang, menjadi tidak mau terbang maskapainya,” ungkapnya.

Dia melanjutkan, sampai pada akhir 2018, sejak ada dua jam penerbangan, masyarakat dihebohkan dengan dikabarkan salahsatu pesawat mengalami kecelakaan.

“Tak sampai satu bulan, jumlah penumpang turun derastis. Artinya apa, paradigma itu ada di masyarakat, jadinya kembali lagi menjadi satu kali penerbangan,” ucapnya.

Sebab pada tahun 2018 lalu terjadi insiden pesawat jatuh itulah yang kemudian berdampak ke Bandara Trunojoyo Sumenep. “Setelah itu penerbangan hanya terjadi tiga hari saja dalam seminggu, penumpangnya turunnya drastis” paparnya.

Baca juga:  Antisipasi Covid-19, Forkopimda Tinjau Bandara Trunojoyo Kelas III Sumenep

Apalagi, kata dia, ada ketetapan Lions Group, bahwa bagasi berbayar. Jika ditafsirkan, masyarakat enggan memilih menggunakan jasa transportasi udara, jika garasi masih ngerogoh kocek lain.

“Seperti kita pahami bersama kearifan lokal masyarakat Madura. Ini yang membuat kemudian animo masyarakat mau tidak mau,” sesalnya.

Meski begitu, dia menjelaskan, pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) kini juga tak menentu untuk menggunakan jasa transportasi udara tersebut.

“Apalagi Sumenep ini banyak orang kaya termasuk pejabat, mereka rapat rata-rata di Surabaya pukul 10.00 pagi, sedangkan pesawat sendiri jadwal pukul 13.00 siang, ini kan sekarang nggak nentu. Dan awal tahun 2020 ini malah dihantam lagi degan wabah virus corona,” ucapnya khawatir.

Dia mengajak agar elemen pemerintah membuatkan peraturan tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) harus juga menggunakan jasa pesawat terbang.

“Lalu apa gunanya ada bandara, dan sudah dibuatkan terminal penumpang, jika tidak digunakan. Budaya masyarakat sudah seperti itu, bukan kita salahkan masyarakat, tidak. Masyarakat juga butuh kepastian,” tegas dia.

Lebih lanjut, Indra menjelaskan harga tiket pesawat menuju Bandara Juanda tidak mahal. Dengan merogoh Rp 200 ribu, masyarakat Sumenep bisa sampai di Surabaya sekitar satu jam. Harga tersebut, menurutnya sangat murah bila pemerintah menggunakan transportasi udara jika hendak bertugas ke luar kota.

Baca juga:  Wijaya Kusuma Dibangun Taman, Persesa Terpaksa Pinjam Lahan PT Garam untuk Seleksi Pemain Liga Tiga

Meski berada dalam kondisi sepi peminat, pihak Bandara Trunojoyo berencana akan membangun bandara di kepulauan Masalembu dan Kangean. Upaya itu dilakukan untuk membantu masyarakat pulau dan menghidupkan transportasi udara di Sumenep.

Padahal, terminal penumpang di Bandara Trunojoyo Sumenep sudah bisa digunakan pada bulan Maret ini. Terminal baru dengan bangunan dua lantai tersebut secara fisik telah siap untuk digunakan.

Disamping itu, Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Sumenep, Agustiono Sulasno, juga sangat khawatir apabila para pemakai jasa pesawat di Sumenep semakin menurun.

“Peminat atau pemakai jasa penerbangan saat ini sudah mulai turun lagi, karena saat sudah boking tempat, malah penerbangan dibatalkan. Kondisi ini yang terus berulang-ulang, membuat masyarakat yang mau naik pesawat sudah nggak mau lagi,” tutur dia.

Oleh sebab itu, pihaknya bersama Pemerintah setempat terus berupaya dalam mencari solusi permasalahan tersebut.

“Kita sudah mau mencari solusi antara Pemkab dan UPB Bandara Trunojoyo, bagaimana ini ada jalan keluar, sehingga lut faktor itu tercukupi. Sebentar lagi ini akan duduk bersama, antara UPB Bandara Trunojoyo, DPPKA, Dishub, mau konsultasi, sehingga penerbangan Sumenep-Surabaya bisa ritun setiap hari dilakukan,” jelasnya.

Apalagi ada satu kendala yang sangat fatal, sambung dia, seperti bagasi, dengan adanya ketetapan dari pihak maskapai tentang bagasi setiap personal penumpang, menjadi tanggunggan sendiri.

Baca juga:  Hari Pertama Kerja, PJ Bupati Bangkalan Disambut Aksi Demo

“Ini malah menjadi kendala sendiri. Karena yang terjadi dilapangan harga tiket lebih murah daripada harga bagasi. Sebenarnya kemarin sudah bertemu dengan pihak maskapai bagaimana ini juga bisa dipertimbangkan. Nah ini adalah efek bagaimana masyarakat tidak naik pesawat,” tandasnya. (MR/AJ)

banner 728x90

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *