DPRD Provinsi Jatim Anggap Ada Diskriminasi Pendidikan Antara SMA dan MA

Diskriminasi Pendidikan
Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur Mathur Husyairi. (FOTO: SA/MI)

maduraindepth.com – Mathur Husyairi menganggap ada diskriminasi pendidikan di Jawa timur antara Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat dan Madrasah Aliyah (MA) di Provinsi Jawa Timur. Pasalnya anggaran tahun 2021 untuk pendidikan di Jawa Timur sangat tinggi.

Anggarannya mencapai Rp 12.396.018.940.600. Namun sekolah yang berada dibawah Kementrian Agama (Kemenag) tidak mendapatkan hak yang sama.

Karena hingga saat ini sekolah menengah atas khususnya MA tidak mendapatkan dana Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP) atau subsidi SPP yang bersumber dari dana APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur bagi SMA, SMK Sekolah Khusus Negeri dan Swasta.

Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur Mathur Husyairi menjelaskan bahwa sekolah swasta yang bernaung di bawah Kemenag itu sangat luar biasa di Jawa timur. Peran masyarakat dalam ikut andil mencerdaskan bangsa tidak boleh dipandang sebelah mata oleh negara.

“Kalau kita mau jujur, kontribusi masyarakat dalam mencerdaskan bangsa (Jawa timur) lebih banyak swasta ketimbang negeri,” ujar politisi PBB saat ditemui di kediamannya, Kamis (26/11).

Saat ditanya apakah ada diskriminasi antara pendidikan negeri dengan Madrasah Aliyah, politisi dari partai bulan bintang (PBB) tersebut membenarkan.

“Iya, Aliyah swasta yang belum dapat, ini menurut saya yang diskriminatif. Artinya sama-sama sekolah menengah atas kenapa kemudian perlakuannya tidak sama wong di hadapan undang-undang sama. Ijazahnya diakui, levelnya diakui, apa yang kemudian menyebabkan itu tidak terakomodir dalam SPP,” imbuhnya.

Baca juga:  Cedera Metacarpal 3, Jaja Tak Dapat Perkuat Madura Lawan Bhayangkara

Lanjut pria berkacamata itu, pihaknya akan melakukan langkah-langkah dengan cara berkoordinasi dengan Kemendikbud dan Kemenag untuk bertanya apakah ada kala usulnya yang memperbolehkan diatur oleh pemerintah provinsi (Pemprov).

Mengapa sekolah-sekolah swasta di bawah Kemenag tidak tercover, karena anggaranya sangat terbatas “Kabupaten, provinsi tidak bisa menganggarkan akhirnya masyarakat dengan swadaya,” tandasnya. (SA).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner auto