Berkembang Biak Dalam Asbak

Resonansi
Mas@be Zain
Oleh : Mas@be Zain

maduraindepth.com – Membuka literasi, soal lagu yang bertemakan nasionalisme: Indonesia. Di jamannya, di saat negeri ini berhasil melepaskan diri dari kolonialisme, Indonesia dipuja, dalam lagu. Rayuan pulau kelapa, Tanah air beta, dan Satu nusa, adalah beberapa contoh dimana pencipta lagu mencurahkan inspirasinya, dengan satu tema besar, Indonesia.

Para petinggi atau siapapun, memerlukan ingatan kolektif tentang Indonesia, kebanggaan kita. Sebagai sebuah bangsa, Indonesia memiliki perekat yang melibatkan satu pihak dengan pihak lainnya, di dalam bangsa yang sama atau dengan suku lainnya, di dalam atau luar negeri.

Lagu-lagu yang senafas itu, jarang ditemui lagi. Anak-anak bangsa, lebih akrab terhadap lirik yang tak jelas sanadnya. Generasi muda lebih akrab dengan lagu-lagu lain yang menjauhkan penerus negeri, dengan sejarahnya. Perenggangan artefak liris ini, kian menjauhkan anak bangsa dari induknya. Indonesia Raya sebagai sebuah lagu kebangsaan, kebanggaannya kalah digdaya dibanding Ojo dibandingke, yang disemburatkan para petinggi, saat itu, di situ, di istana negara.

Problem bangsa hari ini adalah amnesia. Pengusaha tambang misalnya, seakan memberi isyarat untuk tidak hanya menambang, tetapi juga mengeruk, atau menguras. Pebisnis perkebunan, pengembang properti, pengusaha jabatan, dan para pengambil keuntungan di negeri ini, seakan-akan merasa berdaulat dan karena itu bertahta-berkuasa.

Negeri ini bukan milik golongan atau perorangan. Gotong-royong itu niscaya. Sama rasa merupakan diktum episentrum. Ini juga negara demokrasi, bukan oligarki. Tanah ini juga bukan tempat pijakan para amnesia dan paranoid juga.

Maka sebelum negara ini amblas secara geografis maupun kontekstual, keindonesiaan yang fundamental itu harus dikembalikan. Berbagi, bukan monopoli. Gotong-royong, bukan garong-rongrong.

Ada yang dilupakan berprilaku atas nama penghuni republik ini, kebersamaan, gotong-royong, dan sederhana karena ini Indonesia.

Inilah narasi warga republiken yang menggelengkan kepalanya, ketika teritorinya diterkam naga. Mereka, republiken itu menyadari bahwa telah terjadi penjajahan yang berlangsung secara TMS, terstruktur, massif dan sistematis. Target utamanya, mengaburkan Indonesia.

Pertama, kabur dalam pengertian bahwa indonesia sudah tidak jelas laki identitas dan jenis kelaminnya. Kedua, kabur dalam pengertian pergi atau dibuat tidak kerasan dan pindah haluan arau dipaksa bergabung ke teritori yang lain sebagaimana sisilia yang tidak bersama sebagai negara karena teritorinya tergadai.

Pelan tapi pasti, hari ini, apa yang indonesia dari negeri ini? Ekonomi, yang berasaskan usaha bersama, tak terlihat kecuali sindikasi. Politik, berubah bak pasar hewan yang dijejali cukong dan bandar. Hukum, berganti bak tempat pelelangan ikan. Sosial, hari ini berwajah sok sial. Neraca berekosistem, berubah neraka, surga indonesia dipolesi operasi plastik, menjadi durja. “Inilah akibat jika tikus sudah menguasai lumbung,” kata Gus Dur, waktu itu.

Itulah wajah bangsa hari ini, semangatnya menggebu, untu maju. Masalahnya, maju ke mana, maju bersama siapa, maju untuk siapa, cara majunya bagaimana, maju tak gentar membela yang benar atau maju tak benar membeli yang bayar? (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *