maduraindepth.com – Program unggulan Bupati Busyro Karim, dan Wakil Bupati (Wabup) Sumenep, Achmad Fauzi, dalam mencetak 1000 Wirausaha Muda Sumenep (WMS) setiap tahunnya ternyata tidak kesampaian. Publik menilai, Pusat Inkubator Wirausahawan Sumenep (PIWS) masih belum mampu mengurangi banyaknya angka pengangguran di Kabupaten paling ujung pulau Madura ini.
Terbukti, diberitakan sebelumnya oleh maduraindepth.com, bahwa data terakhir tercatat dari pencari kerja yang terdaftar di Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sumenep, sejak bulan Januari – Oktober 2019, mencapai 12.408 orang.
“Selama Januari sampai bulan Oktober 2019, yang mengambil kartu tanda pencari kerja (AK-1) sekitar 500-an. Mereka semua baru lulus dari kuliah, dari sekolah itu,” ungkap Kepala Seksi (Kasi) Informasi dan Pasar Kerja Disnakertrans, Andrie Zulkarnain, Senin (14/10) kemarin.
Bahkan, untuk pencari kerja yang lama dan belum mendapat kerja, kata Andrie, masih bertahan. Ditambah jumlah wisudawan dan wisudawati lulusan baru-baru ini, seperti dari Universitas Wiraraja Sumenep, sebanyak 908 orang.
“Kurang lebih 11.000 sekian. Bahkan, dari wisudawan dan wisudawati tersebut, sampai saat ini, belum semuanya mengambil AK-1 ke pihak ketenagakerjaan,” terangnya.
Hal itu disorot oleh aktivis Sumenep Corruption Watch (SCW), Junaidi, mengatakan program WMS tersebut belum memberikan bentuk signifikan untuk mengurangi angka pengangguran. Lantaran pelaksananya diduga tidak profesional.
“Pelaksananya PIWS itu personal, jadi tidak layak melaksanakan WMS tahun 2019,” katanya kepada media awak media, Selasa (15/10).
Menurutnya, untuk menjadikannya kembali sebagai pengelola WMS, PIWS diduga menggunakan atas nama yayasan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia (STKIP PGRI) Sumenep.
“Sebenarnya pada tahun ini (2019) pelaksana Wirausaha Muda ini tetap satu orang tapi lain bendera, artinya dulu PIWS sekarang Yayasan STKIP,” tegas Junaidi.
Jika Pemerintah, lanjut Junaidi, tidak memiliki mitra kerja untuk menjalankan WMS, seharusnya tahun 2019 jangan dianggarkan, karena hanya terkesan buang-buang anggaran.
“Personal di PIWS itu tidak profesional, tidak kompeten, tidak punya pengalaman. Seharusnya ini tidak dilanjutkan,” jelasnya.
Terpisah, sebelumnya Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mocro Kecil dan Menengah (UMKM) Sumenep, Fajar Rahman, membeberkan bahwa pihaknya tidak akan mencairkan dana anggaran WMS sebelum pelaksananya memiliki legalitas yang jelas.
“Kami pihak Diskop tidak berani mencairkan dana WMS yang sudah di anggarkan sebelum memiliki mitra kerja yang legalitasnya jelas,” katanya.
Pelaksana sebelumnya, lanjut Fajar, PIWS diduga tidak memiliki legalitas yang kuat. “Informasi sementara yang kita dapatkan, pihak ketiga yang melaksanakan program WMS beluk memiliki cantolan hukum yang kuat, jadi kami tidak berani melaksanakan program itu,” tandasnya. (MR/MH)